3

230 8 0
                                    

Rani disambut Mr. Kendall, salah satu guru pendamping anaknya. Pria 30-an tahun berkebangsaan Amerika itu sengaja menunggunya. 

"Welcome Mrs. Darmawan," sapanya. "Saya akan mengantar Anda menemui polisi yang menangani kasus hilangnya Raditya dan Hilman."

"Thank you," sahutnya.

Mereka masuk ke dalam kantor polisi. Tampak kesibukan di sana sini, orang berlalu lalang, telepon yang terus berdering, suara percakapan dan kadang teriakan.

Mereka masuk ke sebuah ruangan. Di dalamnya ada dua orang polisi yang sedang berdiskusi. Seorang polisi duduk di belakang meja. Janggutnya sebagian sudah memutih. Papan nama di mejanya tertulis Marco Sebastian.

Mr. Kendall memperkenalkannya sebagai orang tua salah satu korban, Raditya Bismaka Darmawan. Mereka saling bersalaman. Polisi itu menjelaskan hasil penyelidikan awal mereka. Ia juga menjelaskan beberapa dugaan dan rencana polisi untuk menangani kasus ini.

Kesulitannya adalah, Rani tidak bisa berbahasa Spanyol. Ia tidak terlalu bisa menangkap bahasa Inggris polisi itu yang diucapkan dengan aksen Spanyol yang kuat ditambah dialek setempat.

Tiba-tiba seorang polisi berdiri di pintu dan mengatakan sesuatu. Polisi yang berada di dalam berdiri dan mengucapkan sesuatu seperti permintaan maaf lalu bergegas keluar.

Mr. Kendall menjelaskan bahwa baru saja terjadi sesuatu dan mereka disuruh menunggu. Rani mendesah dan memutuskan keluar ruangan.

Di luar ternyata sangat hiruk pikuk. Para polisi terlihat lebih sibuk. Kelihatannya ada penangkapan besar-besaran. Entah untuk kasus apa.

"Boleh saya menraktir Anda secangkir teh? Kelihatannya kita masih akan lama berada di sini," ujar Mr. Kendall. "Di depan ada sebuah kafe."

Rani menyetujuinya. Ia memang membutuhkannya. Apalagi sebentar lagi sudah masuk waktu makan siang.

Mereka masuk ke sebuah kafe yang cukup ramai menjelang makan siang. Percakapan penuh keakraban terdengar di sana. Ada beberapa orang polisi yang juga makan di situ. Mereka berbaur dengan masyarakat umum tanpa canggung.

Rani tidak tahu apa yang harus dipesannya. Buku menu berbahasa Spanyol sepenuhnya dan gambar yang ditampilkan tidak familiar  baginya. Akhirnya ia memilih untuk memesan sup dan roti ala Perancis. Bukan makanan ala Spanyol memang, tapi aman untuknya.

Keduanya bercakap tentang hal-hal yang ringan sambil makan. Mr. Kendall tidak menyinggung soal hilangnya Radit, mungkin untuk menjaga moodnya.

Selesai makan mereka kembali ke kantor polisi, namun hanya duduk di lobi. Kelihatannya ada kasus baru dan ada banyak orang-orang baru berada di situ.

Seorang polisi menghampirinya.

"Mrs. Darmawan, mari ke ruangan Chief. Ada yang ingin kami tunjukkan kepada Anda," katanya dalam bahasa Inggris yang cukup fasih.

Mereka mengikutinya masuk ke sebuah ruangan. Seorang polisi bertubuh gemuk dengan rambut putih seluruhnya dan polisi yang tadi ditemuinya menunggu di sana. Marco Sebastian mempersilakannya duduk.

Polisi bertubuh gemuk yang diperkirakannya kepala di kantor itu membuka sebuah kotak di depan Rani. Ada beberapa benda di dalamnya. Sebuah scarf berlumuran darah yang dipastikannya bukan milik Radit, sebuah gelang kulit dengan tulisan Adora terukir di sana, sebuah kelerang dan sebuah pulpen yang sangat dikenalinya.

Pulpen itu adalah miliknya. Ada ukiran inisial huruf depan namanya di batangnya. Warnanya hitam dan ukiran itu berwarna emas. Itu adalah cendera mata pemberian Arshaka ketika pergi keluar negeri dan mendapatkan kontrak pertamanya dengan perusahaan asing. Waktu itu mereka baru saja menikah dan Rani sedang mengandung Arimbi.

EPILOGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang