8

119 8 0
                                    

"Eomma ada waktu? Aku ingin bicara sebentar."

Jang Haein menyingkirkan kertas yang sedang dibacanya dan melepas kaca mata bacanya. Ia memandang putrinya yang sedang berdiri di pintu memandangnya.

"Ada apa? Eomma punya waktu lima belas menit."

Gadis remaja itu mengangguk, lalu berjalan ke arahnya dengan langkah pelan. Lee Soomin duduk di seberangnya dengan kepala menunduk. Ia memang selalu menekankan untuk bersikap sopan kepada orang tua.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Eomma, aku tidak ingin menjadi arsitek. Bolehkah aku mempelajari hal yang aku sukai?"

Jang Haein menatap putrinya lama. Tatapannya datar tapi menusuk. Lee Soomin semakin menundukkan kepalanya.

"Remaja seperti kamu berada dalam fase yang labil. Kadang kamu tidak tahu apa yang kamu inginkan."

"Tapi aku tahu, Eomma! Aku ingin belajar sastra. Sastra Korea!"

"Eomma yakin, beberapa bulan lagi kamu akan berubah pikiran. Eomma tahu apa yang terbaik bagimu sesuai dengan kemampuanmu. Nilai-nilaimu mendukung untuk masuk jurusan arsitektur. Kelak kamu akan berterima kasih kepada eomma."

"Tapi appa sudah mengijinkan. Appa bilang aku boleh mempelajari apapun yang aku sukai." Gadis itu mulai berlinang air mata.

"Appa selalu memanjakanmu, karena itu selalu menuruti keinginanmu. Dan belum tentu itu yang terbaik. Eomma selalu memikirkan yang terbaik."

"Terbaik untukku atau untuk Eomma?!"

Jang Haein menatap putrinya yang menangis di hadapannya. Ia meraih kembali berkas-berkas yang harus dipelajarinya.

"Kamu putri Lee Dowoo, seorang profesor arsitektur. Jalan karirmu akan mulus. Kamu tidak harus bersusah payah merangkak dari bawah. Tinggal mengikuti jejak yang ditinggalkan appa," ujar Jang Haein acuh tak acuh.

"Tapi aku tak suka arsitektur. Aku tidak mau menjadi arsitek! Tolong mengertilah Eomma!"

"Justru karena eomma mengerti maka  eomma mengarahkanmu menjadi arsitek. Eomma mengerti kemampuanmu. Kamu pandai, dan kamu suka menggambar. Itu bekal dan bakat untuk menjadi seorang arsitek."

"Tapi aku tidak mau! Eomma bahkan tidak menanyakan keinginanku."

"Tidak perlu. Remaja seusiamu punya banyak keinginan. Keinginan yang akan berubah setiap saat. Jangan membuang waktu untuk keinginan sesaat."

Lee Soomin merasa putus asa. Berbicara dengan ibunya selalu tidak mendapatkan titik tengah.

"Aku benci Eomma!"

Jang Haein hanya menatap putrinya datar.

"Aku benci Eomma!" Lalu gadis berlari meninggalkannya dengan air mata berderai. Jang Haein hanya menghembuskan nafas kasar.

Di luar kamar, Gong Ara menatap pintu kamar putra dan menantunya dengan sedih. Lagi-lagi ia harus mendengar pertengkaran menantu dan cucunya secara tidak sengaja. Lee Soomin melewatinya begitu saja sambil menangis. Ia tak kuasa menahan gadis itu.

■□■

Rani baru saja bertemu dengan staf Kedubes RI. Bukan Darwin, ada orang baru lagi yang ditemuinya. Mereka membicarakan perkembangan kasus hilangnya Radit. Ada dugaan anak lelakinya itu disandera jaringan mafia internasional, bukan sekedar mafia lokal.

Ia yang seumur hidupnya hanya menjalani kehidupan normal, agak bingung memikirkan masalah mafia ini. Bahkan ia mengira mafia hanya ada di buku-buku cerita atau film-film.

EPILOGWhere stories live. Discover now