19

129 8 0
                                    

"Bu Rani, besok ada staf yang akan menjemput Anda. Kita hanya bisa menunggu di Zona Demiliterisasi, tidak bisa masuk ke Korea Utara," kata Dino melalui sambungan telepon. "Kami akan menjemput Anda jam sepuluh pagi."

Itu pemberitahuan yang diterima Rani tadi malam. Jantungnya berdebar cukup kencang. Sudah lama ia berharap, dan harapan terakhirnya kali ini ia benar-benar menemukan anaknya dan segera membawanya pulang.

Beberapa hari yang lalu Lee Dowoo tidak jadi menemuinya. Rani tidak terlalu berharap setelah apa yang dialaminya di rumah duka. Lee Dowoo hanya mengirimkan pesan kepadanya dan tak dibalasnya.

Lee Dowoo Ssi
Aku tidak bisa menemuimu. Ada banyak wartawan. Aku tidak mau mereka mengikuti sampai ke tempatmu. Tapi kita harus tetap bertemu. Aku tidak mau kamu pergi dengan membawa kesalahpahaman."

"Tidak ada kesalahpahaman, Lee Dowoo Ssi. Aku tahu posisiku," bisik Rani dalam hati.

Ia memutuskan untuk fokus kepada Raditya. Hari ini akan menjadi hari besarnya karena ia akan bertemu dengan anaknya.

Jam sepuluh pagi ternyata Malik yang menjemputnya. Ia sudah siap dan menunggu di lobi, jadi mereka bisa langsung berangkat.

Awalnya perjalanan mereka diliputi keheningan. Rani hanya memandangi pemandangan yang mereka lewati selama perjalanan.

"Siapkan paspor Anda. Nanti waktu kita tidak banyak. Setelah bertemu Raditya, kita harus segera pergi. Tidak ada sesi foto-foto. Anda bukan turis biasa dan dalam pengawasan ketat," ujar Malik ketika mereka hampir tiba di tempat yang mereka tuju.

Mereka tiba di pos penjagaan. Paspor Rani diperiksa dengan teliti. Bahkan dia disuruh turun dari mobil dan diperiksa. Tasnya digeledah, ponsel dan ipadnya ditahan. Ia memandang Malik dengan pandangan bertanya, namun lelaki itu memberinya isyarat untuk tidak protes.

Setelah pemeriksaan yang cukup lama, mereka diijinkan masuk kawasan itu.

"Sudah saya katakan Anda bukan turis biasa," ujar Malik ketika mereka sudah masuk ke mobil. Pria itu mengerti gelagat Rani yang ingin protes. "Hubungan Anda dengan seorang pria Korea menjadikan Anda diawasi. Apalagi pria itu tercatat pernah terlibat aksi demonstrasi saat dia menjadi mahasiswa."

"Apakah jika berkenalan dengan seseorang saya harus menanyakan dia pernah terlibat demonstrasi atau tidak? Atau saya harus menulis di jidat saya bahwa saya tidak menerima pertemanan dengan seorang demonstran atau mantan demonstran," omel Rani dengan wajah cemberut. Malik diam-diam tersenyum melihatnya.

"Kedatangan Anda ketika melayat nyonya Gong telah tersebar di platform berita online. Siapa yang menjamin berita itu tidak sampai ke tanah air? Jika ingin berselingkuh, mengapa harus dengan orang Korea? Pria Indonesia juga banyak yang high quality."

Rani melirik Malik sinis, sedangkan pria itu mengulas senyum miring.

"Kalau saya katakan bahwa saya sama sekali tidak tahu jika nyonya Gong dan Lee Dowoo adalah ibu dan anak, tidak akan ada yang percaya. Karena istri Lee Dowoo sudah berbicara seperti itu. Anda bisa cek, dari enkripsi sekalipun di ponsel saya, sebelumnya saya tidak menghubungi Lee Dowoo sekalipun."

"Kenapa Anda tidak membantah waktu itu?"

"Apa yang bisa saya bantah? Sebagian besar yang dikatakannya saya tidak mengerti."

"Anda meminta maaf. Itu membenarkan dugaan publik."

"Apa yang bisa saya lakukan? Saya orang asing di sana yang sebenarnya tidak mengerti adat istiadat mereka. Saya datang hanya karena ingin menghormati nyonya Gong. Baru setelah tiba di sana saya mengetahui bahwa mereka berdua adalah ibu dan anak. Akan tetapi karena sejak awal tujuan saya adalah untuk menghormati nyonya Gong, saya tetap masuk. Saya bahkan tidak berpikir untuk bertemu Lee Dowoo. Bahkan tidak menanyakannya. Tamparan itu cukup melukai saya. Tapi saya bisa apa?"

EPILOGWhere stories live. Discover now