5

166 11 3
                                    

Sore pukul 16.00 Lee Dowoo baru tiba di hotel. Tiga hari terakhir ia harus pergi ke Italia untuk menghadiri sebuah seminar arsitektur. Pada era ini budaya Korea sangat diminati termasuk arsitekturnya, akibat merebaknya Kdrama dan Kpop di seluruh dunia.

Sebagai profesor arsitektur yang secara khusus mendalami arsitektur tradisional Korea, ia banyak mendapat permintaan mengisi seminar di berbagai universitas terkemuka di banyak negara.

Ia mendapati putri tunggalnya sedang bersantai di kamar hotel.

"Hai Lee Soomin! Kamu sendirian? Di mana eomma?" sapanya, sekaligus menanyakan istrinya.

"Appa!" seru anak gadisnya kegirangan. Ia berlari memeluk ayahnya seperti sudah bertahun tak bertemu.

Lee Dowoo membalas pelukan putrinya dengan perasaan hangat. Hubungan mereka sangat dekat. Lee Soomin menganggap ayahnya adalah panutannya. Di sela-sela kesibukannya mengajar hingga lintas negara, ayahnya selalu menyempatkan diri untuk berbicara hati ke hati dengannya. Bahkan selama ia masuk sekolah berasrama di Inggris, ayahnyalah yang lebih sering menengoknya. Pria kesayangannya itu tidak pernah absen menelponnya di jadwal ia boleh menerima telepon, sedangkan ibunya hampir tidak pernah.

"Appa kenapa lama sekali?" rengek gadis itu manja.

"Hanya tiga hari kau bilang lama?" kekeh Lee Dowoo. "Appa bekerja. Kamu tahu kan appa punya banyak jadwal seminar dan mengajar? Di sela-selanya appa bisa menemanimu."

"Besok aku akan ke El Retiro Park bersama halmeoni," kata Soomin.

"Eomma?" tanya Lee Dowoo. "Tidak diajak?"

"Aku belum bertanya. Eomma selalu sibuk. Selalu menelepon atau menerima telepon. Selalu memandangi kertas-kertas. Liburan macam apa ini! Eomma tetap saja sibuk bekerja," gerutu Soomin dengan bibir mengerucut.

"Ajaklah Eomma!" ujar Dowoo. "Besok appa akan menemani kalian."

Lee Soomin bersorak senang. "Hore! Aku akan bilang pada halmeoni kalau appa ikut."

Gadis itu berlari meninggalkan kamar.

"Jangan lupa ajak eomma!" serunya sebelum anak gadisnya menghilang. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu melangkah ke kamar yang ditinggalinya bersama istrinya.

Benar saja yang dikatakan Soomin. Perempuan yang menjadi istrinya itu sedang menghadapi berbagai kertas dengan telepon genggam menempel di telinga. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya yang bebas ketika melihat Dowoo masuk.

Lee Dowoo mendekati wanita itu lalu duduk di depannya. Diamatinya kertas-kertas yang berada di meja di antara mereka. Itu adalah bagian dari pekerjaan Jang Haein, istrinya.

Wanita cantik itu, Jang Haein adalah kurator di sebuah museum terkemuka di Seoul. Ia bertemu Lee Dowoo suaminya di sebuah situs bangunan kuno saat ia menjadi mahasiswa tingkat akhir dan Dowoo sudah berkarir sebagai dosen muda yang sedang menempuh pendidikan S3.

Pria itu jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia lalu mendekati Haein dengan agresif hingga gadis itu luluh. Mereka menikah setelah Haein menyelesaikan kuliahnya dan berkarir secara tetap di Museum Korea.

Awal pernikahan mereka sangat baik. Lee Dowoo merasa Jang Haein selalu mendukung karirnya. Istrinya selalu mendorongnya untuk mencapai hal yang lebih dan lebih lagi. Bahkan Jang Haein lah yang mendorong Lee Dowoo untuk menerima tawaran sebagai pembicara dalam berbagai seminar di dalam dan luar negeri.

Jang Haein sebenarnya adalah perempuan yang ambisius dan cenderung egois. Ia tumbuh di kalangan kaum menengah Korea, tidak seperti suaminya yang masih keturunan bangsawan dan tinggal di rumah kuno dan bersejarah. Salah satu hal yang membuat Jang Haein luluh kepada Lee Dowoo adalah rumah kuno yang ditempatinya, yang tentu sangat menarik bagi seorang yang mendalami sejarah seperti dirinya.

EPILOGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang