16

122 8 0
                                    

Pukul empat pagi ponsel Rani berdering. Ia segera membuka matanya.  Melihat itu dari Kedutaan Besar, ia segera mengangkatnya. Ia berharap kali ini kabar baik yang datang.

"Ibu Rani, nanti jam 8 akan ada staf yang menjemput Anda. Tiket dan visa Anda sudah siap," kata seorang staf kedutaan yang akhir-akhir ini cukup dikenalinya satu persatu.

"Ke mana saya kali ini?"

"Korea."

Rani terdiam. Korea? Bayangan seseorang yang akhir-akhir ini coba diabaikannya kembali menyeruak. Lee Dowoo Ssi.

"Anak saya ada di sana? Pasti?"

"Begitu informasi yang kami dapat. Hal lain akan dijelaskan setelah Anda tiba di Seoul."

"Baiklah."

Ia segera bangkit dan berkemas. Setelah itu ia membersihkan diri dan bersiap. Ia masih sempat sarapan di restoran hotel. Sempat berpamitan kepada OB dan staf yang melayaninya selama ini. Bagaimana pun ia cukup lama berada di Shanghai dan mereka cukup membantunya.

Selesai sarapan seorang staf dari Konsulat Jenderal RI datang. Seorang staf wanita yang cukup dikenalnya, blasteran China Indonesia, biasa dipanggil Jenny.

"Sudah siap Ibu Rani?" sapa Jenny dengan senyum cerah.

"Harus siap. Semoga kali ini saya benar-benar bertemu Radit."

"Amin. Kami juga berharap begitu Bu," ujar Jenny. "Ah, bros Ibu cantik sekali."

Rani menunduk untuk melihat bros yang dipakainya.

"Hadiah dari seorang teman waktu kami bertemu di Spanyol," jawabnya. "Sebenarnya ini hadiah untuk anak saya. Tapi saya pinjam sebentar. Soalnya kebetulan cocok dengan blus saya."

"Iya Bu, cantik sekali," puji Jenny sekali lagi."

"Terima kasih Jenny."

"Sama-sama Bu. Itu memang cantik."

"Bukan. Untuk semua bantuan yang kamu dan teman-teman lakukan untuk saya selama di sini."

"Ah itu. Itu sudah tugas kami Bu. Kami juga sedih jika ada warga kita yang hilang. Apalagi anak-anak. Tapi baru Ibu yang rela ikut menelusuri setiap informasi yang datang. Biasanya keluarga yang lain hanya menunggu di tanah air."

"Saya tidak bisa menunggu, Jenny. Ini anak, bukan paket."

Jenny mengangguk sambil menyembunyikan senyumnya mendengar kata-kata Rani.

Mereka berpisah di Bandara Pudong Shanghai. Rani harus menempuh penerbangan selama dua jam ke Incheon. Hatinya harap-harap cemas menanti apa yang akan terjadi di Korea nanti.

Di Incheon, ia dijemput oleh seorang staf. Ia menyadari semua perlakuan yang diterimanya tidak lepas dari pengaruh Arshaka Darmawan yang masih berstatus suaminya. Biar  bagaimana pun Arshaka adalah pengusaha sukses yang cukup dihormati.

Rani cukup berterima kasih untuk hal ini. Artinya Arshaka masih mengakuinya sebagai istri di hadapan publik. Meskipun secara pribadi ia tidak terlalu peduli.

Perjalanan dari Incheon menuju Seoul dilaluinya dengan setengah melamun. Mereka menyeberangi Sungai Han dan ia  menikmati keindahannya. Mereka juga membelah kota Seoul yang sibuk seperti kota metropolitan yang lain.

Sepanjang perjalanan Rani hanya menatap keluar jendela tanpa benar-benar melihat apa yang dilaluinya. Mereka melewati sebuah bangunan toko atau galeri. Ada papan nama dengan huruf hangeul dari ukiran kayu ek. Mulanya itu tak menarik perhatiannya karena hampir semua bangunan atau gedung di sana tertera dengan huruf hangeul atau huruf Korea dalam penulisan nama.

EPILOGWhere stories live. Discover now