Egie. apa kabar?

322 41 8
                                    

Happy Reading Brodie
.
.
.. ..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.






















Kala matahari telah tenggelam setengah. Adel, yang lukanya telah sembuh, memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak mengitari kota. Siapa tau, akan ada hal menarik yang ia jumpai di jalanan.
Sore itu, perguruan sedang baik-baik saja, tak perlu ada sesuatu yang harus dikhawatirkan. Jadi, Adel memutuskan untuk pergi sendiri. Mencari angin sejuk yang seringkali lewat, saat sore hari


Ia menghirup aroma sedap dari kuah bakso yang berada di pinggir jalan. Ia memberhentikan langkahnya sejenak, menoleh ke arah tukang bakso yang tengah melayani ibu dan anak yang ingin memesan. "Nak, lain kali jangan main basah-basahan ya?"
Ucap sang ibu, tersenyum simpul. Tangan kanannya, mengelus rambut sang anak lelaki dengan tulus. Cinta dan kasih sayangnya, terlihat begitu jelas, ketika sang anak merasa nyaman, dan membalas senyuman itu dengan anggukan. "Iya, bu. Lain kali aku bakalan nurut"
Anak lelakinya menjawab. Ibu itu, mulai tertawa bangga, ketika melihat anaknya sudah sebesar ini



Setelah melihat momen mengharukan itu. Adel, kembali berjalan dengan perasaan yang tak enak, antara iri dan rindu pada kasih sayang orang tuanya. Sudah dia belas tahun sejak ditemukan guru Chen. Ia tak pernah lagi menemui atau ditemui oleh orang tuanya, bahkan. Adel juga sudah lupa, akan. Suara dan wajah mereka. Semua ingatan tentang kenangan mereka juga telah terbakar menjadi abu. Hanyut terbawa aliran sungai, dan dilupakan oleh otak Adel yang sudah tak menerima kejadian kelam dua belas tahun lalu



Sejak saat kejadian mengenaskan bagi dirinya. Ia sudah tak pernah mengetahui, apa itu arti kasih sayang orang tua. Yang ia tahu, hanyalah kisah pertemanan dengan teman sekolah dan teman seperguruannya saja. Terkadang, ia sangat suka melihat momen Gita bersama orang tuanya. Adel, sangat suka melihat keharmonisan dan kehangatan yang terjadi pada keluarga kecil itu. Rasanya, ia juga terbawa oleh mereka, meski pada akhirnya. Waktu akan membuat ia sadar, bahwa. Semua yang ia rasakan, tak akan pernah terjadi lagi



"Nak, silahkan dilihat bunganya. Bagus-bagus loh, seger juga"
Tawar seorang ibu berusia sekitar 39 tahun. Masih terlihat mampu dan kuat, namun. Dirinya malah memilih berjualan bunga-bunga yang segar ini? Adel lantas tersenyum pada ibu itu. Karena penasaran, ia jadi melihat bunga-bunga yang dibawa oleh sang ibu. Semua bunga itu segar, ada yang dibungkus dengan rapi, dan ada yang diletakkan ke dalam vas bunga yang terlihat indah nan begitu menawan.
Saat Adel tak sengaja melihat pada ibu itu, sang ibu membawa handphone dan tas branded yang kelihatannya mahal. Ia tentu keheranan, mengapa orang mampu seperti ini malah berjualan bunga?



Adel berjongkok untuk melihat lebih jelas. Semakin ia perhatikan, semakin ia bisa melihat aura kekayaan dari ibu penjual bunga segar tersebut. Akan tetapi, sang ibu terlihat lebih bahagia ketika menawari orang-orang dijalanan dengan bunganya, ketimbang berbisnis dengan orang-orang penting perusahaan. "Bu, apa saya boleh bertanya sedikit?"
Ujar Adel. Lalu, dirinya memutuskan duduk di karpet yang sengaja ibu itu bawa untuk pembelinya bila ingin duduk. Sang ibu mengangguk, dirinya sangat terlihat ramah tamah



"Maaf kalau kesannya terlalu penasaran. Tetapi, mengapa ibu lebih memilih berjualan bunga? Ketimbang menikmati kekayaan, atau bekerja di perusahaan, bu? Padahal, kalau saya lihat, ibu ini termasuk golongan rakyat yang mampu"
Ibu berusia setidaknya 39 tahun itu tertawa kecil, ketika mendengar ada anak muda yang bisa memperhatikan sampai sejeli itu. Padahal, selama ia berjualan, tidak ada perbincangan yang sampai seperti itu, "ini sebagai bentuk penghormatan ibu saja, nak"
Ucapnya setengah-setengah. Adel masih belum mengerti, jadi. Ia memutuskan untuk membiarkan sang ibu, meneruskan perkataan nya, ketimbang menyela hanya untuk sekedar bertanya



Kungfu Hero (Adeljkt48) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora