part 12

73 4 0
                                    

"Cape" kata itulah yang sekarang aku rasakan pada tubuhku ini. Sekarang aku sudah berada di depan rumah ku, aku langsung memanggil nenek ku. "Nek, apa kah kau dirumah? Tolong bukakan pintu nek." Teriak ku. Tapi aku hanya mendengar suara televisi saja. "Nekk, tolong bukakan pintunya, aku sangat sulit nek."
"Berisik sekali anak ini" lalu aku mendengar langkah kaki seseorang dari dalam rumah, itu pasti nenek. "Aisssh, kenapa kau tid.... bukan kah dia teman kau yang pernah datang kesini. Kenapa dia? Ayoo masuk" ucap nenek dan memasang wajah yang sangat panik.

"Sebentar nenek akan merapikan kamar kau" pamit nenek ke kamar ku. Tapi kenapa harus kamar ku. "Nekkk, kenapa harus kamar ku?" Kata ku jengkel. Beberapa menit kemudian nenek keluar dari kamar ku.
"Kamar kau sudah rapih, ayo nenek bantu bawa dia ke kamar mu."
"Ne" aku hanya menjawab itu saja, karena percuma kalau ingin membantah, pasti tidak akan di dengar. Akhirnya aku dan nenek membaringkan taehyung di kasur ku yang sudah rapih itu. "Nenek tinggal ne. Nenek ingin mengambil air hangat untuk membersihkan lukanya. Dan kau obati luka yang berdarah itu ne." Kata nenek. "Ne". Aku naik ke kasur dan duduk bersila di samping dia menghadap kearahnya. "Aishhh, kau ini kenapa nekat sekali sih. Besok kan kau ujian, lalu bagaimana dengan ujian kau?. Apa aku harus bilang sama orang tuanya, tapi aku tidak mengetahui apa-apa tentang orang tuanya" ucap ku sendiri, sambil mempersiapkan kapas,perban,obat merah,dan plester. "Ini air hangatnya, sebelum kau mengoleskan obat merah ke lukanya, ada baiknya elap dengan air hangat ini" tiba-tiba nenek datang mengagetkan ku. "Ne, kenapa nenek tidak jadi dokter saja, seperti ajeossi." Kata ku sambil mengambil alih baskom yang berisi air hangat itu dari tangan nenek. "Aniyo, ajeossi kau itu kan anak ku. Jadi walaupun aku tidak menjadi dokter biarlah anak ku saja yang menjadi dokter." Jelas nenek ku. "Ahhh, eomma yang baik" ledek ku sambil tersenyum. "Sudahlah, kau bisanya hanya meledek ku saja. Lebih baik kau obati saja teman kau itu." Nenek.
"Kenapa harus aku? Kenapa tidak nenek saja? Nenek kan yang sudah berpengalaman dalam hal mengobati luka seperti ini" tawar ku. "Anii,, kau yang membuatnya seperti ini. Jadi kau yang harus bertanggung jawab."
"Tapi nek.." kata ku. "Sudahlah, aku mau kedepan dulu." Nenek meninggalkan kami berdua. Dan sekarang hanya ada aku dan dia. Aku lancang mengambil ponselnya di jaket yang ia kenakan. Aku langsung mencari nomer orang tuanya, ternyata nihil dia tidak punya nomer orang tuanya. "Anak macam apa dia? Nomer handphone orang tuanya saja tidak punya." Aku terus mencari nomer handphone yang bisa ku kabari. "Yeoja cantik siapa dia?" Aku sangat penasaran dengan nama di ponselnya itu, apa dia sudah memiliki kekasih. "Aishhh, kenapa aku harus penasaran seperti ini sih? Tidak penting." Aku hanya menemukan nomer teman-temannya. Aku tidak mungkin menelfon jungkook karena pasti anak itu sudah tidur. Jimin oppa aku harus menelfon dia.
Tutttt tuttt tuttt

"Ne, kenapa V -ah?" Tanya jimin oppa dari seberang telfon.
"Aniyo oppa, ini aku hyewo" jawab ku.
"Hyewo, kenapa ponsel V ada dengan mu?" Tanya heran jimin oppa.
"Ne oppa, karena Taehyung oppa sedang bersamaku. Aku menghubungi mu karena ingin memberi tahu mu, kalau taehyung oppa tidak bisa masuk sekolah besok. Karena taehyung oppa sedang sakit." Beritahu ku kepada jimin oppa
"Dia sakit apa?" Tanya jimin oppa yang kudengar itu panik.
"Dia banyak mendapatkan luka pukulan oppa." Hyewo
"Dia berantem, sama siapa?"
"Ani, oppa. Dia tidak berantem. Besok akan kuceritakan oppa. Ceritanya sangat panjang. Aku mau minta tolong dengan mu, tolong beri tahu keadaanya kepada eoma dan appanya. Soalnya aku takut kalau mereka khawatir dengan taehyung oppa. Soalnya di ponselnya tidak ada kontak orang tuanya." Aku langsung meminta tolong kepada jimin oppa.
"Dia sudah tidak punya eoma lagi. Dan appanya mengurusi pekerjaannya yang ada di luar negri. Dia hanya sendiri disini, tetapi V selalu dikasih fasilitas mewah oleh appanya." Seketika mendengar curhatan jimin oppa tentang V aku kaget, ternyat namja seperti dia itu bisa mandiri seperti itu.
"Ahhh, miane oppa aku tidak tahu. Ya sudah tolong kau beri tahu sunbae tentang masalah ini ne. Bahwa taehyung oppa tidak bisa mengikuti ujian hari pertama."
"Ne, besok kita bertemu pukul 10.00 ya." Jimin oppa.
"Ne, oppa. Gomawo. Anyeong" salam penutup ku mengakhiri telfonnya.

Tut tut tut tut

Setelah menelfon. Aku langsung menjalankan tugas ku. Untuk bertanggung jawab padanya.
Langkah pertama, aku akan mencelupkan handuk ke dalam air hangat itu.
Langkah kedua, aku peras handuk itu sampai tidak ada air yang menetes.
Langkah ketiga, aku tempelkan handuk itu ke luka yang ingin di bersihkan secara perlahan. Seterusnya seperti itu. "Ahh luka di dekat alisnya ini harus di perban. Sebentar aku akan meneteskan obat merah ke kapas terlebih dahulu." Aku langsung menempelkan kapas yang tadi sudah kuberi obat merah ke lukanya. Setelah itu aku ambil plester dan perban, lalu ku perban luka itu.

Aku langsung berpindah melihat pipinya, ternyata pipinya juga ada luka bekas pukulan, yang memar.
Aku celupkan kembali handuk itu. Sebelum aku tempelkan handuk itu ke pipinya, tiba-tiba tangan ku ditahan olehnya, aku kaget ternyata dia sudah sadar. "Kau sudah sadar" tanya ku menyakinkan. "Apa kau tak melihat?" Tanya sinisnya. "Aku kan cuma tanya saja. Kalau kau tidak mau ditanya, ya sudah. Lebih baik aku keluar saja. Dari pada disini bikin emosi." Aku keluar dari kamar ku, tetapi sebelum aku melangkahkan kaki ku tangan ku sudah ditahan oleh namja itu. Aku menolehnya secara sinis. "Apalagi? Kau kan sudah sadar, jadi aku tidak usah repot-repot merawat mu kan. Lepaskan aku."
"Tapi kan kau belum mengobati luka ku semuanya." Aku hanya pasrah.
"Ne, aku akan mengobati mu."

Aku masih mengobatinya dengan cara yang tadi. "Awww" ringisnya. "Tenang lah, ini hanya luka biasa." Jawab ku jutek. "Kau semakin cantik kalau sedang seperti ini." Mendengar pujian itu aku hanya diam, tidak bersuara sama sekali. "Kau di sekolah mengikuti jurusan IPS?" Taehyung. "Ne" jawab ku singkat. "Kenapa kau tidak mengikuti jurusan IPA saja. Kau sangat lihai dalam hal mengobati seperti ini. Bisa saja setelah kau lulus kau bisa seperti paman kau sekarang yang sudah jadi dokter hebat." Pujinya. "Kau tau dari mana paman ku seorang dokter?." Aku berhenti mengobatinya. "Jelas aku tau, paman kau itu dokter pribadi ku. Paman kau sering bercerita tentang kau." Ternyata paman adalah dokter pribadinya.
"Aniyooo, ajeossi. Kau sangat durhaka kepada ponakan mu ini. Beraninya sekali kau membicarakan ku di belakang pada namja seperti ini." Batin ku.

Bersambung!!!

I Love You Oppa ( TAMAT)Where stories live. Discover now