9. Kepergian Lian

161 14 3
                                    

Tinggal satu kilo meter lagi, Lian akan segera sampai. Ia menyeberangi jalan, tak terlalu banyak mobil yang berlalu lalang, dengan mudah bisa sampai di sisi lain jalanan besar ini.

Mendadak Lian berhenti, menengok ke jalan yang baru saja di seberanginya. Tadi ia tak melihat ada siapapun di sana, sekarang ia melihat seorang gadis kecil bergaun putih berjongkok di tengah jalan.

Lian melihat ke kedua sisi jalan raya, memang tak banyak mobil yang melintas di jalan ini saat larut malam, namun anak itu tetap saja tak seharusnya bermain di tengah jalan. Lagi pula gadis itu mungkin sudah seumur Sora, seharusnya ia tahu tak baik bermain tengah malam di tengah jalan. Namun kalau diingat-ingat ia tadi melihat Sora masih bermain di jembatan penyeberangan di tengah malam.

Menghela nafas, anak-anak seumur itu mungkin memang sedang hobi melanggar perintah. Lian pun kembali menyeberang, menghampiri anak berambut panjang berponi yang ternyata sedang menggambar diaspal jalanan dengan kapur itu.

"Hei, apa yang sedang kau lakukan? Jangan main ditengah jalan, ini bahaya," tegur Lian, gadis kecil ini mengangkat wajahnya. Melirik Lian malas-malasan lalu kembali berkutat dengan kapur ditangannya.

Mendengus kesal, "Di mana rumahmu? Kenapa kau main di jalanan seperti ini apa orang tuamu tahu?" oceh Lian menceramahi.

"Om!" Gadis kecil ini berseru tanpa mengangkat wajahnya. "Apa kau memiliki motor berwarna putih?"

"Ya?" sahut Lian bingung, kenapa anak ini tahu Lian memiliki motor putih. Lian menilik ke gambar dari kapur yang sedang dibuat gadis kecil ini di permukaan aspal. Gambar sebuah mobil dan motor, mungkin karena ia menggunakan kapur berwarna putih, sehingga motor yang di gambarnya berwarna putih, dan akhirnya ia menanyakan pada Lian apakah ia memiliki motor putih, papar logika Lian.

"Iya, aku memiliki motor putih," sahut Lian kemudian.

Masih sambil menunduk, gadis kecil ini kembali berkata. "Kalau begitu kau lebih baik pergi sekarang dan jangan menghiraukanku."

"Apa?" pekik Lian kembali dibuat bingung oleh gadis kecil ini. Lian bergeleng, tak mau ambil pusing dengan perkataan aneh anak ini. "Hei, kau lebih baik pulang, ini sudah sangat malam," bujuknya sekali lagi.

"Kau lebih baik jangan menghiraukanku," balasnya ketus, "Kalau kau tak mau celaka," sambungnya kemudian, membuat Lian mengerutkan dahi.

Mendapati usahanya sia-sia Lian memilih untuk membalikkan badannya dan pergi. Yang penting ia sudah mengingatkan, dan mungkin anak ini akan pulang sendiri ke rumahnya nanti. Sekarang yang harus ia lakukan adalah segera menemui Lili.

"Jangan menghiraukanku dan jangan menengok!" ujar anak kecil itu lagi, Lian menggedikkan kepalanya, benar-benar tak habis pikir kenapa anak itu selalu berkata aneh.

Sesaat kemudian ia mendengar suara mobil dari kejauhan semakin mendekat. Lian menengok ke arah mobil yang tampaknya berjalan tidak stabil, pengemudinya mungkin mabuk karena mobil dikemudikan dengan zig-zag. Di lihatnya ke gadis kecil tadi, anak itu sekarang berdiri menatap Lian.

"Hei!" teriak Lian, melihat ke arah mobil yang semakin mendekat lalu melihat ke anak itu lagi. "Hei minggir!" ia mengibas-ibaskan tangan kanannya. Menyuruh anak ini agar minggir dari tengah jalan.

Anak itu tetap terdiam tak bergerak, sementara mobil itu sudah semakin mendekat ke arahnya. "Hei!" teriak Lian panik, segera berlari mendatanginya. Mengulurkan tangannya untuk mengangkat tubuhnya dan membawanya ke pinggir jalan. tapi tak ada yang ia sentuh, jelas-jelas Lian sudah mengarahkan tangannya ketubuh gadis kecil ini, tapi tak ada yang bisa ia rasakan selain udara. Lian terbelalak, menatap gadis kecil berwajah pucat di hadapannya ini.

The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang