17. Merasa Bersalah

119 8 6
                                    

Tak yakin dengan apa yang akan dilakukannya, yang jelas Lili hanya mengikuti kata hati. Ia ingin menemui Leta, menanyakan hal yang ingin ia tanyakan sejak beberapa hari lalu. Dari yang pernah ia cari tahu diam-diam, tempat ini lah yang sering Leta datangi. Lili melirik ke jam tangan hijaunya, sudah hampir jam sebelas saat ia menginjakkan kakinya masuk ke tempat yang belum pernah ia singgahi ini.

Suara bising memekik telinga, lampu berpedaran mengiringinya. Bau asap rokok dan alkohol seakan berdatangan dari segala penjuru. Lili memanjangkan leher, menebar pandangan ke seluruh sisi untuk mencari bangku kosong. Ia mendapatkannya, sebuah bar chair kosong di depan bar table, ia segera melangkah ke sana, berdiri di kerumunan orang-orang seperti ini membuatnya kebingungan.

"Welcome," ucap seorang bartender sambil menaruhkan segelas bir welcome drink ke hadapannya hanya sesaat setelah ia duduk di bar chair.

Tak menggubris senyum manis si bartender dan minuman yang ada didepannya, Lili masih menggerakkan matanya kesana kemari. Mencari satu orang di tempat keramaian seperti ini benar-benar sulit, apa lagi dengan pencahayaan yang membuatnya pusing seperti ini.

Ia kemudian memandangi segelas bir yang ada di hadapannya. Seingatnya teman-temannya pernah berkata, bahwa jenis minuman seperti di depannya ini bukan dari golongan yang berkadar alkohol tinggi dan membuat cepat mabuk. Tapi karena segelas minuman ini, dua tahun lalu, di pesta ulang tahun teman sekelasnya, Lili pulang dalam keadaan mabuk. Saat itu untuk pertama kalinya Lian memarahinya dengan mata melotot karena Lian paling benci alkohol. Sejak saat itu Lili tak pernah meminum minuman seperti ini lagi.

"Satu lagi."

Suara ini, Lili menengok wanita di sebelahnya yang sedang memesan minuman pada bartender yang terlihat sudah akrab dengannya.

"Kakak." Panggil Lili dan wanita bergaun pendek ini langsung menengok padanya, wajah kaku dan rahang yang merapat menggambarkan kalau ia kaget melihat Lili di hadapannya.

"Lili apa yang kau lakukan di sini?" Nada suara Leta terdengar khawatir, namun kentara betul ia tak ingin mendekati Lili. Seperti balon yang takut mendekati jarum tajam.

"Kenapa? Kau tidak suka?" tersungging senyum sinis di sudut bibir Lili. Tanpa sadar tangannya mengangkat gelas minuman di hadapannya lalu menenggak isinya beberapa teguk.

Leta terlihat gusar, matanya tak berhenti bergerak ke segala arah. Ia menengok lagi ke Lili yang sekarang sedang terdiam setelah menenggak setengah gelas bir. Perlahan Leta pun bergerak menjauhi Lili.

"Mau kemana, Kak? Kenapa kau begitu takut melihat keberadaanku? Apa kau punya salah? Atau kau sedang melakukan hal yang salah?"

Leta berhenti melangkah tepat di belakang punggung Lili. Ia telapak tangannya mengepal dan bergetar panik.

"Kenapa? Apa yang ku katakan benar?" seru Lili tanpa menengok ke Leta yang tengah menatapnya dari belakang. "Kakak, ah tidak Nona Letta. Apa kau suka melakukan hal seperti ini? Kenapa kau melakukan hal seperti ini?"

Leta menggencangkan kepalan tangannya. Memejamkan matanya lalu melangkah pergi. Lili tertawa keras, tawa pedih diselingi kekecewaan. "Ada apa dengan orang itu?" ia kembali menenggak minuman di depannya, kali ini hingga isinya habis.

"Senang?" bentaknya pada gelas kosong di hadapannya, "kau senang seperti ini? Apa kau senang Kak Lian menyukaimu sehingga kau bisa berbuat semaumu?" teriaknya mulai kehilangan kendali.

Leo keluar dari mobilnya, ragu untuk terus melangkah maju, namun ia sudah terlanjur berada di ambang pintu. Di kejauhan ia melihat sebuah tangan melambai ke arahnya, tak lain adalah tangan Thomas yang dengan cepat sudah mengetahui kedatangannya.

The StoryWhere stories live. Discover now