27. Karena Cinta

129 8 1
                                    


Risy beringsut mendekati Lian takut-takut. Dipandangannya tubuh Lian hilang timbul, mirip channel televisi yang salurannya kurang bagus. Di sampingnya, berbaring di kursi penumpang, tak bersuara sedikit pun. "K-Kak Lian? Kau baik-baik saja?"

Tak ada jawaban dari Lian yang seperti sedang tertidur, padahal tak seharusnya Lian yang adalah seorang ruh, jatuh tertidur. Ini pertanda buruk, keadaan Lian yang seperti ini adalah tanda-tanda bahwa ruh sudah tak bisa lagi bertahan di bumi, itu yang ia tahu, semenjak ia banyak melewati banyak pengalaman tentang ruh. Risy panik dan bingung. Kalau manusia, mungkin sekarang ia langsung membawa Lian ke rumah sakit terdekat, tapi Lian bukan manusia. "Apa yang harus aku lakukan?" mengigit bibir frustasi, tak tahu harus bagaimana.

Lian sendiri justru tak sadar kalau dirinya sedang dikhawatirkan. Ia hanya merasa lelah karena itu ia memejamkan matanya. Tapi kemudian ia tak mendengar apapun di sekelilngnya. Dan tiba-tiba melihat Alaia di depannya, berdiri tersenyum gembira. "Kak Lian!" Serunya sambil tersenyum. Berada di seberang jalan, beberapa meter dari tempat Lian berdiri memandangnya.

"Aku tak bisa mendekatimu karena aku takut dengan wanita itu," ucapnya berbisik, Lian mencerna kalimat tersebut dan langsung paham kalau yang dimaksud adalah Risy.

"Aku harus pergi sekarang. Waktuku telah habis." Kali ini senyum di wajahnya menghilang, "Kau masih punya waktu, aku mohon bantu aku. Maaf merepotkanmu, dan benar-benar, sangat, sungguh, terima kasih. Aku harap kita bisa bertemu lagi." Ia tersenyum lagi, membalikkan badan lalu berjalan pergi. "Berjuanglah Kak Lian!" Kalimat terakhir terdengar begitu Alaia sudah tak terlihat sama sekali.

Begitu membuka mata keadaan berbeda seratus persen, tak ada Alaia, yang ada Risy yang memandang wajahnya dari dekat, dan ia sedang berada di dalam mobil, bukan berdiri di tengah jalan. "Kakak kau baik-baik saja?" tanya Risy lagi.

Lian mengangguk, mengerjap bingung, saat itu juga Risy nalar bahwa Lian sendiri tak tahu kalau dirinya baru saja terancam menghilang, atau apapun itu. Risy tak bisa menemukan kalimat untuk menjabarkannya.

"Kenapa?" Lian mengangkat tubuhnya dan duduk lebih tegak.

"Tidak." Geleng Risy, menyembunyikan keadaan. "Ah, tadi Lili meneleponku!" Serunya kemudian. "Ia bilang besok ia akan pindah tinggal di rumahku untuk sementara."

"Ah. Itu bagus." Lian terus mengingat perkataan Alaia yang muncul di hadapannya tadi, ia tahu itu bukan delusi dan Alaia benar-benar pergi untuk selama-lamanya, saat ini semua hal terasa sangat jelas dan mudah dipahami, jauh dari sebelumnya. Waktunya pun akan segera tiba, dan ia harus menyelesaikan urusannya yang hampir tuntas. Seperti pemintaan Alaia, membahagiakan Leo. Lian tahu, yang ia perlu lakukan hanya membahagiakan Lili. Karena tanpa sadar keduanya memang sudah terikat.

Lian memandang keluar jendela mobil, "Mereka sedang bersama sekarang," ucapnya dalam hati.

***

Leo mulai merasa gusar ketika jalan yang dilalui semakin dikenalnya, meski sudah sejak lama tak datang ke daerah ini, Leo masih ingat betul tempat tinggal siapa ini. Dan ketika Lili minta berhenti di depan salah satu rumah –ketika Leo sangat berharap pikirannya salah– Leo merasa ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana bisa Lili tinggal di rumah Indi?

"Terima kasih." Lili sedikit menundukkan kepala lalu membuka pintu mobil dan keluar. Leo yang sempat terdiam seribu bahasa dengan pandangan menerawang heran, akhirnya bergerak membuka pintu di sampingnya juga dan keluar.

"Lili!" Panggil Leo menyusul langkah Lili yang hendak membuka pintu pagar. Ia melirik ke kaki Lili, memastikan Lili sudah bisa berjalan dengan normal.

"Ya, ada apa?"

The StoryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant