24. Rahasia

105 8 0
                                    


Memasuki parkiran gedung XY Entertaiment, Leo tak langsung keluar dari mobilnya setelah mesinnya dimatikan. Ia terdiam, matanya menatap kosong lurus ke depan. Leo tak tahu kenapa, tapi yang jelas saat ia menaruh tangannya di atas dada seperti saat ini. Ia merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, mungkin hanya perasaannya saja, tapi entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang meletup-letup di dalam hatinya. Pertama kalinya dalam hidupnya, sejak sekian lama tak punya semangat dalam hidup, ia kembali bergerak untuk melakukan sesuatu.

Jelas, ia sudah tahu ke gusaran dan mimpi-mimpi aneh yang dia alami bukan berasal dari obat 'palsu' yang ia minum. Karena sudah beberapa hari ia tak meminum obat itu dan tiap malam ia masih bermimpi aneh yang membuatnya semakin terbiasa, dan seakan tak bisa memisahkan mana dunia nyata dan mimpi. Karena wanita itu hadir di keduanya.

Sudah sejak lama juga, semenjak ia tak pernah memikirkan orang lain sekali pun. Sekarang bayangan Lili selalu muncul di otaknya. Dan di setiap langkahnya ia selalu bertanya mengapa hal seperti ini bisa terjadi, ia penasaran, dan semangat yang memercik membuatnya terdorong untung mencari jawabannya.

Risy sedang menunggu Leo keluar dari mobilnya, ia berada di dalam mobil sewaannya yang di parkir tak terlalu jauh dari mobil Leo. mobil yang sengaja disewanya untuk megantar kemana pun Lian mau. Sekarang keduanya fokus mengawasi Leo dalam diam, entah sejak kapan berubah menjadi mata-mata.

Ponsel di dalam tasnya bergetar, Risy menarik pandangannya dari mobil Leo ke layar ponselnya dan seketika matanya membesar melihat nama yang muncul. "Halo? Lili! kemana saja kau tak bisa ku hubungi?"

Mendengar seruan Risy, Lian pun melepaskan perhatiannya pada Leo dan memandangi Risy dengan seksama.

"Maaf," sahut Lili, ia menggaruk tengkuknya. "Apa kau sudah pulang?"

"Aku sudah pulang dari kemarin-kemarin! Aku mencarimu kemana-mana dan ponselmu tak bisa kuhubungi." Risy men-loadspeaker ponselnya, sesuai permintaan Lian, yang sekarang tengah terkesima mendengar suara Lili.

"Maaf."

"Apanya yang maaf?" protesnya, "Hei, di mana kau sekarang, aku perlu bertemu denganmu."

"Ah ya, kebetulan ada yang ingin ku sampaikan padamu. Bagaimana kalau kita bertemu di kedai kopi dekat kampus?"

Risy melirik Lian yang mengangguk-angguk, "Ya, baik aku ke sana sekarang."

Begitu percakapan di ponsel selesai dan Risy menaruh kembali ponselnya di tas, menatap Lian yang kini terdiam seakan ingin menyampaikan sesuatu.

"Risy," ucap Lian tanpa menatap wajah Risy, "Berjanjilah padaku akan satu hal. Jangan pernah ceritakan pada Lili tentang keadaanku yang seperti ini. Biarkan ia berpikir aku sudah pergi, hanya itu saja."

Tak tega melihat keadaan Lian, Risy hanya terdiam memandangi mobil Leo yang dari kejauhan tampak sudah tak berpenghuni. "Ayo kita temui Lili sekarang." Segera menyalakan lagi mesin mobilnya dan mengendarainya keluar dari parkiran gedung.

***

Lili menguncir rambutnya, merapihkan kemeja biru tua yang dikenakan dan keluar kamar. Di ruang tamu ada Indi yang sedang berjongkok di depan lemari kecil di pojok ruangan, tampak sedang membuka laci yang paling bawah. Ketika Lili melangkah lebih dekat, ia melihat sebuah bingkai foto tergeletak di lantai.

"Sedang apa Indi?"

Indi menengok, "Kau mengagetkanku!" Mengangkat tubuhnya berdiri. Tangannya menyembunyikan benda mirip kertas seukuran postcard. "Aku sedang melihat-lihat album foto lama.

The StoryWhere stories live. Discover now