15. Secara Tak Sengaja

135 13 0
                                    

Tak jelas kemana kakinya melangkah, kerena begitu keluar dari motel Lili kembali tak punya tempat untuk dituju. Seandainya Risy ada di Jakarta ia pasti sudah mendatangi rumahnya dari kemarin. Risy masih di Korea, dan ponselnya tak bisa dihubungi.

Lagi-lagi harus menjinjing beberapa tasnya di depan umum, membuat banyak mata menatapnya sepanjang jalan yang ia lewati. Ia tak punya tempat tinggal, tak punya keluarga, ia pun tak punya teman dekat. Tanpa Lian, semuanya benar-benar terasa sepi. "Kakak, Aku rindu," gumamnya sambil menunduk, menunggu lampu penyebrangan berubah menjadi hijau.

Wajahnya memucat, di sekitar matanya ada lingkaran hitam. Ia lapar dan lelah, tak bisa fokus dengan pandangan matanya. Sampai saat lampu penyebrangan menyalakan gambar seseorang melangkah dan berwarna hijau pun ia tak menyadarinya. Ia baru mengangkat wajahnya lagi ketika seorang wanita di belakangnya lewat dan menyenggol bahunya cukup kencang, badan Lili terdorong maju.

"Ah, maaf!" seru wanita muda dengan bertubuh kurus tinggi itu sambil membungukkan badannya. Lili balas menunduk sedikit sambil memegangi bahunya yang tadi tersenggol. Wanita ber t-shirt gombrong selutut itu sekarang sudah berlari menyeberangi zebra cross.

Lili melihat sebuah dompet hitam di permukaan jalan, tepat di sebelah tasnya yang terlepas dari tangannya karena bahunya tersenggol. Ia menengok kekanan kiri dan tak ada siapa pun. Lili menarik pandangannya lagi dan mengangkat tasnya, bersikap seolah tak melihat apapun. Tapi begitu hendak melangkah, lampu penyebrangan sudah kembali berwarna merah, kendaraan kembali berlalu-lalang di depannya. Menghela nafas, Lili kembali berdiri tegak sambil memegangi tas dengan kedua tangannya.

"Permisi, Nona! Ini, dompetmu terjatuh." Pria berkaca mata dengan setelan jas rapih –yang entah sejak kapan ada di sampingnya– mengulurkan dompet hitam ke arahnya.

Lili mengulurkan tangannya ragu-ragu. "Ini bukan..." belum sempat Lili menyelesaikan kalimatnya, pria rapih tadi langsung pergi menyebrangi jalan. Lili baru sadar lampu sudah berwarna hijau, buru-buru menyeberang jalan sebelum kembali menjadi merah. Tanpa sadar terus menggenggam dompet itu di tangannya.

Sesampainya di seberang jalan Lili memilih berhenti sejenak untuk membuka dompet asing di tangannya. Begitu terbuka langsung terlihat foto seorang wanita muda dan seorang pria. Lili coba menginggat-ingat wajah si wanita, sepertinya ia pernah melihat wajah tirus berlesung pipi ini.

"Ah benar!" serunya begitu ingat, wanita di foto ini sama dengan wanita menyenggol bahunya beberapa waktu tadi.

Lili menilik kebagian lain di dalam dompet dan menemukan beberapa kartu nama yang sama. Lili rasa ini kartu nama si pemilik dompet. Ia langsung mengengok ke sekeliling, tak ada kantor atau pos polisi di dekat-dekat sini. Ia kembali melihat ke arah kartu nama di tangannya. "Alamatnya tak jauh dari sini," ucap Lili, terdiam berpikir.

***

Di depan pagar rumah, Lian mengamati mobil Leo yang pergi menjauh. Nampaknya Leo tak menyadari apapun, beda dengan Lian yang sedang kebingungan, mengapa dirinya bisa masuk ke dalam tubuh Leo dan tak mengingat apapun lagi yang terjadi kemudian.

Dahi Lian berkerut ketika melihat seorang anak kecil yang berdiri di seberangnya, melambai-lambaikan tangan ke arah mobil Leo yang semakin menjauh. Gadis kecil berponi itu menengok kearahnya, mulutnya terlihat membulat seperti sedang mengatakan, "Oh?" lalu kembali terlihat melambaikan tangannya, kali ini ke arah Lian. "Kak Lian!" seru anak ini, seketika Lian membelalak.

Lian merasa telinganya berdengung kencang. "Argh!" teriaknya menahan sakit yang tiba-tiba mendera bagian kepalanya, ia jatuh berjongkok dan menutup kedua telinganya dengan kedua tangan. Memejamkan matanya lekat, menahan sakit yang entah asalnya dari mana.

The StoryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora