26. Hal yang Sebenarnya

110 10 0
                                    


Tidak mengerti mengapa ia dan Lian malah membuntuti Thomas. Yang jelas sejak mereka mendengar pembicaraan beberapa karyawan wanita bahwa, pria yang sekarang tengah memakai celana pendek dengan setelan jas itu adalah teman Leo. Risy memutuskan untuk mengawasinya, terlebih tadi Thomas bertanya pada seseorang di gedung XY entertainment ini tentang ruang trainee dan tentang keberadaan Lili. Risy memaksa Lian menuruti arahannya untuk mengikuti Thomas.

Ekspresi wajah Thomas kini tak jauh berbeda dengan Lian. Terlihat kecewa karena tak bisa menemukan Lili. Risy menengok ke arah Lian yang sejak tadi pagi begitu dijemput di depan rumah Leo terlihat lemas dan selalu diam. "Kita harus ke mana sekarang? Mungkinkah Lili sudah menemui Kak Leta untuk mencari jawabannya?"

"Aku rasa, tak ada salahnya kalau kita mendatangi rumah ibu kandung mereka untuk mencari tahu."

"Kakak masih ingat di mana rumahnya?" tanya Risy dan Lian mengangguk yakin.

Sementara Risy dan Lian keluar gedung dan pergi ke tujuan mereka, Thomas mengarahkan mobilnya ke rumah Indi. Berharap ada Lili di sana.

***

Sesampainya di rumah Indi, Thomas harus sekali lagi mengigit jari kecewa. "Dia belum pulang sejak pagi. Aku kebetulan tak ada schedule hari ini, masuk lah dulu ku buatkan teh jahe." ajak Indi di depan pintu rumahnya. Thomas pun merasa minum teh dulu tak ada salahnya.

Duduk di sofa yang kemarin baru Lili dan Indi bersihkan, Thomas memandang ke macaroon ungu di atas piring kecil yang Indi letakkan di meja di hadapannya. Secangkir teh jahe yang harum pun diletakkan kemudian.

Indi duduk di sofa yang satunya, "Kenapa kau mencari Lili siang-siang begini? Jangan bilang kau menyukainya," canda Leta.

"Ya," sahut Thomas. "Kali ini aku serius. Jangan sampai Leo menggangguku lagi!" Celotehnya begitu saja, tak ingat kalau ada Indi di hadapannya.

Dahi Indi berkerut, "Leo? Mengganggumu? Lagi? Maksudnya?"

Thomas terdiam sejenak, seakan tengah memikirkan sesuatu. Wajah humorisnya kini berubah serius, "Kau tahu?" tatapnya tajam. "Bahwa aku pernah menyukaimu?"

"Apa? Jangan bercanda!" pekik Indi.

Tak menggubris ketidakpercayaan Indi, "Dan kau tahu kenapa aku tak berusaha padamu?" Thomas terus berbicara tanpa memikirkan Indi yang kebingungan. "Karena Leo menyukaimu." Entah apa yang mendorongnya untuk mengatakan hal ini sekarang.

Mungkin kalau sekarang sedang hujan besar Indi akan berpikir dirinya baru saja tersambar petir. "L-Leo menyukaiku?" tanyanya gagap.

Thomas mengangguk dan Indi terlihat seperti orang bodoh yang linglung. Selama ini ia selalu menyembunyikan perasaannya pada Leo yang mulai ada sejak mereka baru saling mengenal, menutupinya dengan berkata menyukai orang lain dan menjalin hubungan dengan orang lain. Karena Leo tak pernah menunjukkan bahwa di matanya, Indi lebih dari sekedar sahabat. Hingga akhirnya ia menyerah, belajar memberikan hatinya pada orang lain dan siap melangkah ke pelaminan. Thomas bilang Leo menyukainya?

***

Air mata menetes di pipinya ketika mata nanarnya berkedip, di hadapannya ada seorang wanita tua yang menggerakkan tangan, memanggilnya dengan cara seperti ini, karena terlalu lemah untuk bicara. Berbaring di kasur tipis di samping tembok yang warna catnya sudah pudar. Lili tak mampu berkata apapun, tangannya gemetar.

Di samping tempat tidur, Leta duduk berlutut. Mengenadahkan wajahnya menatap Lili. "Ini alasanku. Melakukan hal yang selama ini membuatmu membenciku. Karena aku tak punya cukup uang untuk menyembuhkannya."

The StoryWhere stories live. Discover now