Prolog

3.8K 170 115
                                    

Sampai lumutan pun nggak bakal ada yang comment 'next'. Udah ah! Ane posting aja duluan.

Happy reading, Guys n Girls...

Minta vote n commentnya yah.....

____________________________________________________________


Aku harap, tidak akan pernah ada lelaki yang membantuku.


Sae berjalan menyusuri sebuah gang sempit tanpa lampu. Sebenarnya, ada banyak lampu di gang itu. Namun, banyak yang sudah mati ataupun kurang terang cahayanya karena kurang terawat. Sae terus saja merutuki tugas sekolah yang sangat menumpuk sehingga membuatnya pulang malam seperti sekarang. Langkah kakinya terus dia percepat. Takut bila terjadi apa-apa pada dirinya. Oh! Bukan! Tentu saja bukan karena Sae takut dengan hantu dan sejenisnya. Dia takut bila ada penjahat yang berkeliaran. Ditambah lagi itu adalah gang sempit yang tidak terlalu diperhatikan jika polisi sedang berpatroli.

Tiba-tiba, Sae berhenti. Lalu membalikkan tubuhnya. Matanya menyipit menelanjangi gang gelap yang tadi dilewatinya. Jantungnya berdegup lebih kencang. Entah mengapa, dia merasa ada yang membuntutinya. Namun, saat dia menoleh, tidak ada siapa-siapa. Hanya ada dirinya....

... Dan dua tembok yang saling sejajar.

Sae mengerutkan keningnya. Berbalik badan dan melanjutkan perjalanan pulangnya. Kali ini, dia semakin mempercepat langkahnya. Dia juga sempat menoleh ke belakang. Namun, tetap tidak ada siapa-siapa disana. Karena jantungnya semakin berpacu, Sae mulai berlari kecil.

"Aaa!!!"

Sae tersentak dan terjatuh ke belakang. Dia terkejut setengah mati. Tanpa dia sadari, ada segerombolan preman di depannya. Dan, semuanya terlihat.... menyeramkan. Ada satu orang bertubuh kekar dan dua orang lainnya bertubuh sedang. Sae hanya bisa menatap mereka satu per satu sambil memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya.

"Serahkan semua isi tasmu!" gertak si bertubuh sedang satu.

Sontak, nyali Sae menciut. "Tt... tapi... tapi..."

"Haahhh!!! Nggak usah tapi-tapian. Cepat serahkan tasmu!" ucap si bertubuh sedang dua.

"Di dalam tas ini ada dokumen penting tugas sekolah." elak Sae.

Si bertubuh kekar menggeram. "Lalu, apa urusannya dengan kami? CEPAT SERAHKAN!"


Sae terenyak. Tubuhnya bergetar hebat seketika. Ketakutan kini menyelimutinya. Keringat dingin mulai membelai pelipisnya, lembut. Otaknya terus memikirkan bagaimana caranya membebaskan diri dari preman-preman di depannya. Namun, tidak ada ide sama sekali. Dirinya tidak ahli dalam seni bela diri. Jangankan bela diri. Bahkan Sae payah dalam olah raga. Sebaliknya. Dirinya adalah gadis paling rapuh. Namun, dia bisa saja menutupi kerapuhannya itu dengan selalu ceria dan tersenyum.

"Bagaimana jika... " Sae bahkan tidak bisa berkata dengan normal saking gugupnya. "Bagaimana... jika saya... me... memindahkan dokumen itu terlebih dahulu? Dan... dan setelah itu, ka... kalian bisa mengambilnya." Oh, Tuhan. Lindungi hamba!

Para preman itu saling berpandangan.

Sae terkekeh. "Hehe... Dan, karena dokumen pentingnya banyak, jadi...." Sae terdiam. Lalu menelan ludah. ".... untuk menyalinnya membutuhkan waktu lama. Ka... kalian... bisa memalak saya lagi besok!"

Jika ini adalah anime, pasti para preman itu memandang Sae dengan muka datar, ada garis-garis lurus di dahi, dan ada gambar setitik peluh yang sangat besar di samping kepala. Namun, ini dunia nyata. Semua itu tidak akan pernah terjadi. Para preman itu malah saling bertatapan, lalu menatap Sae dengan wajah penuh murka.

Gomen ne, Summer [Beginner]Where stories live. Discover now