Part 21 ~ Tuan Makoto[2]

649 48 13
                                    



Ceklik!

Tiba-tiba ruangan itu terang benderang. Membuat pandangan Sae kabur karena matanya belum bisa beradaptasi. Dirinya sempat terkejut. Tapi, Sae tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Badannya pun terlihat lemas dan tidak bisa duduk dengan tegak.

"HENTIKAN, OTOU-SAN!"

Sae menyunggingkan senyum. Fuji-kun? Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia juga tengah heran. Dia menatap Fuji dalam matanya yang nampak lelah. Bukankah itu Fuji-kun? Kenapa dia bisa ada di sini?

Sae bisa merasakan pria di depannya tengah dilanda kebingungan, sama seperti dirinya.

"Fuji? Kenapa kau bisa ada di sini?"

Pria yang mengelilingi Sae tadi terlihat melangkah mundur. Wajah mereka terlihat sedikit memucat mengetahui keberadaan Fuji di ruang itu. Membuat Sae bingung. Mereka takut dengan Fuji? Tapi, kenapa?

"Itu tidak penting, otou-san." Fuji mendengus kesal. "Yang terpenting sekarang, apa yang otou-san lakukan?"

Makoto menyengir. "Apa kau tidak tau bahwa dia seorang mata-mata?"

"Tidak usah sok tau, otou-san!" Fuji memandang otou-sannya, tajam. "Dia temanku di sekolah."

"Justru itu. Karena dia temanmu dan yang berpotensi dekat denganmu, bukankah dia itu bisa saja seorang mata-mata?"

"Otou-san!" Fuji terdengar sangat marah.

Fuji berjalan mendekat ke pria bernama Makoto itu. Membuat hidung Sae bisa mencium dengan jelas bau parfum cowok itu. Sae menyunggingkan senyum. Tubuhnya sudah terasa sangat lemas. Kepalanya pusing. Sesaat kemudian,

Semua gelap.

***

Bau khas rumah sakit menyentakkan penciuman Sae. Organ-organ tubuhnya yang lain juga ikut bekerja. Membuat dirinya mulai tersadar dan membuka mata.

Mata Sae terbuka perlahan. Mengerjap-ngerjap karena berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Dia berusaha menggerakkan anggota badannya. Namun, nyeri terasa menjalar di seluruh tubuh. Membuatnya bergumam tak jelas.

"Sae!"

Seseorang terdengar histeris melihat Sae siuman. Wanita itu langsung menghambur ke Sae. Matanya terlihat sembap.

"Panggil dokter! Cepat!"

Wanita itu menatap Sae dengan mata berbinar, senang. Mata Sae yang sudah mulai bisa beradaptasi itu mulai menangkap bayangan wanita di sampingnya. Bibirnya menyunggingkan senyum.

"Okaa-san," gumam Sae.

Seorang dokter memasuki ruangan dengan tergopoh-gopoh. Meraih stetoskop dan mulai memeriksa keadaan Sae. Wajahnya terlihat sangat serius saat mengangguk-anggukkan kepala. Entah apa yang ada di pikiran dokter itu sekarang.

"Dia sudah baik-baik saja. Hanya perlu istirahat beberapa hari."

Wanita di samping Sae mengangguk. "Baiklah! Terima kasih, dokter."

Dokter itu meninggalkan ruang. Membuat perhatian anita itu teralih lagi kepada Sae. Dia melemparkan senyum lega. Sae yang melihat okaa-san khawatir hanya bisa memegang lembut tangannya sambil berkata, "Sae baik-baik saja, okaa-san."

Sae menatap sekelilingnya dengan heran. Sejak kapan dia pergi ke rumah sakit? Bagaimana bisa dia berteleportasi ke rumah sakit? Bukankah tadi dia...

Ah! Sae teringat sesuatu. Bukankah beberapa saat yang lalu dia,

"Okaa-san?"

Wanita di sampingnya menaikkan alis. "Iya?"

"Bagaimana bisa Sae ada di sini?"

Okaa-san terdiam sejenak. "Okaa-san juga tidak tau. Tadi tiba-tiba okaa-san ditelepon pihak rumah sakit bahwa kamu dirawat di sini. Okaa-san langsung saja menuju rumah sakit."

Kening Sae berkerut. "Okaa-san tidak bertanya kepada pihak rumah sakit, siapa yang menolongku?"

"Tentu sudah, sayang. Tapi mereka bilang bahwa orang yang menolongmu ingin identitasnya dirahasiakan."

Sae bungkam. Mulai memikirkan apa yang terjadi pada dirinya siang tadi.

Sae yakin. Orang yang membawanya ke tempat ini adalah Fuji. Dialah yang muncul untuk membantunya saat itu. Pasti dia juga yang membawanya kemari. Dan, jika Fuji saja merahasiakan identitasnya, itu berarti Sae juga harus merahasiakan apa yang telah terjadi padanya. Sae cukup tau diri akan hal itu.

"Sae?"

Sae tersentak. Menoleh dan mendapati okaa-san tengah menatapnya dengan pandangan ingin tau. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Ceritakan pada ibu!"

Sae terdiam. Berpura-pura mengingat. "Sae lupa, okaa-san. Mungkin Sae terjatuh saat pulang sekolah?"

Sae menarik senyum simpul. Okaa-san hanya bisa terdiam. Tidak percaya akan apa yang diucapkan putrinya itu.

____________________________________________

Nas sangat menerima kripik pedas apalagi martabak, lho *plak
Oke lupakan! Ada yang mau ngritik? Kurang panjang? Ngebosenin? utarakan aja! Demi kalian, apa sih yang enggak *senyum manis

Ditunggu komentarnya


Gomen ne, Summer [Beginner]Where stories live. Discover now