EMPAT PULUH LIMA : Tears

193K 16.3K 1.8K
                                    

"Don't cry," bisik Samudra lagi. Tetapi ia segera mengerang kesakitan ketika kepalanya terasa sangat pusing, matanya juga menjadi sensitif ketika membuka dan melihat cahaya lampu yang dirasa terlalu silau baginya.

Ia juga merasa kebingungan sesaat, dan dadanya terasa sesak. Menambah kesakitannya hingga ia mengerang lebih keras

Lalisa yang tadinya menunduk kemudian mendongak, mendapati Samudra yang tengah menutup matanya menahan sakit yang ia rasakan.

"Sam..." Lalisa berdiri, menatap Samudra dengan pandangan bersyukur sekaligus khawatir. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Sam, kamu bisa liat aku kan?" Samudra membuka sebelah matanya meskipun terasa perih, telinganya juga terasa berdengung.

"Lalis, kamu kenapa nangis?" Lalis mengusap air matanya kasar, meskipun dalam hatinya ingin sekali menimpuk Samudra dengan sepatu.

Tentu saja ia menangis karena mengkhawatirkan cowok yang kini sedang mengaduh kesakitan itu. Bagaimana kalau tadi Samudra tidak bangun? Segala kemungkinan yang tadinya ada di otaknya segera ia buang jauh-jauh.

"Kamu kenapa gini sih Sam? Bikin aku khawatir tau nggak?" jawab Lalisa tetap sesenggukan.

Samudra meringis sebentar. "Aku nggak maksud ... ukhuk."

Lalisa menelan salivanya kasar ketika mendengar suara batuk Samudra yang sangat memprihatinkan, bahkan ia baru menyadari bahwa napas Samudra berbunyi.

"Sam ... aku panggilin dokter dulu." Lalisa mengurungkan niatnya itu ketika suara memelas Samudra kembali terdengar. "Jangan Lis."

"Sam please, aku nggak tega ngeliat kamu kayak gini."

Samudra tersenyum terpaksa. "Aku bingung Lis, nggak tau kenapa. Aku juga capek." Lalisa menggelengkan kepalanya cepat.

"Kamu nggak boleh ngomong gitu, tunggu sebentar ya." Lalisa keluar dari ruangan itu, yang langsung menarik perhatian semua teman-temannya.

"Gimana Lis?"

"Samudra udah sadar belum?"

"Lo nyari siapa?"

"Dokter mana dokter?" tanya Lalisa panik.

Teman-teman Lalisa mematung sebentar, tetapi Johan akhirnya bersuara. "Bentar, gue cariin."

"Tolong cepet kak," balas Lalisa yang mencoba menahan tangisnya agar tidak jatuh.

"Samudra gimana Lis?"

"Dia ngerasa pusing terus sesak." Ucapan Lalisa terpotong ketika mereka mendengar suara seperti orang yang muntah, ia segera masuk dan mendapati Samudra yang terkulai lemas dengan mata tertutup.

"Sam..." Lalisa menangis sekeras-kerasnya dan segera menoleh ketika dokter masuk dengan wajah yang merengut.

Tetapi yang membuat Lalisa heran adalah bukan hanya satu orang dokter yang masuk, tetapi ada juga dua dokter dan dua suster yang masuk ke dalam ruangan itu.

"Maaf, tapi sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Lalisa dengan air mata yang tak berhenti bercucuran.

"Kami akan memeriksa pasien sekali lagi," jawabnya cepat. Mereka kemudian mencoba memindahkan tubuh Samudra.

"Kenapa?"

"Kami hanya takut, terjadi penggumpalan darah akibat trauma kepala atau pukulan benda keras di kepalanya."

Lalisa mematung seketika, apa ia tadi ia tidak salah dengar? Ia sangat berharap bahwa dokter di hadapannya ini sedang bercanda.

"Anda berbohong kan?" Dokter menggeleng cepat. "Tentu saja tidak, kami mengatakan yang sebenarnya."

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now