EMPAT PULUH ENAM : Afraid

186K 17.6K 1.4K
                                    

Lalisa mendesah entah untuk yang kesekian kalinya. Ia bingung, apakah ia harus pulang atau tetap menunggu di sini. Karena saat itu sudah hampir pukul setengah delapan malam.

Teman-temannya sudah pulang, tinggal ia, Rosa dan beberapa teman Samudra yang masih setia menunggu di rumah sakit. Menunggu kabar Samudra yang masih diperiksa oleh dokter. Sedari tadi Lalisa mengeluh, proses pemeriksaan Samudra lama sekali.

Akhirnya ia memutuskan untuk menelepon ibunya terlebih dahulu.

"Lalis kamu di mana? Kok belum pulang? Ini udah malem loh." Suara melengking di seberang segera terdengar ketika telepon diangkat.

"Lalis di rumah sakit ma."

"Kamu ngapain di rumah sakit? Siapa yang sakit?" Lalisa merasa bibirnya kelu sebentar, lalu menjawab dengan suara yang bergetar. "Yang sakit Samudra ma."

"Loh kok bisa?"

Lalisa menarik napasnya dalam-dalam sebelum menjawab, takut air matanya malah menetes lagi. "Tadi dia digebukin."

"Sekarang kamu masih di sana?"

"Iya ma."

"Kalo gitu mama jemput ya, sekalian mau tau gimana keadaan Samudra."

"Tapi ma..."

"Kamu harus pulang Lalis."

"I ... iya ma."

Lalisa mendongak ketika telepon diputus, lalu dieratkannya jaket yang baru tadi ia pakai. Mencoba merasakan kehangatan yang diharapkannya bisa menentramkan hati akibat perasaan khawatir mengenai Samudra. Tetapi hasilnya nihil.

Pikirannya melayang mengenai kemungkinan yang akan terjadi akibat benturan di kepala. Gegar otak, itulah yang paling dikhawatirkan Lalisa. Jika iya pun ia berharap bahwa hanya memasuki level yang ringan, jangan sampai sedang bahkan berat yang bisa saja membuat Samudra hilang ingatan, ataupun kemungkinan terburuk yang Lalisa pikirkan. Yaitu koma.

Selama menunggu tadi ia terus mencari informasi mengenai benturan di kepala di internet. Dan sialnya, di samping ia mengetahui beberapa fakta yang akan terjadi rasa takutnya juga semakin besar. Ia tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan Samudra. Tidak, ia tidak akan pernah menerima itu.

"Lis, lo mau di sini sampe kapan?" Lalisa menoleh dan mendapati Rosa yang kini sedang menatapnya sembari memakan mienya.

"Mama gue mau jemput, tapi gue belum mau pulang," jawab Lalisa dengan pandangan kosong.

"Lis, lo jangan muram kayak gitu ya? Sumpah gue nggak tega kalo liat lo kayak gini, lo nya yang kuat. Seenggaknya buat Samudra," sahur Rosa dengan senyuman menenangkan di wajahnya.

"Susah Ros, gue nggak pernah sekhawatir ini dalam hidup gue. Karena kemungkinannya terlalu banyak, dan itu yang bikin gue takut." Suara Lalisa bergetar, ia menunduk dan mengusap wajahnya pelan.

"Lo sendiri kapan mau pulang?" tanya Lalisa beberapa saat kemudian, Rosa yang baru meminum airnya segera mengerutkan dahi. "Kalo lo pulang ya gue juga pulang."

Lalisa hanya bisa mengangguk menanggapi itu.

"Eh Lis, kita duluan ya," ucap June, diikuti Mingyu dan Oldan.

"Iya kak."

"Nggak papa nih?"

"Nggak kak gak papa."

"Ros kamu kapan pulangnya? Ini udah malem loh." Lalisa menatap Rosa dan June dengan pandangan sedikit iri.

"Nanti aja kalo Lalis balik, kamu pulang aja sana." June mengusap tengkuknya sebentar. "Kalo gitu aku bareng sama kamu aja."

My Possessive Bad Boy (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now