33. Sisi Lain Candra

4.9K 552 406
                                    

Jakarta, tujuh tahun silam.

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa waktu yang lalu. Candra memilih menghabiskan waktu istirahatnya di koridor belakang perpustakaan yang sepi. Ia lebih menyukai sendirian dan kesunyian. Karena jika dia sedang sendiri, dirinya tak akan pernah tersakiti.

Candra membuka tempat makan yang ia bawa. Hari ini mbok Yem membawakannya bekal nasi goreng-- makanan favoritnya setelah roti isi selai stroberi--sebagai hadiah ia kembali ke rumah dan bisa tinggal bersama Mbok Yem. Candra tentu bersemangat karena bisa keluar dari sarang nenek sihir yang menyiksanya itu. Ingin ia mengadu pada Mama dan Papa betapa sakitnya seluruh badan, namun tak akan pernah bisa karena Mama dan Papa pasti sangat sibuk untuk mendengarkan curhatan anak mereka. Candra mulai memakan bekalnya dengan lahap. Nasi goreng dan Roti isi selai stroberi adalah makanan favoritnya karena Mama yang membuatkan. Jika bukan Mama yang membuatkan, nasi goreng ini rasanya tetap tidak enak.

Tak terasa air mata jatuh ke pipi bocah kecil itu. Mama... Papa... Andra kangen kalian... Rintihnya dalam hati. Namun, cepat-cepat ia usap air mata di pipinya. Ia tidak boleh cengeng! Papa pasti marah kalau Andra gak jadi laki-laki kuat! Mama pasti ikut sedih kalau Andra nangis. Bocah itu cepat-cepat memakan nasi gorengnya lagi. Menghalau segala kesedihan dalam hati. Hanya butuh waktu sampai Mama dan Papa bisa sayangi Andra seperti dulu lagi... Batin bocah itu menyemangati diri sendiri.

"Disini kamu rupanya, Candra!"

Gawat! Gogo datang! Candra jadi panik seketika. Jika temannya itu datang pasti mau menjahili dia lagi. Canda lihat Gogo sudah berdiri dengan memasang wajah songongnya seperti biasa. Teman-temannya yang lain ada di belakang.

"Ngapain kamu disini--tunggu! Kamu menangis?"

Buru-buru Candra mengusap bekas air matanya. Hal bodoh karena justru semakin membenarkan dugaan Gogo. Dan benar, setelahnya anak lelaki bertubuh tambun itu tertawa lebar sambil memegangi perutnya. Teman-teman Gogo yang lain ikut tertawa terbahak-bahak.

"HAHAHAHAHAHAHA Candra cengeng! Kamu pasti menangis karena kamu baru sadar kalau kamu tidak punya orang tua kan? Dan akhirnya dipungut sama pembantu hahahaha..."

Kalimat Gogo itu menyakiti hatinya. Candra menunduk dalam-dalam. Dua tangannya yang menahan wadah makan ikut mengepal kuat. Aku bukan anak pungut! Aku bukan anak pembantu! Aku anak Mama dan Papa! Tegasnya terus dalam hati.

"CANDRA ANAK PUNGUT CANDRA ANAK PUNGUT!" Teman-teman Gogo semakin memojokkan Candra dengan kalimat hinaan itu.

Candra tidak kuat lagi. Ia menangis. Berteriak sambil menangis melawan Gogo. "AKU BUKAN ANAK PUNGUT! AKU PUNYA MAMA SAMA PAPA!"

Gogo tertawa mengejek. Mencari-cari sesuatu disekitarnya yang bisa dijadikan senjata menjahili Candra. Dan tatapannya jatuh pada wadah makan yang ada di genggaman Candra. Lantas Gogo rebut wadah makan yang masih terisi penuh itu.

"Enaknya kita apain ya teman-teman si Candra ini?!" seru Gogo pada para pengikutnya.

"Terserah Gogo aja! Ayo buruan, Go! Sebelum ada Ibu Bapak Guru yang lewat!"

Kemudian ide cerdas muncul di kepala bocah SD itu. "Candra... Kamu kan biasanya gak bawa bekal? Karena kamu kan gak punya orang tua! Jadi ini nasi gorengnya aku buang aja ya!"

"JANGAAAN!" Candra hampir menjerit. Walaupun ia bilang tadi masakan Mbok Yem tidak enak tapi kata Mama kita tidak boleh membuang-buang makanan. Dan juga karena Mbok Yem satu-satunya hal yang membuatnya bisa merasakan kasih sayang. Nasi goreng ini adalah bentuk kasih sayang untuk dirinya.

THE NEW YOU [Completed]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora