2. Kenapa

136K 11K 251
                                    

"I watched from a distance as you made life your own, every sky was your own kind of blue. And I wanted to know how that would feel, and you made it so real."

Crazier - Taylor Swift

***

Ponsel yang ditaruh di meja bergetar untuk sepersekian detik, sebuah pesan pop up muncul di layar.

Semangat ngerjain tugasnya.

Ujung bibir Alta sedikit terangkat, membalas singkat pesan tersebut dengan terima kasih lalu meletakkan ponselnya lagi.

"Disuruh pulang lagi? Masih pagi, Al. Jangan pulang dulu, please, tugasnya aku masih banyak."

Alta tersenyum melihat temannya, Tari, yang memintanya untuk menemani mengerjakan tugas di perpustakaan kampus karena tugas kutipan untuk makalah tersebut harus diambil dari buku dan perpustakaan di kampusnya memiliki koleksi yang cukup lengkap jika hanya untuk referensi. Hari itu hanya ada satu mata kuliah pukul tujuh pagi dan di penghujung minggu pula, tadinya ada dua pilihan; entah tak datang atau datang tak mandi karena cuma akan tanda tangan saja, tapi Tari mengirim pesan minta ditemani mengerjakan tugasnya yang tidak mungkin dikerjakan esok hari, pasalnya sudah ada acara dengan keluarga untuk pergi berlibur ke luar kota sedangkan Minggu tari selalu ada kumpul keluarga sepulang dari gereja. Jadi, setelah merasa tanggung dan setelah berdebat dengan keinginannya untuk kembali berselimut, Alta memutuskan untuk mandi lalu datang.

"Bukan, bukan ibu," jawab Alta, lalu sibuk kembali dengan novelnya yang baru sampai di tengah jalan cerita.

"Terus siapa, pacar?" gurau Tari, yang jelas-jelas fokusnya sudah berpindah dari laptop ke Alta. Tadinya Alta akan mengacuhkannya, tapi dipandang seperti spesies binatang baru seperti itu mengganggunya. "Iya, udah sana kerjain lagi, biar cepet beres. Laper, belum sarapan."

Langsung terjadi perubahan sikap pada Tari, tapi bukannya kembali fokus ke laptopnya malah bertambah fokusnya ke perkataan Alta tadi. "Iya? Kamu punya pacar maksudnya?"

"Iya, nanti lagi ceritanya, ya ampun. Kerjain lagi sana."

Tampak mustahil kembali fokus ke bacaannya, Alta akhirnya menaruh buku tersebut kembali ke raknya sebelum duduk di tempatnya tadi. Tari terlihat kembali fokus ke tugasnya karena ketika kembali ke kursinya, ia tidak menunjukan gejala wartawan seperti sebelumnya. Belum beberapa detik duduk, ponsel Alta bergetar lagi, akhirnya profilnya diganti ke 'diam' agar tidak mengganggu Tari.

Pesan baru itu dari Erky, menanyakan apa ada jadwal siang ini karena ingin makan siang bersama selepas salat Jumat di masjid kampus. Setelah mengecek dompet dan untungnya ada cukup uang untuk membeli makan siang, Alta menjawab akan menunggu di masjid sekalian melaksanakan salat zuhur.

Sampai lupa tanya agamanya apa, main terima aja lamarannya, Alta tertawa kecil sambil menatap jari manis tangan kirinya. Cincin yang diberikan Erky berbenturan pelan dengan ponsel Alta.

"Siapa, sih?"

Alta mendongak, mengalihkan pandangan dari jarinya ke Tari yang sudah kembali menatapnya, kali ini seperti pelaku kriminal. "Pacar, ngajak makan siang."

"Kemarin bilang gak punya pacar."

"Emang kemarin belum punya."

Tari menyipitkan matanya, seakan tidak percaya yang baru saja dikatakan Alta. Kemarin itu Tari ingin mengenalkan Alta ke temannya, sedih melihat Alta seperti jomblo seumur hidup. "Jadi kemaren nolak karena udah ada gebetan?"

Sunshower ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang