21. Bakteri

69.2K 6.2K 76
                                    

"She said 'I remember loving you, all of the good shit and all the bad shit too. Yeah, I remember hating you, for all the right things you never tried to do'."

Suitcase - Matthew Koma

***

"Menurut kamu, cinta itu gimana?"

Alta mendongak dari piring nasi gorengnya, menatap temannya yang sedang patah hati habis-habisan tiga hari belakangan ini. Tari terlihat sedang melamun sambil meminum teh kemasan dingin. Gadis itu menyuap sesendok nasi sebelum menjawab pertanyaan Tari, "Cinta yang dari Jurusan Manajemen? Baik anaknya, waktu itu minjemin aku buku."

Teman Alta itu memutar bola matanya, "Cinta as in perasaan, bukan orang."

"Menyenangkan," jawab Alta singkat.

Bahu Tari merosot. "Menurut gue—" ia memulai, namun Alta mengangkat tangannya dan temannya diam seketika.

"Menyenangkan, kalau kamu lagi gak patah hati, kalau kamu gak lagi long distance relationship, kalau kamu lagi gak unrequitted love, kalau kamu lagi gak marahan sama pacar kamu atau ada masalah. Menyenangkan kalau hubungannya kaya jalan tol, bebas hambatan."

Cewek di seberang meja kini menatap Alta dengan tatapan menyelidik, kedua tangannya terlipat di di atas meja. "Gak ngerti, kamu yang paling sering diejek jomblo tapi sering ngasih saran ke yang pacaran, bener lagi sarannya. Terus tiba-tiba tunangan paling duluan."

"Kan, udah dibilangin, jangan reunian yang ada mantan kalau gak pergi bareng pacar, nginep lagi." Alta mendengus, diberi hadiah cubitan di tangannya oleh Tari. "Jangan ngalihin pembicaraan, kamu dulu pacaran sama siapa sampe bisa jago gitu?"

Sambil mengelus tangannya yang dicubit tadi, Alta memandang tajam si pelaku. "Itu, ya, pake logikanya aja. Kalau kamu di posisi cowoknya bakal suka apa enggak."

"Kalau ke Erky juga sama, kaya gitu?"

Mendengar nama cowok itu, Alta langsung tersenyum, mengingat tunangannya itu akan mengunjunginya ke Bandung setelah empat minggu hanya bertemu melalui video call. Rencananya akhir minggu ini, Erky akan datang ke Bandung, sekalian untuk mengurus perihal skripsinya yang sudah rampung. Mungkin hanya bertemu dosen pembimbing, lalu sisa akhir minggunya mereka habiskan berdua. "Kalau dia, kadang-kadang, susah ditebak."

"Enak, ya, yang masih pacaran." Tari mendesah dan Alta menepuk jidatnya sendiri; sedikit frustasi dengan kelakuan temannya itu. "Kamu gak putus kali, cuma marahan."

Teman Alta itu memutar bola matanya. "Kamu gak liat, sih, waktu marahnya pas tau aku beneran pergi."

Iseng, Alta menyentil nasi yang jatuh ke meja ke arah Tari dan ia langsung mengatai Alta jorok, setengah berteriak, sementara Alta hanya bisa terkekeh. "Itu, kamunya yang cari gara-gara. Kalau aku jadi Diga, udah aku samperin kamu ke Lembang."

"Ya, masa aku malem-malem disuruh pulang!"

Kini giliran Alta yang memutar bola matanya. "Diga, kan, lagi jagain neneknya, gak mungkin juga dia jemput kamu. Maksudnya nyuruh pulang itu 'awas aja kalau kamu sampe deket lagi sama mantan kamu lagi', bukan nyuruh maksain pulang. Dia juga sadar kali kamu gak mungkin balik sendirian tengah malem dari Lembang."

"Kan, dia yang salah karena gak ikut. Itu SMP aku sama Diga dulu, aku juga kangen sama temen-temen yang lain." Entah kenapa, sekarang jari Alta terasa gatal, ingin menyentil dahi Tari.

"Kalau cowok yang baik kaya pacar kamu bilang jangan deket-deket sama cowok lain karena cowok itu mungkin suka sama kamu, nurut aja. Kebanyakan kasus bener, ujungnya juga gak bener." Alta mengaitkan tas nya lalu berdiri sebelum melanjutkan, "Diga, tuh, baik, sabar, ganteng, udah. Minta maaf sana."

Sunshower ✔Where stories live. Discover now