24. Poin

59.2K 5.5K 163
                                    

"I delete before I send it and we can play pretend like we haven't reached the end yet."

The One - The Chainsmokers

***

Erky melihat Evan dari balik pagar, membiarkan cowok itu menghancurkan kaca mobil dan melampiaskan kekesalannya, kekecewaan, apapun itu. Erky hampir tahu rasanya, jika saja ia tidak membelokkan mobilnya ke depan kampus, ia tidak akan menemukan Alta yang hampir pingsan. Ia akan menemukan Alta yang sudah dibawa oleh Evan, dan Erky lah yang nantinya akan berada di posisi Evan, memecahkan kaca mobil.

Evan balik ke Indonesia, dia ngelamar Alta.

Jika ada kata yang tigkatannya lebih tinggi dari panik, itulah perasaan Erky sewaktu menerima pesan dari Rio itu. Memang agak mudah untuk menemukan informasi tentang mantan Alta itu jika dari Rio, banyak koneksi yang bisa digunakan untuk mencari tahu. Juga, mungkin, kebetulan, namun teman Rio adalah kakak kelas Alta sewaktu SMA dan juga teman Evan. Dunia memang sempit, apalagi jika hanya Bandung.

"Kalau lo udah ngegalaunya, gue mau ngomong," ujar Erky yang melihat Evan masih memandangi tangannya yang berdarah.

"Lo tunangannya Alta."

Erky tidak mengatakan apapun, juga tidak mengangguk. Perkataan Evan tadi bukanlah pertanyaan. "Masuk, orang tua gue lagi keluar."

Evan mengisyaratkan agar Erky masuk ke rumahnya lalu menyuruhnya duduk di ruang tamu. Erky melihat sekeliling dalam rumahnya, komplek standar dengan model biasa. Bisa dilihat bahwa keluarga Evan tidak terlalu kaya, dengan anaknya yang dapat kuliah di luar negeri dengan beasiswa ternyata bukan omong kosong teman Evan saja. Akselerasi ketika SMP dan SMA juga cukup sebagai bukti bahwa ia pintar, dan piagam penghargaan robotik internasional yang terpajang di dinding, mungkin seorang jenius. Beasiswa penuh ke Jerman di umur enam belas tahun pun sudah ditempuh oleh Evan.

Masa depan cerah dan orang pertama yang dicintai Alta, gadis itu membuang semuanya untuk Erky yang tak lebih dari anak orang kaya? Jika terus membandingkan kelebihan Evan dan kekurangan Erky, sedikitnya Erky yakin, ia akan mencopot sendiri cincin yang ia berikan pada Alta dan menggantikannya dengan cincin yang dibelikan Evan.

"Tau rumah gue dari mana?"

Erky mengalihkan pandangan dari beragam piagam dan piala yang dipajang di ruang tamu. "Gak susah kalau gue mau cari info, tinggal minta."

Cowok di seberangnya duduk, mengeluarkan rokok dengan tangannya yang penuh dengan plester, Evan seperti ragu untuk sesaat sebelum meletakkan ujung rokok di mulutnya. Setelah menyalakannya dan menawarkan rokok pada Erky, yang ditolak oleh Erky karena memang tidak merokok, ia tersenyum. "Poin satu buat lo, Alta gak suka cowok yang ngerokok."

"Minus satu buat gue, Alta gak suka gue cari info tentang dia tanpa sepengetahuannya." Erky tertawa miris, di pikirannya ia sudah minus seribu.

"Lo anaknya pak Rie, kan?" Erky sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. "Lo tau gue?"

"Jepang, dua tahun lalu, lo dateng ke kompetisi robot, kan? Pak Rie yang jadi sponsor nonton waktu presentasi. Gue juga baru inget lo foto bareng gue." Lalu Evan menunjuk ke salah satu foto yang ada di dinding, dan benar saja, di sana ada dirinya yang berdiri di samping ayahnya. Ia hampir tidak ingat, waktu itu Anna sedang sakit dan Rie berkata bahwa tiket yang sudah dibeli akan terbuang percuma. Akhirnya, Erky, dengan enggan, menemani Rie menggantikan ibunya karena ayah Erky tidak mau datang sendiri.

Erky tidak mengingat siapa saja peserta dari Indonesia yang ikut, karena menurut dirinya yang dua tahun lalu, nama-nama itu tidak penting. Berbeda dengan Erky sekarang yang merasa nama Evan akan tertancap seperti paku di kepalanya dan membuatnya sakit kepala. Seperti sekarang, ia mencubit tulang hidungnya karena mulai merasa pening. Cowok itu menarik napas panjang. "Lo tau Alta gak suka cowok yang ngerokok, tapi lo gak berhenti?"

Sunshower ✔Where stories live. Discover now