16,5. Sepatu

65.5K 7.8K 323
                                    

Alta duduk di atas tempat tidur Erky, melihat cowok di depannya menutup pintu kamar, yang entah tujuannya apa karena Rio dan Tari sedang berbelanja. "Jadi?"

Erky meletakkan jas nya dan ditaruh di samping Alta. "Bisa tutup matanya sebentar?" tanyanya sambil tersenyum, tidak menggubris pertanyaan Alta tadi. Alta menutup mata, menuruti permintaan Erky, yang entah kenapa membuat jantungnya berdegup kencang dan bibirnya tidak bisa berhenti membentuk busur.

"Jangan dibuka sampai aku suruh." Merasa sedikit kaget ketika jari Erky menyentuh tumitnya, sepertinya ia sedang melepas sepatu hak tinggi Alta.

Gadis itu tidak dapat menahan tawa, sangat tidak sabar, "Apaan, si-" perkataan Alta terpotong oleh tangan Erky yang meletakkan sesuatu di kakinya.

"Yes, pas. Buka matanya sekarang."

Alta membuka matanya perlahan, melihat sepatu hak tingginya sudah berganti dengan sepatu tali limited edition keluaran penyanyi favoritnya. Alta menabung selama tiga bulan untuk medapatkan sepatu itu, dan ketika mampir ke toko, sayangnya sudah habis untuk ukuran Alta. Gadis itu tidak dapat menahan rasa bahagianya, ia melepas sepatu itu dan memeluknya, "Kamu dapet dari mana?"

Tanyanya pada Erky, setengah tertawa saking girangnya. "Rahasia, dong." Erky yang ikut-ikutan terkekeh melihat Alta yang masih memeluk satu buah sepatu itu seperti bayi.

"Kamu cobain yang sebelahnya, aku mau minum dulu," ujar Erky, meninggalkan Alta setelah menunjuk ke arah kotak yang ada di atas meja. Dengan buru-buru, Alta melepas sepatu hak tinggi sebelah kira yang masih dipakainya, lalu setengah berlari ke arah kotak sepatu itu. Ia akan mengambil sepatunya, namun matanya malah terfokus pada kertas yang diikat dengan pita biru.

Sepatu yang sedari tadi digenggamnya, ditaruh di dalam kotak sepatu. Kertas itu hanya satu lembar, terlihat sketsa dirinya dari samping. Lalu, ketika dibalik, ternyata ada surat yang ditulis tangan oleh Erky. Dan setelah selesai dibaca, Alta duduk di kursi dekat meja tempat kotak sepatu itu. Mendekap suratnya dekat ke jantungnya yang berdegup pelan.

"Aku juga," bisiknya pelan, entah kepada siapa, lalu tersenyum.

***































































































(Yang baca ini lewat web, harap abaikan tulisan dalam kurung)

(Udah abis chapter nya, ngapain nge scroll terus?)








































































(Becanda, scroll aja dulu, yang sabar.)





































































































(Bentar lagi nyampe.)



























































































***

Alta,

Rio bilang, seharusnya sketsa wajah itu, ditulis puisi di belakangnya, biar romantis. Tapi, maaf, aku gak pandai buatnya. Dulu pun, setiap pelajaran bahasa Indonesia dan ada tugas menulis puisi, nilaiku gak pernah di atas delapan.

Aku cuma mau bilang selamat ulang tahun, semoga tahun ini menjadi tahun yang menyenangkan, untuk kamu, juga aku, sehingga hubungan kita akan baik-baik saja.

Kamu tahu? Pagi itu aku sempat ragu-ragu ketika akan memilih kamu. Bukan Alta penyebabnya, tapi aku. Di hubungan sebelumnya bersama Anggi, aku melakukan kesalahan dengan melamarnya terlalu cepat, lalu aku melakukannya lagi pada cewek yang aku gak kenal. Alasannya sederhana, untuk ngebuktiin kalau waktu itu bukan masalahnya.

Sewaktu kamu bilang 'boleh' di depan perpustakaan, lagi-lagi, aku sempat ragu karena kamu menyetujui proposalku begitu saja. Bodoh, ya, aku ini? Aku yang mengajukan pertanyaan, tapi aku sendiri yang malah ragu.

Lalu, berselang sekitar dua bulan setelahnya, sekitar empat bulan lalu, aku sempat bingung dengan sifat kamu. Yang dingin, tapi gak dingin. Gimana, ya? Kamu kesannya gak perduli, meskipun aku tahu kamu merasa sebaliknya. Meskipun kadang tebakkanku meleset, seperti bermain teka-teki.

Inget sewaktu aku telepon kamu soal pesan Anggi yang kamu baca? Waktu itu, aku panik. Meskipun gak sepanik tadi pas nyariin kamu yang sembunyi di kabinet dapur. Serius, loh, aku panik banget, lain kali jangan sembunyi lagi, lari ke arahku, biar ku peluk, oke?

Maaf jadi ngawur gini, habis udah malem, dan rencananya aku mau bikin kejutan pagi nanti buat kamu.

Anyway, beberapa hari lagi, sudah tepat enam bulan dari pertunangan abal-abal yang aku buat. Dan aku tahu ini terlalu cepat untuk bilang, tapi, sejak aku pegang tangan kamu sambil nunggu hujan berhenti, sejak aku benar-benar melihat kamu, aku gak bisa ngebayangin kedepannya, tentang aku, tanpa ada kamu. Jadi, bisa, kan, kamu penuhin janji yang kita buat sewaktu di pesawat?

Aku gak berharap kamu mau membalas perasaanku, tapi asalkan kamu tetap di sini dan tahu kalau aku sayang sama kamu, aku pikir, itu cukup.

With love,

Erky

Sunshower ✔Where stories live. Discover now