20. Oranye

69K 6.1K 42
                                    

"Baby, you may be somewhere else too far from me. Come home soon."

Roses and Violets - Alexander Jean

***

Setelah memaksa agar tidak perlu membiayai perawatan anaknya, Alta izin pamit dan meminta maaf atas kejadian ini kepada pasangan suami-istri tersebut, juga mengutarakan lekas sembuh setelah panitia itu sadar dari syok nya. Ia menatap Erky yang sedang berdiri, berbincang dengan Rie mengenai kejadian tadi.

Ini pertama kalinya Alta benar-benar berbicara dengan ayah Erky, mungkin karena sibuk dan seringkali bekerja di luar kota, atau luar negeri, Alta biasanya hanya bertemu dengan Anna jika berkunjung ke rumah Erky, "Saya kembali lagi ke mobil, ya, Alta. Kalau ada apa-apa bilang aja." Pria paruh baya yang jangkung itu tersenyum padanya.

"Makasih, Om." Alta merundukan badannya, memberi hormat ketika Rie beranjak pergi dari IGD bersama Rio. "Jangan ciuman di rumah sakit, ya," ujar sahabat Erky itu, jahil. Alta hanya tertawa kecil melihat Erky memutar bola matanya sambil mendengar Rio menyanyikan lagu Leaving on a Jetplane.

"Aku kira kamu udah pergi." Mereka duduk di lobby rumah sakit yang cukup sepi saat itu, lobby yang seharusnya berwarna putih, memantulkan warna oranye dari langit sore. Bayangan kursi-kursi, juga bayangan mereka berdua, terbentuk di lantai marmer.

"Belum," jawabnya pelan, tersenyum samar pada Alta. Tiba-tiba kedua tangan Erky berada kedua sisi wajah Alta. "Jangan nangis," ujar cowok itu pelan.

Alis Alta mengerut tangannya menggapai pipinya sendiri. "Aku gak-" kalimatnya terhenti ketika jarinya bersentuhan dengan jejak basah di pipinya. Ia tidak sadar.

Gadis itu tertawa canggung, memalingkan wajahnya dari cowok itu dan segara menghapus air matanya. Entah sejak kapan ia mulai menangis, sedikit malu karena di saat seperti ini lah ia menangis untuk pertama kalinya di depan Erky, bahkan ketika ia ketakutan ketika hujan besar saat liburan, tidak ada satu tetes pun air mata yang keluar dari pelupuknya. "Kamu kecapean, kan?"

Menyerah, Alta hanya mengangguk, terlalu lelah untuk menyanggah perkataan Erky. Batalnya pergi ke Jakarta, hampir tidak bisa bertemu Erky, panitia yang mengalami kecelakaan, dan dicaci maki oleh orang tua panitia itu. Alta menghela napasnya, merasa butuh istirahat yang panjang dan merasa ingin mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua. Namun, jika ia mengundurkan diri sekarang, rencananya untuk hadiah ulang tahun Erky akan gagal total.

"Keras kepala banget." Erky menepuk puncak kepala Alta yang menatapnya bingung, yang dibalas oleh tertawaan Erky. "Kenapa?" tanya gadis itu, sambil menatap mata Erky yang terlihat berwarna coklat terang ketika tersorot sinar matahari.

Cowok itu hanya menggeleng, lalu mengalihkan pandangannya dari Alta ke pintu masuk utama rumah sakit. "Udah sore, aku harus pergi sekarang."

"Erky kapan dimutasi lagi ke Bandung?" tanya Alta selagi mereka berjalan menuju mobil Erky yang sudah menunggu di parkiran.

"Kata ayah, awal Januari, karena memang ada yang mau resign dari kantor cabang Bandung." Erky mencubit kedua pipi Alta, namun tidak seperti biasanya yang langsung ditepis, Alta merasa tangan dan matanya berat. Jadi, yang bisa dilakukannya hjanyalah mematung sambil menatap aspal. Mungkin beberapa detik berjalan sebelum Erky sadar bahwa Alta tidak akan menepis tangannya, ia melepas jarinya dari pipi Alta dan berganti mencubit hidungnya, "Kamu jangan bertingkah lucu gitu, dong. Nanti aku gak jadi pergi," canda Erky.

Alta hanya tersenyum kecil dan tidak bisa berkata apa-apa. Senyap sore itu menusuk dada Alta. Empat bulan ke depan ia akan sangat jarang bertemu Erky, mungkin tidak akan seberapa, Erky berjanji akan mengunjungi paling tidak satu bulan sekali, namun Alta tidak suka dengan perasaannya ini. Berhenti jadi anak kecil, Alta,ujarnya pada diri sendiri.

Sunshower ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang