15

436 55 31
                                    

Skenario Tuhan itu membingungkan. Terkadang kau bahagia, terkadang kau sedih, terkadang kau lelah, tapi kau teringat bahwa hidupmu sudah memiliki skenario tersendiri dan kau hanya bisa menjalankannya.

Harry, kenapa aku harus mengenal lelaki berengsek yang awalnya mencuri paspor ku karena aku yang membunyikan klakson saat sedang macet di jalanan raya kota London?

Bentakkannya masih terngiang di kepalaku. Apalagi saat aku menatap mata hijau miliknya itu saat kami kembali bertemu di kelas dan kami satu jurusan.

Apakah itu sebuah kebetulan? Kalau iya, kenapa harus disebut "kebetulan" saat semua sudah ada skenarionya? Kenapa?

Sudah kubilang, semua membingungkan. Sampai ketika, dia mengembalikan paspor ku dan sebuah kesalahan terjadi dimana aku harus memulai kehidupan yang disebut tragis ini.

It was a mistake, wasn't it? He's my beautiful mistake and I'm a beautiful mess for him.

You know what hurts? Being all day long by your side and knowing that I don't have the right to love you.

Because,

You're not mine.

I need you, I want you, I miss you, I desire you, I love you, but no, I can't have you.

I'm not happy, but I'm trying to. Behind closed doors, something else goes on.

"Kim..." aku menoleh melihat Gigi yang melangkah ke arahku dengan laptop yang dipeluknya, "Kau belum tidur? Ini sudah larut." ya, aku bahkan tidak sadar sekarang sudah larut dan di sini ada Gigi yang menginap di flat Harry untuk beberapa hari karena Harry sedang pergi ke NYC bersama Emma, Robin, dan Anne.

Jangan tanyakan mengapa aku tidak ikut. Tentu saja tidak, bodoh. Aku ini hanya sewaan mereka saja. Ya, sewaan.

Aku tersenyum tipis ke arah Gigi sebelum kembali menatap ke atas langit dan mendorong punggungku untuk bersender di kursi santai yang ada di balkon ini, "Kau sendiri? Masih ada tugas, ya?"

Gigi duduk di sampingku dan membuka layar laptopnya, jari - jarinya sudah menari di atasnya, "Sedikit lagi."

"Ingin kubuatkan teh, kopi atau coklat panas? Atau kau ingin susu?" tanyaku menawarkan minum untuk Gigi, kasihan dia.

"Tidak usah, sebentar lagi tugasku akan segera selesai."

Aku mengangguk dan hening seketika, tidak ada diantara kami yang membuka obrolan lagi. Gigi tampak sibuk dengan tugas di laptopnya sementara aku sibuk dengan pikiranku.

Apa yang Harry dan Emma lakukan di sana? Tidur bersama? Bahkan tanpa busana? Tentu saja pasti itu terjadi. Emma sangat beruntung.

Aku tersenyum miris dan mengelus perutku yang dalam beberapa hari akan memasuki usia enam bulan.

"Selesai!" seru Gigi mengangkat kedua tangannya, "Kau ingin tidur sekarang?"

"Tidak. Aku masih mau tetap di sini dulu."

"Kau pasti sedang memikirkan Harry dan Emma, bukan?" ah sialan, kenapa Gigi malah menyebut nama mereka?

Aku terdiam tanpa menjawab pertanyaan Gigi yang bahkan aku tidak tahu harus jawab apa. Ini sulit, lidahku terikat sempurna dan tidak bisa lagi mengatakan kalimat apapun mengenai Harry dan Emma.

"Jawab aku, Kim." aku kembali menoleh dan memejamkan mataku menggeram sedikit sebelum menjawab pertanyaanya. Gigi memang selalu begitu.

"Iya, aku memikirkan mereka. Kau puas?" aku memijat pelipisku tanpa menatap Gigi lagi yang sepertinya kaget dengan jawabanku yang sedikit menyentaknya.

Dark Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang