21

339 54 16
                                    

Aku berjalan melewati aula rumah sakit dengan merasakan sedikit sakit di punggungku. Ini benar-benar sakit, sudah beberapa malam ini sakitnya tidak berhenti.

Apakah ini pertanda aku akan segera melahirkan? Oh tidak, jangan sekarang, Harry belum bangun dari komanya.

“Kim?” aku berhenti berjalan enggan untuk memutar tubuhku karena itu akan membuat punggung ini semakin sakit, “Kau kenapa?”

Ternyata dia Louis, “Lou, ternyata kau. Punggungku sakit.”

“Ingin periksa? Sekalian kita sedang di rumah sakit.”

“Tidak, aku punya dokter pribadi dan aku akan periksa bersama Harry kalau Harry sudah bangun dari koma.” jawabku.

Louis terlihat melihatku iba, “Kurasa kau butuh kursi roda? Jika kau paksakan jalan, nanti punggungmu akan semakin sakit. Bagaimana?” aku mengangguk karena Louis benar, berdiri saja membuat punggungku sakit, apalagi jika aku paksakan untuk berjalan. Lagipula, ruangan Harry masih lumayan jauh.

“Baiklah.”

Dengan sangat berhati-hati, Louis dengan setia mendorong kursi roda yang kududuki saat ini. Punggungku masih sedikit sakit.

“Sebentar.” ucap Louis menghentikan kursi rodaku dan segera mengintip ke dalam ruangan rawat Harry melewati celah jendela. Tatapannya tegang dan kembali melihat ke arahku, “Kau yakin ingin menemui Harry sekarang?”

Aku mengangguk dengan sangat mantap, “Lagipula, Harry belum bangun, 'kan? Ayolah, Louis. Tolong antarkan aku ke dalam.”

Louis menggaruk tengkuknya yang kuyakini tentu saja tidak gatal itu dan kembali mendorong kursi roda ini.

Aku tersenyum saat Louis membuka pintunya dan mataku terfokus pada seorang lelaki dengan perban di kepalanya sudah bangun dari koma serta beberapa orang yang tidak kukenali menatapku dengan aneh.

Bahkan aku melihat Niall dan Liam di dalamnya. Niall dan Liam sedikit terkejut sambil memberi tatapan pada Louis yang hanya bisa mengangkat bahunya.

“Who are you Aunty?” tanya seorang anak kecil yang Niall gendong itu, dia terlihat sangat dekat dengan Niall.

“Iya, siapa dia? Apakah dia sedang hamil besar?” tanya salah satu dari mereka.

Bibirku sudah bergerak, mulut ini terasa ingin berkata, namun tidak bisa. Bahkan hati dan pikiran berkata katakan saja.

“Dia temanku. Hi, Kim!” lelaki yang selama ini kutunggu untuk bangun dari komanya baru saja memperkenalkan diriku sebagai temannya.

Lihat, aku orang asing di sini.

“Temanmu? Apakah kau yakin memiliki teman seperti perempuan ini?” tanya seorang perempuan yang terlihat sudah sangat tua itu, “Hey anak muda, siapa ayah dari bayimu?”

Sialan.

“Dia istriku.” saut Zayn yang baru saja datang tanpa permisi, “Maaf, kami salah ruangan. Seharusnya dia tidak di sini hanya untuk bertemu seorang lelaki berengsek.”

“Bisakah kau lebih sopan sedikit?” tanya Louis pada Zayn.

“Bodoh. Beberapa dari kalian tahu jawaban siapa Kimberly, tapi tidak ada satupun dari kalian yang berkata jujur.” jawab Zayn.

“Zayn—” ucapan Liam terpotong karena Zayn yang sudah menyela.

“Terserah kalian ingin menyebutku apa, se-berengsek berengseknya seorang Zayn, dia tidak akan menyakiti perasaan perempuan. Fucking twat!” bentak Zayn dan langsung mengambil alih kursi roda dan membawaku pergi dari ruang rawat Harry.

Dark Side Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang