22

425 57 13
                                    

Bodoh, Harry bodoh. Benar-benar seorang berengsek.

Semenjak aku bangun dari koma, Kimberly tidak pernah menjengukku atau sesekali menanyai kabarku.

Ini sudah satu minggu lamanya aku dirawat saat setelah bangun dari koma. Selama seminggu ini, aku dilarang keras oleh keempat sahabatku ini untuk menghubungi Kimberly. Mereka bilang, kami butuh waktu masing-masing.

Aku merindukanmu, Kim.

Ini kesalahanku saat menjawab pertanyaan bibi tentang siapa Kimberly saat itu. Di situ, aku benar-benar baru bangun dari koma, kepalaku pusing dan belum bisa berpikir dan menyiapkan jawaban jika ada yang menanyaiku siapa Kimberly.

Lagi, aku mengulang kesalahan yang sama dengan memperkenalkan Kimberly sebagai temanku. Saat itu ada Emma, aku benar-benar tidak tahu harus jawab apa.

Dan hari ini, aku bertekad untuk keluar dari rumah sakit dan ingin bertemu Kimberly. Walau bagaimanapun juga, Kimberly mengandung anakku.

“Keras kepala. Kau belum diperbolehkan untuk pulang.” ucap Gemma sejak tadi yang melarangku untuk bertemu Kimberly.

“Aku tidak peduli. Kalian semua egois, aku perlu bicara dengan Kimberly.” dengan cepat aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. Terpampang lah sosok Kenny yang berdiri di sana dengan senyumnya yang sama sekali tidak enak dilihat.

“Hey, Harry!” sapanya dan kemudian memelukku tapi sesegera mungkin aku melepaskan pelukannya, “Kau ingin kemana?”

Aku membuang muka sekejap dan menatapnya malas, “Haruskah aku memberitahumu kemana aku akan pergi? Its none of your business. Minggir!”

I'm trying to be nice.” ucapnya yang menghentikan langkahku dan menoleh malas ke arahnya.

“Silahkan mencobanya tapi aku benar-benar tidak peduli, Ken.” jawabku dan terus berjalan meninggalkannya di ambang pintu itu.

Aku memesan taksi karena mobilku benar-benar hancur karena kecelakaan sialan itu. Bunyi klakson terus bersaut-sautan karena sekarang sedang macet. Aku mendengarnya risih, kepalaku benar-benar sakit dibuatnya.

Aku menghela nafas dan bersender ke kaca mobil, suara klakson sialan itu membawaku ke suatu memori dimana aku dan Kimberly bertemu.

Sialan! Macet saja terus! Lama - lama aku muak tinggal di London, kota yang sibuk”

“Bisakah pengendara kampungan itu berhenti menekan klaksonnya?! Telingaku bisa pecah!”

“Keluar kau, sialan! Cepat!”

“Ada masalah?“

“Berhenti menekan tombol sialan itu!”

“Tombol? Tombol apa?”

“Maksudku——berhenti menekan klakson sialan itu! mengganggu pendengaran ku!”

“Hey! Berhenti bertengkar! Jalankan mobil mu, bodoh! Di belakang sudah banyak yang menunggu!” 

“Urusan kita belum selesai”

“Hey! Paspor ku! Astaga, paspor itu sangat penting”

Aku tersenyum mengingat kejadian itu. Benar-benar berawal dari klakson yang menyebalkan.

“Maaf, tuan, kurasa kita sudah sampai.” aku mendongak dan melihat ke arah samping, sebuah flat pribadi yang kuberi untuk Kimberly.

Aku mengangguk dan mengeluarkan beberapa pound sterling dan memberikannya kepada driver lalu segera turun dari taksi kecil itu.

Langkahku terhenti dan tersenyum lebar, aku akan bertemu Kimberly lagi!

Dark Side Where stories live. Discover now