[8] Orientation Pt.2

26K 2.1K 125
                                    

PUKUL enam lewat empat puluh lima menit mobil Fahri sudah berhenti tak jauh dari gedung Fakultas Ilmu Budaya. Selama masa orientasi berjalan, Thalia memang selalu diantar oleh pamannya mengingat ia harus sudah di kampus sebelum pukul tujuh. Dibanding menaiki bus yang harus berputar-putar sesuai rute, tentu saja menaiki kendaraan pribadi lebih cepat.

"Jangan lupa kasih kabar kalau mau pulang. Siapa tau Om atau Megan bisa jemput kamu," tegur Fahri sebelum Thalia keluar dari mobil.

"Kalau untuk urusan pulang, Lia bisa sendiri kok, Om. Nanti Lia nggak mandiri kalau diantar-jemput terus," balas Thalia sembari menyalami Fahri. "Om hati-hati di jalan ya."

Barulah Thalia turun. Melambaikan tangannya sekali lagi pada pamannya di dalam sana sebelum berlari kecil menuju gerbang masuk fakultasnya. Ada Pevita yang ternyata baru datang juga dan langsung menghampirinya.

"Kok gue baru tau kalo kelompok lo di sini juga? Dari gugus mana lo?" tanya Pevita yang disambut kernyitan dahi Thalia.

"Kita 'kan emang satu kelompok, Pev."

"Hello, Tha, are you wake up already? Hari ini kita balik ke ospek universitas loh, ya. Bukan fakultas lagi." Pevita menyipitkan mata melihat reaksi kaget di wajah Thalia. "Jangan bilang lo lupa."

"Aku emang lupa!" Thalia menepuk keras dahinya. "Harusnya 'kan aku ke FISIPOL! Kelompok aku ada di sana!"

"Nah loh. Telat dah lo telat." Pevita memandang ngeri punggung Thalia yang sudah berlari menjauhi gedung Fakultas Ilmu Budaya. Ada sedikit niatan Pevita untuk menemani gadis itu, tetapi panitia sie tata tertib sudah menegur para MABA yang sudah berdatangan untuk segera mengisi absensi.

Thalia harus merutuk dirinya yang melupakan jadwal orientasinya di hari kelima ini. Orientasi tingkat universitas memang berpencar-pencar untuk setiap kelompoknya yang bercampur. Pevita bisa dikatakan beruntung kelompoknya berada di gedung fakultasnya sendiri. Sedangkan Thalia, seharusnya dia bisa diantar oleh pamannya ke destinasi sebenarnya!

Jarak dari Fakultas Ilmu Budaya menuju Fakultas Ilmu Sosial dan Politik sangatlah jauh jika berjalan kaki. Dia harus melewati gedung Fakultas Filsafat, Fakultas Hukum, lalu di persimpangan nanti berbelok kiri dan di sanalah tempatnya. Kalau begini caranya, sama saja Thalia akan berolahraga pagi!

Dering klakson motor mengejutkan Thalia. Seseorang berbalut jas almamater kampus ini menghentikan motornya tepat di dekat Thalia yang sudah berhenti. Thalia sudah cukup hapal motor milik Alres meski dia sendiri masih tidak menyangka lelaki itu akan ada di sini.

"Kamu mau ke mana, Dek?"

Thalia tergeragap di sela napasnya yang tersengal. Jarinya menunjuk ragu ke depan sembari menjawab, "Gedung FISIPOL, Kak."

"Oh, ayo bareng. Kebetulan Kakak juga mau ke situ. Kamu bisa telat kalau cuma lari-lari." Alres sedikit menyungging senyum geli.

Thalia meringis malu mendengarnya. Diperiksanya jam yang melingkar di tangan kirinya, dia memang sedang mengejar waktu. Pada akhirnya dia mengangguk penuh berterima kasih sebelum naik ke boncengan Alres.

"Kakak lihat kamu sempat ke FIB tadi." Alres membuka percakapan setelah melajukan motornya.

"Saya lupa kalau hari ini ospek universitas lagi, Kak." Thalia terkekeh hambar mendengar Alres tertawa pelan setelahnya.

"Bisa lupa gitu. Kamu bisa kena tegur kakak tatib di sana kalau bilang begitu buat alasan telat kamu." Alres baru saja melintasi gedung Fakultas Filsafat ketika berkata lagi, "Bukannya tadi kamu diantar pakai mobil?"

"Iya, Kak. Saya malah minta sama om saya buat nurunin di situ. Kalau ingat ya pasti saya minta anterin sampai FISIPOL."

"Om kamu? Bukan pacar?"

S P L E N D I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang