[39] Make You Believe

20.7K 2K 284
                                    

“I like you ... but I'm afraid.”

   

THALIA berhasil sampai dengan selamat menggunakan sepedanya. Ia mencoba membuka kunci gerbang dengan tangan-tangan gemetar, membutuhkan waktu tidak sebentar sampai ia berhasil membawa masuk sepedanya ke garasi.

Dan ia tidak pernah menduga akan sekalut ini ketika suara deru motor terdengar memasuki area rumah ini.

Katakanlah Thalia sudah kehilangan akalnya. Dia justru membuka pintu garasi menuju pintu dapur belakang sana. Sebisa mungkin mengabaikan langkah-langkah cepat yang menyusul di belakangnya, berusaha menciptakan fokus demi mencari kuncinya.

“Thalia.”

Bersamaan dengan keberhasilannya membuka pintu, Thalia berusaha tidak menghiraukan panggilan Atha. Tetapi lelaki itu berhasil menyusulnya, meraih lengannya lalu dengan mudah membuatnya berbalik. Saat itu juga Thalia menahan napas.

“Tha—“

“Kamu ngapain di sini? Bukannya sekarang waktunya kamu tampil? Sana balik, nanti dimarahin sama teman-teman kamu.”

“Gue lagi nggak mau ngomongin itu.”

“Kamu mau ngomongin soal Laura? Dia nggak salah, kok. Itu wajar kalau kamu ngelihat orang yang kamu suka diambil sama orang lain. Kamu pasti bakalan marah kayak Laura.”

“Apapun alasannya, dia tetap udah nyakitin lo, dan gue nggak terima itu,” tukas Atha tak senang. Di mana jawabannya membuat Thalia memalingkan wajah.

“Dia bilang yang sebenarnya. Dia yang lebih lama kenal sama kamu dan dia suka sama kamu.” Seperti ada yang mencekat tenggorokan Thalia kala mengatakan demikian. “Harusnya kamu tenangin dia. Bukannya pulang kemari. Dia lebih butuh kamu sekarang.”

“Dia bukan pacar gue. Gue pernah bilang begitu ke lo.”

“Tapi dia suka sama kamu.”

“Gue sukanya sama lo bukan dia.”

Diam. Thalia tak sanggup menjawabnya langsung. Lebih terpengaruh dengan ungkapan lugas Atha yang berhasil mengejutkan jantungnya sekali lagi.

“Dan apa yang gue bilang di depan banyak orang tadi, itu bukan main-main, Tha.” Atha sengaja membuat jeda. Mempersiapkan suara tegasnya untuk melanjutkan, “Gue emang nembak lo tadi.”

Mungkin hati kecilnya sudah sejak lama mengharapkan hal ini terjadi. Tetapi ketika Atha benar-benar mengabulkannya, Thalia masih saja menganggap ini terlalu tiba-tiba. Terlalu sulit dipercaya oleh nalarnya sendiri.

Sejak kapan Atha menyukainya? Thalia bahkan belum lama ini menyadari perasaannya sendiri. Terlalu mendadak baginya untuk mendapat jawabannya.

Pernyataan Atha yang terang-terangan seperti ini justru menakutkannya.

“Kamu nggak mungkin suka sama aku.”

“Terus gue harus ngapain supaya lo percaya?” Atha menghela napas cepat ketika dirasa Thalia tidak mungkin menjawabnya. “Gue nggak mau nyakitin lo dengan lakuin apa yang sering cowok lain lakuin cuma demi buat lo percaya. Lo ngerti itu, 'kan?”

Walaupun setelahnya Atha harus mengutuk dirinya sendiri karena hampir melakukannya di siang hari tadi. Untuk yang itu, Atha akui bahwa itu adalah murni kesalahannya yang tidak bisa mengendalikan diri.

Sedang Thalia kini lebih memilih larut mencari alasan masuk akal untuk menjawab ungkapannya sendiri.

“Kamu pernah bilang, kamu dengar semua yang aku bilang waktu di ruang tamu. Itu berarti, kamu juga dengar saat aku mengungkit soal Tante Rosa.”

S P L E N D I DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang