[41] Need You More

19.3K 1.7K 219
                                    

“I still have nightmares, and I need you more and more.

 

KEDUANYA berdiri mengamati Fahri yang membukakan pintu depan untuk Rosa. Thalia adalah satu-satunya yang mengumbar senyum seraya melambaikan tangan ketika Rosa menoleh ke belakang sebelum akhirnya masuk.

Sedang Atha, dia lebih memilih mengamati gurunya yang begitu semringah bercampur gugup yang mulai terlihat kala menghampiri mereka.

“Doain biar lancar malam ini. Oke?”

“Pasti, Om! Semangat!” Thalia mengepalkan kedua tangan untuk Fahri.

Dikabarkan bahwa Fahri hendak bertemu dengan kedua orangtua Rosa pada jamuan makan malam ini. Merupakan kali pertama bagi pria itu mengingat selama ini Rosa tinggal jauh dari orangtua dan singgah di sebuah kost. Rosa sendiri mengatakan bahwa kedua orangtuanya sudah antusias untuk bertemu dengan Fahri.

Hari sudah petang. Langit biru telah berubah senja. Mobil Fahri pun akhirnya melaju meninggalkan rumah diiringi lambaian tangan dari Thalia yang tak kalah antusiasnya. Terbersit rencana untuk menghubungi mamanya mengenai kabar gembira ini setelah masuk ke dalam sebentar lagi.

Langkah-langkah ringan Thalia terpaksa berhenti di dekat pintu masuk. Melihat Atha yang tampak menerima telepon—yang diyakini—dari temannya, berbicara seraya menyusulnya hingga terpicu begitu saja bagi Thalia untuk berlari menuju kamar dan menutupnya rapat-rapat.

Jantungnya yang sempat tenang kembali berulah. Berdentum keras sampai Thalia harus menekan dadanya dengan tangan mengepal. Tetapi hanya sesaat karena ia kemudian menatap tangannya yang kembali dibuka.

Atha memang sudah beberapa kali menyentuhnya. Dia pernah mencium dahinya, pernah juga hampir mencium bibirnya dan berakhir tangannya yang menjadi sasaran. Tetapi Atha yang sampai mengulum jarinya, itu adalah hal terintim yang pernah lelaki itu berikan padanya.

Apalagi ada Rosa yang menyaksikan.

Thalia tidak tahu. Apakah Rosa akan mengadukan hal ini pada Fahri atau tidak. Karena sejak kejadian itu, Rosa tidak berkomentar apapun dan tampak menghindar.

****

Baik Rosa maupun Fahri terus mengembangkan senyum. Tidak membiarkan kesunyian menjadi teman mereka selama duduk berdampingan selama perjalanan. Terus membincangkan apapun yang terlintas di pikiran mereka.

“Mas.”

Hm?

Hingga tiba di mana Rosa tidak lagi mampu menyembunyikan kebimbangan, membuatnya harus membuat sedikit jeda untuk mengatur napasnya agar tetap tenang.

“Ini soal Thalia dan Atha. Aku merasa kalau semakin kemari, mereka seperti menunjukkan kalau ada hubungan di antara mereka.” Rosa kemudian menoleh, di mana saat itu pula Fahri sempat ikut menoleh. “Mas tau maksudku, 'kan?”

Reaksi Fahri adalah membulatkan mulutnya, menggumamkan kata ‘oh’ sembari kembali menumbuk fokusnya ke depan.

“Mas sendiri pernah cerita, dulu mereka lebih banyak beradu mulut dan kelihatan nggak akur. Tapi yang aku lihat sekarang, mereka sudah jauh dari itu dan terlihat dekat. Bahkan ... semakin dekat,” suara Rosa memelan di kalimat akhir.

Kembali memutar kejadian yang sudah pernah dilihatnya. Kian hari, Rosa melihat bahwa Atha kian enggan menjauh dari Thalia. Bahkan hanya dilihat dari caranya menatap Thalia, Rosa dapat menyimpulkannya.

“Mas sebenarnya juga melihat itu.” Fahri mendapati dari ekor matanya bahwa Rosa menengok, “Sejak awal Mas memang selalu mengharapkan mereka bisa akur. Dan Mas justru merasa senang melihat mereka bisa menjadi dekat seperti sekarang.”

S P L E N D I DWhere stories live. Discover now