[36] You Tripped Me

21K 1.9K 244
                                    

“I'm not fall for you. But you always tripping me.”

  

SEBUAH pengumuman dari pengeras suara menggema hingga ke penjuru sekolah di waktu istirahat ini. Menggerakkan beberapa penghuni di dalam kelas yang kebetulan disebutkan menoleh pada lelaki yang tampak acuh tak acuh memainkan ponselnya dengan pelantang telinga.

Gilang yang memang belum beranjak, menyikut berkali-kali lengan teman sebangkunya itu hingga timbul decakan kesal dari empunya. Atha sampai menarik palantang telinganya sebelum menyuguhi delikan tajam untuk temannya itu.

“Lo dipanggil tuh dari halo-halo. Suruh ke BK.” Gilang menyambar. Bertambah saja kerutan di keningnya disertai picingan curiga untuk Atha. “Jangan-jangan lo mau disidang gegara muka bonyok lo itu. Lo emang habis berantem kemarin, 'kan?”

Adalah Vernan yang langsung membekap mulut Gilang. Menyusul Satria yang ikut menghakimi dengan menjitak kepalanya. Suara cemprengnya itu membuat beberapa penghuni kelas semakin menaruh penasaran pada lelaki yang sejak pagi tadi mencoba menyembunyikan wajah lebamnya dengan tudung jaket.

“'Kan, 'kan, 'kan! Lo pada emang sekongkol nggak mau ngasih tau gue! Abis tawuran di mana lo kemarin? Ngaku!”

Atha segera bangkit. Sebelum benar-benar pergi, ia menyempatkan diri menoyor keras kepala Gilang hingga nyaris membentur meja. Di mana itu mengundang tawa terbahak dari Satria dan Vernan.

“Megan kenapa, sih? Mukanya kok bisa babak belur gitu?”

Kedatangan Laura melenyapkan tawa keduanya. Gadis itu bersedekap dengan raut menuntut penjelasan. Sedang Satria dan Vernan saling menatap sebelum kompak mengedikkan bahu.

“Lo tanya aja sendiri ke anaknya. Kita nggak ada ikut campur buat masalah itu.”

“Yoi. 'Kan lo yang paling deket sama Megan kesayanganmu itu. Tanya lah! Pasti diladenin,” tukas Vernan yang kembali mengundang tawa. Kini Gilang bergabung.

“Masih berlaku emang? Megan kesayangannya kan udah berpaling. Saksinya banyak malah. HAHAHAHA!”

Laura tak dapat menahan diri. Memukul brutal ketiganya sebelum pergi dengan wajah memerah. Antara kesal, malu, juga cemburu yang kembali bersarang berkat bayang-bayang tempo lalu.

...

Kini Atha sudah berdiri di depan meja Fahri. Pria itu tidak lagi menunjukkan raut ramah seperti biasanya. Matanya terlalu nyalang menatap Atha sejak lelaki itu memasuki ruangan ini. Beruntung hanya Fahri yang menempati, jadi dia hanya perlu memerintah Atha mengunci pintu sebelum menghadapnya.

“Jadi, ini tujuan kamu pergi bersama teman-teman band kamu kemarin?” Fahri bersuara setelah sengaja membuat jeda cukup lama. Menggeser benda elektronik bernama tab itu agar diperlihatkan pada Atha sebuah tayangan.

Atha tidak langsung menjawab. Tercenung pada rekaman dirinya yang tengah menghajar Julian di foodcourt kampus kemarin. Entah siapa yang sudah mengunggahnya, mungkin Atha harus berterima kasih karena ternyata ini tujuan dirinya dipanggil kemari.

“Video itu tersebar dari grup ke grup warga UGM hingga sampai ke tangan saya. Kamu cukup beruntung itu tidak akan terekspos menjadi berita karena mereka masih memikirkan nama dan martabat kampus,” ujar Fahri sarkastis. “Sumber juga sudah menglarifikasi kalau orang yang kamu hajar bukanlah warga kampus itu. Bapak baru bisa memanggil kamu karena belum diketahui apakah teman-temanmu terlibat atau tidak.”

“Mereka nggak terlibat, Pak. Itu memang cuma saya.”

“Kamu baru saja membawa nama SMA Delayota atas kejadian ini, Megan!” suara Fahri meninggi. “Mereka tahu hanya dengan melihat seragam batik kamu. Selama ini SMA Delayota dikenal bersih dari urusan semacam ini. Kalau rekaman ini sampai ke Kepala Sekolah apalagi tersebar semakin luas, sanksi akan segera kamu dapat, Megan. Tidak peduli kalau kamu salah satu murid kebanggaan sekolah ini, Bapak tidak mungkin menolong kamu untuk hal satu ini.”

S P L E N D I DWhere stories live. Discover now