[24] Her Confession

21.3K 1.7K 99
                                    

“SIAPA yang datang?”

Thalia melangkah maju hingga Atha menggeser tubuhnya, mengintip ke arah pintu rumah lalu terperangah dan segera menghampiri Rosa yang berdiri kaku di sana.

“Eh, Tante! Masuk, Tan, masuk!” Thalia menuntun Rosa ke dekat sofa. “Tante kok nggak ngabarin dulu kalau mau datang? Mana lagi hujan begini, sendirian pula. Ah, payungnya masukin aja ya, Tan. Takutnya terbang di luar.”

Rosa bersikeras untuk tersenyum semringah pada Thalia yang antusias menyambutnya. Gadis itu dengan gesit membawa masuk payungnya yang masih basah untuk disandarkan ke sudut pintu, barulah menutupnya lalu tertegun.

“Kamu kok berdiri aja di situ? Nggak mau bikinin minum buat Tante Rosa? Ah, Tante mau minum apa? Teh hangat atau yang lain?”

Rosa melihat Atha masih berdiri di sana dengan wajah kakunya, memandangi Thalia yang sudah menaruh fokus padanya. Seolah tidak ingin lagi melihatnya.

“Lo aja yang bikin.” Atha pun pergi. Tidak menoleh lagi. Berjalan cepat masuk ke dalam kamar lalu melepas beban tubuhnya di kasur. Juga melepas napasnya yang sebagian besar ditahannya semenjak berhadapan dengan Rosalina.

Ia merenggut kepalanya, menjenggut rambutnya kuat mencoba mencabut memori yang kembali berkeliaran menyiksa dirinya. Hentakan napasnya begitu cepat dan sarat akan kekesalan membumbung, berujung akan geraman keluar dari mulutnya.

Sekali lagi mengakui kegagalannya. Membuang jauh bayangan perempuan yang pernah menjungkirbalikkan perasaannya terlalu sulit terlebih dia muncul lagi di hadapannya.

Sedangkan di luar sana, Thalia mendengus kecil sebelum memandang kembali Rosa meminta maklum diiringi senyum ramah. “Biar Thalia bikinin dulu ya, Tan.”

Segera Rosa kembali bersikap baik-baik saja. Ia pun memberikan bingkisan yang sedari tadi di tangannya pada Thalia. “Tante bawain sedikit makanan. Taunya kamu sendirian di rumah, makanya Tante kemari sekalian nengokin kamu.”

“Wah, Thalia baru aja mau coba masak, eh, udah dibawain. Makasih ya, Tan. Nanti kita makan bareng, gimana?”

“Itu 'kan buat kamu. Tante udah kenyang, kok.” Rosa bisa melihat ekspresi Thalia yang kesenangan. Gadis itu memersilahkan duduk sebelum pamit ke dalam sembari menjinjing buah tangan darinya.

Menyisakan Rosa yang kembali melenyapkan senyumnya, meluruhkan tubuhnya di salah satu sofa, termenung di sana disertai helaan napas memberat.

Sekali lagi dirinya tidak mampu menghubungkan kembali tali usangnya dengan milik Atha. Karena lelaki itu kembali menolaknya.

Dan di dapur sana, selesai meracik teh dan menunggu sedikit air yang sedang dipanaskan, mata jernih Thalia yang sempat bersinar perlahan meredup. Seiring dengan pandangannya yang terpaku pada bingkisan pemberian Rosa, raut wajah yang sedari tadi menjadi topengnya meluntur.

Thalia memang tidak tahu apapun, tetapi mengapa rasanya ada yang mengganjal tepat di benaknya ketika kembali melihat Atha bersama Rosa?

Mungkinkah karena dugaannya yang semakin menguat bahwa mereka memang saling mengenal dan memiliki hubungan sebelumnya?

****

Lelaki itu membenarkan letak ransel di bahu lebarnya, melipat bibirnya agar tidak tersenyum lebar sementara dua kaki panjangnya merajut langkah menghampiri Thalia yang berdiri di teras perpustakaan seorang diri.

Di pukul tiga sore ini, hujan sudah berjatuhan membasahi kota, menyebarkan aroma perpaduan air hujan dan tanah disertai udara dingin menyergap. Terlihat bahwa gadis itu semakin merapatkan jaket kremnya demi menghalau hawa yang menerpa.

S P L E N D I DWhere stories live. Discover now