[55] Growing Pains

18K 1.5K 212
                                    

"Then I broke my own heart, by holding onto you."

KETIKA hati tertekan akan tanda tanya yang terus membesar, tidak peduli bahwa harus mengabaikan kepentingan lain, dia akan terus mendesak hingga berhasil mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

Itulah yang dirasakan oleh Thalia. Memutuskan untuk kabur dari kampus yang otomatis melewati mata kuliah terakhirnya di hari ini, Thalia sendiri harus merasa takjub karena kini kakinya sudah menginjak pintu masuk utama SMA Delayota seakan hanya dengan sekejap mata.

Banyak murid kini berbondong keluar mengingat jam pulang sekolah sudah berbunyi belum lama ini. Setidaknya ada beberapa mata yang tertarik dengan kedatangan Thalia, lantaran ia sudah menerobos masuk menelusuri koridor gedung dengan mimik mencari-cari.

Kecemasan yang telah menumpuk sejak hari lalu membutakan rasa sungkan yang ada. Membuatnya abai dengan sekitar, tidak memerhatikan tiap langkah yang dia ambil, hingga membawa dirinya menghadapi tubrukan tepat sebelum ia berbelok menemukan tangga.

"Mbak Thalia?"

Sebelum Thalia meminta maaf, panggilan itu lebih dulu menarik perhatiannya, menemukan Justin lah yang menahan pundaknya agar tetap berdiri.

"Mbak kok ada di sini?"

"Atha mana?"

Pertanyaan mereka beradu. Justin segera mengatup mulutnya, membiarkan Thalia kembali bertanya.

"Atha di mana? Dia masih ada di kelasnya, 'kan? A-aku bisa minta tolong kamu buat anterin ke tempat dia?"

Justin justru menarik Thalia menjauh dari tangga, keluar dari kerumunan lalu-lalang. Sebelum Thalia bersuara lagi, Justin berhasil mendudukkan Thalia di salah satu bangku sementara dia berdiri menghalangi jarak pandang gadis itu.

"Pak Fahri ada di belakang saya tadi."

Melihat reaksi Thalia yang berubah tegang, Justin segera tahu, bahwa datangnya Thalia secara tiba-tiba, menanyakan keberadaan Atha, pasti tidak ada campur tangan dari Fahri.

Sedang Thalia membenarkan ucapan Justin. Dari balik tubuh lelaki itu, dia menemukan Fahri muncul dari arah tangga lalu berbelok menuju ruang guru dan menghilang di sana.

Setelah ini, Thalia harus berterima kasih karena Justin sudah berinisiatif menyelamatkannya.

"Atha kayaknya belum keluar dari kelas, Mbak. Biasanya kalau jam Matematika, gurunya suka ngulur-ngulur waktu."

Tuturan Justin sedikit membuat Thalia bernapas lega. Itu berarti, dia punya kesempatan besar untuk bisa bertemu dengan Atha.

"Kalian ada kumpul buat latihan habis ini?"

Justin sudah menggeser tubuhnya untuk melihat sekitar, lalu kembali memandang Thalia untuk menggeleng pelan. "Kita nggak bisa latihan kalau kondisi Atha lagi begini. Kemarin aja, kita batal tampil di kafe biasa karena Atha beneran nggak bisa diajak kompromi. Dia beneran kacau sejak insiden pertengkaran beberapa hari lalu."

"Jadi benar, Atha habis berantem...," ada yang berdenyut nyeri di benak Thalia setelahnya. "Dia berantem sama orang yang aku kenal, 'kan...."

"Dia ngehajar orang yang pernah nyakitin Mbak. Itu yang saya dengar."

Thalia menarik napas penuh sesak. Jadi benar, ini terjadi karena dirinya. Atha menjadi seperti ini karena dirinya.

Melihat wajah murung Thalia, Justin semakin tidak tega hingga ia menggaruk kepalanya bingung. Ia menghela napas panjang sembari berkacak pinggang, masih tidak menyangka bahwa keadaannya menjadi seperti ini.

S P L E N D I DWhere stories live. Discover now