PROLOG

9.3K 508 22
                                    

"Nan? Kinan?"

Kinan mengerjapkan kedua kelopak matanya. Ia menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya barusan. Lalu, seseorang melambaikan tangannya tepat di depan wajah Kinan.

"Kinan? Are you okay?"

"Ghif-Ghifara?" cicit Kinan heran. Ia mengedarkan pandangannya. "Kok, lo bisa di sini?"

Ghifara tertawa pelan. "Jam istirahat, Nan. Mau ke kantin?"

Kinan menatap Ghifara lekat-lekat. Laki-laki itu saat ini menggunakan seragamnya dengan tangan kanan yang memegang kotak bekal yang biasanya ia bawa.

"Kantin?"

Alis Ghifara tertaut. "Lo lagi kenapa, Nan?" tanyanya heran. Kinan tampak sedikit aneh hari ini. "Lo sakit?" Ghifara menyentuh kening Kinan dengan punggung tangannya.

Kinan menggeleng pelan. "Enggak, gue nggak sakit, kok." Ia berusaha tersenyum.

Kemudian, Ghifara meraih tangan Kinan dan menggenggamnya erat, benar-benar erat dengan tangannya yang dingin. Sejenak, Kinan menyernyit. Namun tetap saja, ada efek kenyamanan tersendiri yang Ghifara timbulkan.

"Yaudah, ayo ke kantin. Gue lapar. Lo pasti juga belum makan 'kan?" Ghifara menghela napas. "Muka lo pucat. Lo kurang makan, ya? Padahal kesehatan itu penting, Nan. Jangan nggak acuh sama tubuh lo sendiri."

Mereka mulai melangkahkan kaki, menyusuri koridor, seperti dulu.

"Gue sedih kalau liat lo nggak sayang sama tubuh lo sendiri," ucap Ghifara tiba-tiba. Ia menghela napas dan mengembuskannya dengan berat. "Hidup lo masih panjang, Nan. Jangan bandel."

Kinan menolehkan kepalanya ke arah Ghifara dengan bibir yang mengerucut. "Gue baik-baik aja, tuh, selama ini."

Tersenyum tipis, Ghifara membalas, "lo bisa bilang baik-baik aja. Tapi, gue yakin, tubuh lo bilang yang lain."

Kinan membuang pandangannya. Langkahnya semakin lambat. "Kenapa, sih, lo suka banget ngatur-ngatur hidup gue?" tanya Kinan kesal, "gue nggak suka, Ghif."

Genggaman tangan Ghifara pada tangan Kinan makin erat. Untuk sesaat, Kinan menyadari bahwa ia telah salah bicara. Hingga tiba-tiba, Ghifara berkata, "karena gue sayang sama lo, Nan. Gue nggak mau lo sakit juga kayak gue. Sakit itu nggak enak, Nan. Gue nggak mau lo ngerasain semua itu. Cukup gue aja."

Kinan membeku di tempatnya. Ia benar-benar berhenti berjalan kali ini. "Lo ngomong apa, sih? Omongan lo nyeremin, tahu."

Ghifara melepaskan genggamannya pada tangan Kinan. Ia mengusap surai Kinan. Kedua manik mata jernihnya tampak berkaca-kaca.

"Kinan, lo sayang sama gue 'kan?"

Refleks, Kinan mengangguk pelan. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Ghifara. Sekitarnya mendadak senyap.

"Nan, gue pengin lo hidup sehat, bahagia. Gue pengin lo bisa lebih lama lagi merasakan dunia ini." Ghifara mengusap air mata di pelupuk mata Kinan. "Hidup lo masih harus terus berlanjut, Nan. Jangan berhenti. Walaupun nggak ada gue, gue nggak pengin lo terus-terusan sedih karena gue. Gue nggak suka, Nan."

Kinan menggeleng pelan. "Lo ngomong apa, sih?!" Kinan bertanya dengan suara keras. "Lo nggak bakal pergi 'kan? Lo masih di sini 'kan?"

Ghifara menunduk. Senyum tipis tampak di bibirnya. "Maaf."

"Maksud lo apaan, sih, Ghif? Hobi banget ngomong yang aneh-aneh." Kinan tertawa pelan. "Jangan asal ngomong, hidup lo masih panjang."

"Lo cuma nggak tahu gimana ke depannya, Nan. Nggak semuanya berjalan sesuai sama ekspektasi lo."

Lagi-lagi, Kinan tertawa. "Maksud lo apaan, sih?"

Ghifara tersenyum tipis. Ia mengusap puncak kepala Kinan, lalu berlalu begitu saja.

"Ghif, kasih tahu maksudnya apa!" Kinan berteriak kesal. Namun tetap saja, Ghifara tidak menoleh kembali ke arah Kinan. Cairan bening mulai melapisi bola mata Kinan. Hingga akhirnya, setetes air mengalir dari sudut matanya.

"Tolong, Ghif. Jangan pergi," lirih Kinan. Ia mundur hingga menabrak tiang bangunan, dan meluruh ke lantai. "Tolong, jangan pergi."

***

Kinan membuka kelopak matanya perlahan. Dan tepat saat itu pula, Kinan merasakan rasa sesak yang teramat sangat di dadanya. Sampai-sampai, Kinan mencengkeram erat selimutnya.

Mimpi yang dialaminya barusan benar-benar membuat Kinan mengingat sosok laki-laki itu. Bayangan masa lalunya kembali bermain di pikirannya. Yang lagi-lagi membuat setetes air mata mengalir dari sudut mata Kinan.

Lalu, Kinan kembali memejamkan mata. Bayangan-bayangan tentang masa lalunya tampak lebih jelas. Hingga akhirnya, Kinan berada pada masa-masa SMA-nya, tepat tiga tahun yang lalu.

Dan cerita ini dimulai.

*****

A/n

Cerita ini aku dedikasikan untuk kamu, seseorang yang dulu pernah mengisi hidupku, walaupun hanya sesaat.

p.s. aku pinjam nama kamu, maaciw.

Wkwk

Last SceneWhere stories live. Discover now