BAB 15

2.3K 217 14
                                    

Ketika bel berbunyi dua kali tanda istirahat, Kinan segera membereskan buku-bukunya, dan disimpannya di dalam meja. Padahal, Bu Nia, guru biologinya masih duduk di bangku yang ada di depan kelas dan mengoceh panjang. Seolah, telinganya tidak mendengar suara bel istirahat.

Kinan tidak pernah suka pelajaran biologi. Selain karena Kinan sedikit sulit untuk menghafal, guru biologinya yang hobi mengambil jam istirahat juga membuatnya sebal. Padahal, jam-jam seperti ini adalah jam kritis untuk siswa.

"Minggu depan akan ada ulangan dari materi kemarin dan hari ini." Lalu, kelas Kinan penuh dengan sorakan kekecewaan. Tanpa peduli dengan sorakan itu, Bu Nia bangkit dari bangkunya. "Pelajaran hari ini saya akhiri. Selamat siang. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Tanpa semangat, murid di kelas menjawab salam.

Kinan sendiri langsung bangkit. Tanpa peduli pada Nafissa, ia langusng berjalan ke luar kelas. Dan di sana, ia menangkap sosok Ghifara, dengan sebuah tas kecil yang Kinan yakini berisiobat-obatan, serta sebuah kotak makan---yang seingat Kinan isinya sudah dihabiskan tadi pagi. Laki-laki itu sedang memainkan ponselnya. Sesekali ia tersenyum, yang malah membuat Kinan ikut tersenyum.

Segera saja Kinan menghampiri laki-laki itu. "Hei," sapanya, "udah lama?"

Ghifara menurunkan ponsel dari pandangannya dan tersenyum ke arah Kinan. "Belum, kok. Baru banget gue sampai." Ia menyimpan ponsel di dalam saku celana abu-abunya.

"Oh." Kinan menganggukkan kepalanya perlahan. "Terus, tadi lo lagi ngeliatin apaan sampai senyum-senyum gitu?"

Ghifara menopang dagu. "Ngeliat apa, ya?" Lalu, senyumnya terbit. "Kepo, ya?"

Kinan mengedikkan bahunya. "Lebih tepatnya, gue lapar, sih," balas Kinan, "ke kantin, yuk. Keburu ramai." Ia berjalan terlebih dahulu, diikuti oleh Ghifara yang berjalan di belakangnya.

"Gue liat, lo bahagia banget, ya, hari ini," ucap Ghifara yang langsung membuat Kinan menghentikan langkahnya, "gue suka, sih, ngeliat lo begitu. Tapi kadang gue mikir, lo senyum cuma buat nutupin semuanya, atau emang beneran bahagia?"

Perlahan, ketika Ghifara sudah sampai di sisinya, Kinan kembali melangkah. Ia terdiam, tak bersuara sama sekali. Seolah, ada yang menahannya.

Merasa Kinan tidak menyukai pertanyaan yang Ghifara lontarkan, akhirnya ia berkata, "maaf kalau gue udah asal nanya."

Kinan menggeleng pelan. "Gue cuma ngikutin saran lo aja. Buat selalu bahagia 'kan?" balas Kinan, "tadi lo lagi ngeliat apa, sih? Gue kepo beneran, nih."

"Foto cewek, lucu banget," jawab Ghifara, "mau liat nggak?"

"Wah. Terus, lo suka sama dia?" tanya Kinan penasaran. Walaupun begitu, ia menyadari bahwa dirinya terlalu ingin tahu. Seharusnya Kinan tidak perlu ikut campur 'kan? Tetapi, saat melihat wajah Ghifara yang santai, Kinan malah makin ingin bertanya lebih lanjut.

"Hm, gimana, ya?" Ghifara bergumam pelan. Ia berhenti berjalan dan menyadari bahwa mereka sudah sampai di kantin. "Mending lo duduk dulu, gue pesanin makanan. Yang biasa 'kan? Nih, nitip." Ghifara memberikan tas kecil dan kotak bekalnya pada Kinan, namun perempuan itu malah menolak.

"Mending, lo yang duduk, gue yang pesan makanan," tolak Kinan, "gue nggak enak sama lo. Nanti lo malah sakit lagi."

Ghifara tergelak. Meskipun memang tubuhnya tidak bisa terlalu dipaksa beraktivitas, tapi ia tetap memaksakan. Lagipula, jika hanya harus memesan makanan, itu bukanlah aktivitas yang terlalu berat untuknya.

Last SceneWhere stories live. Discover now