BAB 7

2.9K 256 9
                                    

Setelah beberapa hari mendekam di rumah, akhirnya Ghifara diperbolehkan kembali ke sekolah. Meski dengan sedikit paksaan dan wajah Aileen yang mendadak muram karena keputusan Ghifara yang satu itu. Belum lagi, Ghafa yang lebih condong kepada Aileen.

Kadang, Ghifara mengira-ngira. Andai dirinya senormal remaja lain di luar sana, apa perlakuan Aileen tidak akan sama?

Ghifara menarik napas panjang dan mendorong piringnya. Ia bangkit dari kursi, yang langsung mengundang perhatian dari dua pasang mata yang juga satu meja dengannya. Ia memakai tasnya yang berada di samping kursi.

"Kok nggak dihabiskan?" tanya Aileen. Ia ikut bangkit dan menghampiri Ghifara. "Jaketnya dipakai. Semalam habis hujan."

Ghifara mendengus pelan. Ia kembali melepas tasnya dan memakai jaket biru tua yang awalnya tersampir di pundaknya. "Iya, iya," gerutunya.

Percayalah, Ghifara muak dengan semua perlakuan keluarganya yang berlebihan. Seolah, ia memerlukan semua perhatian itu.

Aileen merapikan jaket Ghifara dan memasang ritsletingnya. Untuk sejenak, ia tersenyum tipis. "Kamu kenapa?" tanya Aileen khawatir.

Ghifara mundur selangkah. "Kak, berangkat, yuk," ajaknya. Ghafa yang masih asyik menikmati sarapannya langsung menggelengkan kepalanya perlahan, menolak.

Ghafa berhenti mengunyah roti selai cokelatnya. "Eh? Berangkat sekarang?  Gue lagi lapar banget pagi ini. Lagipula, sekarang masih jam enam. Perjalanan ke sekolah paling lima belas menit," balas Ghafa. Ia meneguk susu cokelatnya.

Ghifara berdecak. "Tumben, biasanya lo yang paling rajin," ucap Ghifara sinis. Ia bersedekap dan membalik tubuhnya. "Gue berangkat sendiri a---"

"Nggak boleh!" potong Aileen cepat. Yang lantas saja membuat Ghifara mendengus. "Bunda nggak mau, ya, keadaan kamu drop lagi kayak kemaren."

"Yaelah, Bun. Aku udah seratus persen sehat sekarang." Ghifara membalik tubuhnya dan nyengir lebar. Walaupun sebenarnya ia sendiri tidak setuju dengan pernyataannya barusan.

"Nggak boleh!" Aileen tetap pada pendiriannya. "Kenapa, sih, kamu ngeyel banget kalau dikasih tahu?"

Untuk sesaat, Ghifara menatap wajah Aileen yang tampak sedih. Ia menunduk, menatap kedua tungkainya. "Maaf kalau aku bandel," ucapnya pelan, "Bunda jangan sedih."

"Ya lagian, kamu nggak mau dikasih tahu." Aileen mengerucutkan bibirnya. Ia menghampiri Ghifara dan mengacak rambutnya. Yang langsung membuat laki-laki itu mendengus sebal. "Jangan nakal. Bunda nggak mau kamu kenapa-napa."

Dengan terpaksa, Ghifara membalas, "iya, Bunda."

***

Rasanya, Kinan benar-benar malas untuk berangkat ke sekolah hari ini.

Namun, ketika mengingat bahwa hari ini ada ulangan fisika, Kinan langsung bangkit dari tempat tidurnya dan bersiap-siap ke sekolah. Untunglah, pagi ini Jihan sudah berangkat kerja terlebih dahulu. Sehingga Kinan tidak harus bertemu dengan mamanya itu.

Belum lagi, pagi ini udara benar-benar dingin. Oleh karena itu, Kinan harus menggunakan jaket tebal untuk menghalau udara dingin.

Berjalan sendiri di koridor, Kinan lagi-lagi memeluk tubuhnya sendiri saat angin kembali berembus. Ia berhenti berjalan, tepat di ruang tata usaha. Dan tepat saat itu, mata Kinan menangkap Ghifara beserta Ghafa yang berjalan dari parkiran sekolah ke arahnya, sambil bercanda.

Last SceneWhere stories live. Discover now