BAB 8

2.9K 273 16
                                    

Ghifara: Nan, gue tunggu di café biasa, ya. Ada yang mau gue omongin.

Kinan menyernyit heran. Ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jaket, kemudian berjalan dengan perlahan di koridor sekolah. Berhubung bel pulang sekolah baru berbunyi beberapa menit yang lalu, jadi keadaan koridor memang sedikit ramai. Kinan harus hati-hati. Jika tidak, bisa saja Kinan melakukan suatu kebodohan.

Seperti biasa, Nafissa berjalan di sebelahnya. Hingga akhirnya, keduanya berpisah di gerbang. Setelah melakukan salam perpisahan, segera saja Kinan berjalan menuju café yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolahnya.

Ketika sampai di depan pintu café, Kinan segera membuka pintu kaca itu, kemudian masuk ke dalam. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Dan tepat saat itu pula, Kinan menangkap sosok Ghifara dengan sebotol air mineral yang biasa dibelinya, di tempat mereka biasa duduk.

Perlahan, Kinan menghampiri Ghifara. "Kenapa?" tanya Kinan begitu ia sampai di hadapan Ghifara.

Ghifara tersenyum lebar. Ia sempat mengira Kinan tidak akan datang. "Duduk dulu, Nan. Pesan makanan dulu," ucap Ghifara, "lo mau makan yang biasa atau apa?"

Bukannya menjawab pertanyaan Ghifara, Kinan malah berkata, "lo emang suka banget minum air putih, ya? Meskipun kita lagi di café sekarang."

"Air putih itu bagus buat kesehatan, Nan. Gue cuma ngikutin kata Bunda, sih," jawab Ghifara santai, "lo mau mesan apa?"

Kinan menggeleng pelan, menolak. "Nggak usah," jawabnya, "ada apa lo nyuruh gue ke sini?"

"Oh, iya." Ghifara menjentikkan jarinya. Lalu, ia kembali meneguk air mineralnya. "Gue mau minta maaf. Setelah dipikir-pikir, ucapan lo benar juga. Gue cuma orang asing yang masuk ke kehidupan lo."

Kinan membelalakkan matanya. "Bukan itu maksud gue ...." Ia menggigit bibir bawahnya, tidak menyangka bahwa ucapan Ghifara cukup membuatnya merasa bersalah.

Ghifara tersenyum tipis. "Gue belum selesai bicara, Nan," ucapnya. Tatapan matanya menatap hangat ke arah Kinan. "Ternyata, pas kita pertama kali kenalan, sampai saat itu, cuma gue yang menganggap bahwa lo adalah sahabat gue. Gue udah terlalu ke-geer-an. Gue kira, lo juga nganggap gue sama."

Kenapa Kinan makin merasa bersalah?

"Terus, maksud lo apa, Ghif?" tanya Kinan.

"Itu ...." Ghifara membuang pandangannya. "Boleh kita ulang semuanya dari awal? Walaupun pada akhirnya nanti bakal sama, gue nggak apa-apa, kok. Gue udah biasa."

Kinan tertawa renyah. "Maksud lo apaan, sih? Kenapa mendadak gini?" Kinan menggeleng cepat. "Gue nganggap lo sebagai sahabat gue, Ghif. Nggak usah aneh-aneh."

"Hai, Kinan. Kenalin gue Ghifara, kelas 11 IPA A." Ghifara tidak menggubris ucapan Kinan. "Salam kenal, ya. Gue harap kita bisa jadi teman, atau lebih. He-he." Ia menjulurkan tangannya.

"Apaan, sih, Ghif?" Kinan meraih tangan Ghifara, kemudian diturunkannya. "Bukan begitu maksud gue. Gue cuma ... lagi nggak bisa berpikir jernih pas itu."

"Nan, kalau lo nggak balas jabatan tangan gue, kita belum resmi temenan," ucap Ghifara protes. Ia menatap Kinan, tepat di matanya. Dan Kinan dapat melihat kesedihan yang mendalam di kedua manik indah itu. "Pas pertama kali kita kenalan juga, lo nggak balas jabatan tangan gue 'kan? Tolong, Nan. Untuk sekali ini aja. Gue udah capek buat berjuang sendirian.

"Gue capek, Nan." Ghifara menundukkan kepalanya. Tiba-tiba saja rasa sesak itu kembali menguasai dirinya. Kali ini lebih parah dari sebelum-sebelumnya. Ia mencengkeram dadanya kuat-kuat.

Last SceneTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon