BAB 12

2.4K 227 4
                                    

"KINAN!"

Baru saja Kinan berjalan memasuki kelas, suara heboh plus menyebalkan milik Nafissa terdengar di indera pendengarannya. Ia memutar bola matanya dan kembali menutup pintu kelas. Lalu, Kinan duduk di bangkunya.

"Kenapa, sih? Heboh banget," ucap Kinan sebal. Ia mengusap daun telinganya perlahan. Untung saja Kinan sudah biasa mendengar suara Nafissa. Namun, tetap saja suara itu menyebalkan.

"Lo abis ngapain aja sama Kak Arzen?!" tanya Nafissa. Ia tidak mengontrol suaranya sehingga hampir seluruh penghuni kelas menoleh ke arahnya. "Gue liat instastory-nya Kak Arzen, dia nge-tag lo. Kalian ada hubungan spesial?"

"Heee, apa---"

"Padahal lo suka sama Kak Ghafa. Kenapa jadi berpaling ke sahabatnya?" Nafissa bersedekap dan berdecak. "Gue nggak nyangka, sumpah!"

Lantas, Kinan memukul lengan Nafissa perlahan, namun cukup untuk membuat perempuan itu meringis. "Jangan asal ngomong," ucap Kinan.

Nafissa terkekeh pelan. "Terus, terus, terus." Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Kinan. "Gimana ceritanya kemarin lo bisa nonton bareng Kak Arzen? Secara, Kak Arzen 'kan gebetannya banyak, cakep-cakep lagi. Kenapa bisa tiba-tiba lo yang diajak?"

Sejujurnya, Kinan paling tidak suka jika sudah mulai dibanding-bandingkan dengan orang lain. Apalagi jika dibandingkan dari segi penampilan. Ditambah lagi, Kinan dibanding-bandingkan dengan perempuan modis yang selama ini Arzen dekati.

"Emang kenapa? Salah?" Kinan balik bertanya. Meski sebenarnya sudah keki setengah mati. "Kak Arzen itu sahabatnya Kak Ghafa sama Ghifara. Berarti dia teman gue juga. Nggak salah 'kan?"

Nafissa menganggukkan kepalanya perlahan, lalu berdeham. "Tapi nggak asyik aja gitu. Suka sama siapa, dekat sama siapa, jadian sama siapa."

Kinan makin kesal dibuatnya.

"Lama-lama lo kayak Ghifara, ya. Banyak omong," ucap Kinan sinis, "cocok lo berdua."

Nafissa tersenyum lebar. Mata indahnya mendadak berbinar. "Iya, dong. Gue emang cocok banget sama Kak Ghifara."

Kinan terdiam di tempatnya. Mendadak, ia ingat dengan laki-laki bermata cokelat itu. Entah bagaimana kabarnya sekarang, Kinan sudah tidak pernah berhubungan dengannya lagi sejak terakhir kali mereka bertemu. Harus Kinan akui, ia cukup rindu dengan Ghifara.

Bagaimana, ya, kabar laki-laki itu sekarang?

Lantas, Kinan mengambil ponselnya dan mengecek aplikasi chatting-nya. Tidak ada pesan baru selain dari grup kelas dan grup angkatannya. Lalu, saat Kinan menggulir layar, benda itu bergetar panjang; ada panggilan masuk.

Nama Ghifara terlihat layar. Kedua kelopak mata Kinan melebar dengan senyum yang terbit di bibirnya. Segera saja Kinan menggeser layar, menjawab panggilan. Entah sudah berapa lama mereka tidak saling berhubungan, Kinan sampai lupa.

"Selamat pagi, Kinan. Apa kabar? Masih ingat sama aku 'kan? Kita baru kemarin chatting-an, lho." Suara Ghifara terdengar.

Kinan tertegun di tempatnya. Kemarin adalah terakhir kali mereka berkirim pesan, dan Kinan sudah merasa sangat lama mereka tidak berhubungan.

"Kinan? Kok diam aja? Aku ganggu, ya? Ma---"

"Ghif," potong Kinan cepat. Ia menggigit bibir bawahnya lembut.

"Ya?"

"Apa kabar?"

***

Last SceneWhere stories live. Discover now