BAB 5

3.2K 268 25
                                    

"Kakak minggu ini pulang?" tanya Kinan penuh harap, "Kinan kangen."

Saat ini sudah jam pulang sekolah. Namun, Kinan sengaja berdiam diri dahulu di kelas sambil menghubungi Dhia. Ia rindu dengan kakaknya itu. Selain itu, Kinan juga tidak bisa berada di rumah seorang diri, dengan keluarganya yang sudah di ambang kehancuran.

Helaan napas lesu terdengar. "Maaf, ya, Nan. Kakak nggak bisa pulang. Banyak banget tugas," jawab Dhia yang lantas saja membuat senyum Kinan pudar, "Kinan ngerti 'kan? Kalau tugas Kakak udah selesai, Kakak pasti pulang, kok."

Meskipun terpaksa, Kinan akhirnya berkata, "yaudah, deh, Kak. Nggak apa-apa. Kinan ngerti. Kakak jangan lupa istirahat, ya. Jangan sampai capek-capek. Kinan sayang Kakak."

"Iya, kamu juga." Dan panggilan diputuskan begitu saja.

Kinan meletakkan ponselnya di atas meja. Wajah Kinan mendadak murung, membuat Nafissa dan Ghafa yang ada di hadapannya menyernyit heran. Padahal, Kinan tampak senang saat panggilannya dijawab. Namun, hanya dalam waktu beberapa detik, raut wajahnya berubah.

"Nan, Lo kenapa, deh?" Nafissa bertanya heran.

Dengan senyum tipis di bibirnya, Kinan menggeleng pelan. Belum waktunya Kinan menceritakan soal masalahnya. Baik itu kepada Nafissa, atau kepada Ghafa. Kinan tidak sanggup.

"Jadi ngejenguk Ghifara 'kan?" Bukannya menjawab, Kinan malah mengalihkan pembicaraan. Ia mengambil kembali ponselnya, kemudian menyimpannya di dalam tas. "Keburu malam, yuk."

Nafissa menatap Kinan dengan heran. Begitupun dengan Ghafa. Laki-laki itu merasa ada yang aneh dengan Kinan. Namun, ia tak berani buka suara.

"Dasar," ucap Nafissa. Ia mengenakan jaket birunya, kemudian berjalan ke luar kelas terlebih dahulu. Kinan bangkit, diikuti oleh Ghafa. Dalam diam, mereka berjalan menyusul Nafissa.

Di saat situasi seperti ini, Ghafa semakin yakin bahwa ada hal yang terjadi pada Kinan. Perempuan itu sedari tadi menunduk. Suaranya pun tidak terdengar ceria seperti biasanya.

Ghafa ingin bertanya, namun ia takut.

Takut membuat Kinan berpikir bahwa ia terlalu ikut campur ke dalam urusannya.

Takut membuat Kinan menjauh karena merasa bahwa Ghafa telah mengusik kehidupan pribadinya.

Dan yang terpenting, Ghafa takut kehilangan Kinan, seseorang yang telah ia anggap sebagai adiknya.

***

Ghifara sedang asyik memainkan ponsel ketika tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Sedikit terkejut, laki-laki itu melempar ponsel miliknya dan menaikkan selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Langkah kaki terdengar memasuki kamar.

"Yah, Naz. Ghifara lagi tidur ternyata." Ghifara sangat mengenal suara itu. Itu suara Ghafa, sepupunya. "Besok aja kali, ya. Biar dia istirahat dulu."

Di bawah selimut, Ghifara mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia ingin menurunkan selimutnya, tapi, seperti ada yang menahan pergerakannya. Alhasil, Ghifara hanya terdiam di bawah sana.

"Yaudah, deh, Kak. Pulang a---"

"Eeeeh, jangan, dong!" Ghifara tiba-tiba saja membuka selimutnya dan langsung duduk tanpa memikirkan efek setelahnya. Perlahan, Ghifara meringis pelan. Ia memegang kepalanya yang sejenak terasa pening.

Ghafa lantas duduk di sebelah Ghifara. "Are you okay?" tanya Ghafa khawatir. Ia membantu Ghifara untuk kembali berbaring, kemudian menaikkan selimutnya sampai sebatas dada.

Last SceneTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon