Min Yoongi

5.8K 771 27
                                    

Tubuh kurusnya, kulit pucatnya, dan cara ia memandang langit, jelas memperlihatkan betapa kacau isi pikirannya. Tangan kanannya memainkan pematik api, membuat energi berwarna kuning kemerahan itu menyala-mati.

Katakan, bahwa ia sedang menyia-nyiakan setiap sekon yang terlewat. 60 detik, 60 menit, 24 jam, selama 3 hari. Ia membuang waktu hanya demi merenungi kesalahannya.

Bisakah ia memperbaiki kesalahannya dan mengembalikannya seperti semula?

Bisakah waktu diputar kembali?

Jawabannya TIDAK.

Tok. Tok.

Seorang yang mengetuk pintu kamarnya kemudian masuk tanpa menunggu jawaban, seolah tau kalau Min Yoongi tak akan menjawab ketukannya. Ibunya, memandang sedih putra bungsunya yang masih sama seperti kemarin. Diam, memandang kosong ke luar. Ada apa dengan langit senja? Seindah itukah sampai Yoongi termenung selama 3 hari?

"Yoongi..." ibunya memanggil lembut seraya berlutut di hadapannya. Perlahan, maniknya turun, beralih pada sang ibu. Ia bergeming sebentar, lalu bergerak memeluk ibunya erat.

Shin Hyunmi tau, putranya tengah menangis. Ia merasakan bahunya basah, ia juga merasakan tubuh putranya yang bergetar. Ia begitu mengenal darah dagingnya, anak yang telah dikandungnya selama 9 bulan 10 hari, ia mengenal karakter Yoongi yang jarang menangis. Bukan, bukan karena Yoongi itu tegar, itu tidak benar. Yoongi sedari kecil memang kesulitan untuk mengekspresikan perasaannya pada seseorang. Ibunya, ayahnya, dan kakaknya sekalipun.

Yoongi itu pendiam, ia lebih suka memendamnya sendirian. Ia sudah pernah dibawa ke psikiater, namun yang didapat juga sama. Yoongi tidak bisa menceritakan keluh-kesahnya.

Sekarang, ia menangis, dihadapan ibunya. Pastilah berat telah memendamnya sendiri.

"Ssstt... Tidak apa, tidak apa... menangislah, jangan menahannya lagi... eomma disini, eomma ada untukmu..."

"M-mian...mianhae eomma... Ini salahku... Ini salahku!" Yoongi terisak lebih keras dibahu ibunya.

"Tidak... Tidak ada yang salah... Ini bukan salahmu, nak..." Hyunmi ikut meneteskan air matanya, ia tak bisa menahan tangis mendengar pilunya Yoongi yang menyalahkan diri. Tidak, Hyunmi tidak mau menyalahkan siapapun.

Ia memang kehilangan suami tercintanya, tapi itu semua bertujuan untuk menyelamatkan Yoongi dari kobaran api.

Siapa ayah yang akan membiarkan anaknya mati?

"Makanlah yang banyak, tubuhmu jadi kurus akhir-akhir ini..." Hyunmi menutur lembut seraya mengusap punggung tangan anaknya yang tengah melahap masakan yang dibuatnya. Yoongi terus memakannya seolah dia orang yang rakus, tapi ia tak peduli. Perutnya sudah meronta sejak kemarin malam.

"Pelan-pelan saja... Nanti tersedak,"

"Masakan eomma memang paling lezat. Terima kasih, eomma," Yoongi tersenyum manis, membuat sang ibu tak bisa menahan haru melihatnya.

Ia benar-benar merindukan Min Yoongi yang ceria.

"Aku pulang!" seruan anak tertuanya menyambut malam itu.

"Oh, Yoonsik-ah, kemarilah, makan malam bersama adikmu,"

Yoonsik terkejut melihat adiknya yang sudah mau meninggalkan kamar. Ia bergeming, kemudian mengulas senyum yang serupa seperti ayah mereka.

Yoongi telah memberanikan diri mencurahkan keluh kesahnya pada sang ibu, walau tak luput dari isak tangis yang menyesakkan. Ibunya juga mendengarkan semuanya dengan baik, memberinya rapalan kalimat penenang yang berharap dapat mengubah Yoongi menjadi lebih terbuka padanya.

Yoongi akan berusaha mengubah dirinya. Yoongi tidak mau menyusahkan ibu dan kakaknya lagi. Maka, pada pagi sebelum fajar, Yoongi mengendap-endap dan memutuskan pergi dari rumah, serta meninggalkan secarik surat untuk ibunya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Gimana pendapat kalian tentang 2 chapter yang udah ku publish? Cukup penasarankah, atau biasa aja? Author pengen belajar gimana caranya bikin FF yang membuat nagih dan penasaran, yang ada saran, boleh deh bagi-bagi di kolom komentar. Voment seperti biasa dibutuhkan untuk asupan(?) semangat author. THANKYUU!^^

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang