[25] Min Yoongi kami

2.4K 329 12
                                    


Anak kecil itu menangis, berjongkok di bawah piano yang melebihi tingginya kala itu. Ia terbatuk-batuk, setiap hirup napasnya hanya akan memperparah sesak, sebab yang dihirupnya tidak ada yang lain selain asap. Matanya mencari-cari celah, tapi tak menemukan sedikitpun bahkan seukuran tubuhnya yang masih kecil. Ia meraung, sekencang-kencangnya memanggil anggota keluarganya.

Seusianya, ia tak mengerti tentang apa yang terjadi malam itu. Api yang berasal dari sebelah rumahnya menjalar, dan yang pertama dilahapnya adalah ruang tamunya. Api itu cepat sekali melalui lantainya yang berbahan kayu, dan ia yang kala itu tengah sendiri, tak mengerti harus pergi ke mana selain bersembunyi di bawah piano kesayangannya.

"Ayah... Ibu... Hyeongie... Yoongi takut..." Ia tak hentinya merapalkan nama itu. Tubuhnya mulai lemas setelah lumayan lama berkeringat, terbatuk, dan menangis di saat yang bersamaan. Napasnya sudah sesak, dan ia tumbang tepat ketika pintu depan terjeblak dibuka.

Ia sudah tergeletak, sudah tak bisa lagi menghindar dari api yang lama kelamaan merambati lantai. Seluruh pandangannya gelap dan ia tak merasakan apapun setelahnya.

Selama pingsan, ia bermimpi sedang jalan-jalan bersama ayahnya. Yoongi kecil digendong bahu, berteriak riang saat sang ayah berlari kecil, memegang tangan mungilnya dan memanggilnya superhero. Tidak ada siapapun, hanya keduanya yang menguasai padang lapang hijau yang berbunga putih.

Babybreath.

Setelah lama bermain, ayahnya kemudian berbaring, dengan Yoongi yang tengkurap di sebelahnya. Memainkan kaki kecilnya seraya tertawa-tawa.

"Kenapa Yoongi bahagia sekali, hm?" tanya sang ayah dengan lembut.

"Yoongi senang bisa bermain dengan ayah."

"Apa itu yang Yoongi suka?"

"Eung!"

Sang ayah mengusap rambutnya dengan sayang, lalu turun ke pipi. "Yoongi mau jadi superhero, tidak?"

"Mau! Yoongi mau jadi superhero yang keren!"

"Kalau begitu, mau berjanji pada ayah?" tanyanya pada Yoongi, ibu jarinya mengusap pipi anaknya dengan pelan, membuat Yoongi memejamkan mata, menikmati usapannya. "Yoongi-ya... jaga ibu untuk ayah, ya? Mau?"

"Bagaimana Yoongi menjaga ibu? Yoongi masih kecil, ayah."

"Yoongi tidak boleh sering menangis. Nanti, kalo Yoongi sering menangis, ibu juga menangis. Ibu sedih melihat Yoongi sedih. Jadi, Yoongi harus jadi anak yang kuat, ya?"

Kemudian Yoongi mengangguk, mengaitkan kelingkingnya pada kelingking sang ayah. Wajah ayahnya yang tersenyum perlahan memudar, dan selanjutnya hanya putih yang dilihatnya.

Saat ia bangun, yang ia lihat adalah wajah sembab sang ibu dan kakaknya. Namun, ia masih terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi.

Yang Yoongi tau, ayahnya pergi meninggalkannya.

Yang Yoongi tau, ayahnya tega sekali pergi tanpa pamit padanya.

Jadi, Shin Hyunmi merahasiakan fakta penyebab kepergian itu hingga Yoongi berusia 16 tahun.

Dan benar, menceritakan kebenarannya malah menggoreskan luka yang mungkin terus membekas dalam hatinya.


~~~


Hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit putih dan bau kimia yang merasuk dalam indera penciumannya. Beberapa detik kemudian ia baru merasakan tangan kanannya yang terbebas dari infus itu terasa hangat, sebab ada Hoseok di sana, menggenggam tangannya. Ia yakin, lelaki yang berjulukan happy virus Bangtan itu semalaman menangisinya.

FATAMORGANAWhere stories live. Discover now