[6] Maaf, Bu

3.5K 467 23
                                    


1 September 2014

Hari yang spesial, bagi seorang adik kecil kesayangan Bangtan.

Jeon Jungkook.

Laki-laki yang menginjak usia 17 itu menangis lagi saat pagi tadi para kakaknya memberi kejutan dengan mendekorasi kamar, juga menyiapkan kue tart. Dia ada disana saat kakak-kakaknya menghias dorm, tapi Jungkook tetaplah dirinya, member yang ada dalam list 'sulit dibangunkan'.

Semua member tampak kekenyangan, duduk santai di ruang tengah bersama-sama. Untuk hari ini, ada jadwal perform di MBC sore nanti, jadilah mereka bisa bersantai sebelum gladiresik.

Drrt Drrt

Jungkook tiba-tiba bangkit, ia berjalan cepat ke balkon, mengundang tatapan heran keenam kakaknya.

"Jungkookie... anak eomma,"

Jungkook yang tengah duduk di sofa balkon itu tersenyum lebar, tapi matanya berkaca-kaca menerima panggilan video call dari ibunya. Hatinya bergemuruh melihat wajah sang ibu yang semakin tirus, binar mata yang tak secerah dulu, rambut yang menipis. Tak dipungkiri betapa rindunya ia kini.

"Saengil chukkae Jungkookie, saengil chukkae Jungkookie, saengil chukkae saeng--ommo! wae ureo?"

Jungkook mengusap matanya berkali-kali, mencoba menghapus jejak tangis namun sia-sia. Air matanya terus saja keluar.

"Wae ureo, eo?"

"Aku... aku rindu sekali... bu... aku rindu ibu..." Ia merengek bagai bayi.

"Aigo, anak ibu, jangan cengeng..."

"Tapi... aku rindu ibu... aku ingin pulang..."

"Sabar ya, nak... Ibu juga merindukanmu, tapi... itulah yang namanya kerja keras. Kadang, kau harus mengorbankan kebahagiaanmu demi mencapai tujuan yang lebih baik lagi, yang bisa membuatmu merasakan bahagia berkali lipat."

Jungkook mengangguk, mulai menghentikan tangisnya.

"Ibu, kenapa memakai nasal canula? Apakah ibu kembali dirawat? Ibu baik-baik saja kan?"

"Tentu saja... ibu hanya kelelahan, gokjongmal. Oh ya, sudahkah ditentukan tanggal debutmu?"

'Ibu berbohong lagi.'

Jungkook diam sejenak. Pandangannya masih setia pada sang ibu, tapi tatapannya berubah sendu. Air matanya kembali menggenang, namun kali ini Jungkook sekuat tenaga menahannya. Ia justru tersenyum pedih.

"Jungkookie--"

"Ibu, tetaplah sehat ya. Bukankah... ibu ingin melihatku debut?"

"Keurom..."

Hanya itu. Jungkook tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Menanyakan kesembuhan adalah hal sia-sia. Menyakitkan, namun kenyataan yang terpampang memanglah seperti ini. Kenyataan pahit yang Jungkook terima di usia dini.

Ibunya tersenyum diseberang sana. Maniknya juga menatap Jungkook penuh makna, lalu setetes air mata jatuh.

"Jungkook... jangan menyerah ya. Ibu yakin, debutmu sudah dekat. Bersabarlah sedikit lagi, juga... jangan lupa berdoa pada Tuhan. Ibu juga berdoa disini untukmu, untuk kalian."

"Iya bu,"

"Ah, ibu tutup dulu ya... Selamat ulang tahun, Jungkookie,"

Jungkook memberi kissbye, sebelum layar itu berubah hitam. Ia terdiam, perlahan menunduk, lalu bahunya kembali naik-turun tak berirama. Ia terisak, lagi. Namun, isakannya lebih menyakitkan, bukan seperti bayi, bukan seperti Jeon Jungkook yang cengeng. Isakan pedih seorang remaja berusia 18 tahun yang baru saja menyadari kenyataan yang lebih pahit lagi.

FATAMORGANAWhere stories live. Discover now