[18] Apa yang harus kulakukan?

2.2K 352 30
                                    


Keenamnya diam dengan perasaan yang berkecamuk. Perasaan cemas, kesal, kecewa, bercampur menjadi satu. Perasaan yang muncul setelah tersebarnya video salah satu member mereka yang tengah berkelahi, dan tiba-tiba mereka semua dipanggil untuk kembali ke Seoul.

Menghadap Bang Sihyuk, petinggi mereka sekaligus ayah kedua mereka.

"Jadi, siapa yang tahu, di mana Taehyung sekarang?"

"Maaf, PD-nim, saya sudah menghubunginya dari semalam, tapi tidak ada kabar mengenai Taehyung. Nomor handphonenya seketika tidak aktif." Namjoon selaku leader membalas, ia sendiri cenderung ke cemas dari pada kesal, yahh, kecuali adiknya—Nami—yang memaki dirinya sebelum dia berangkat.

Hanya mementingkan duniamu, itu kata-kata yang didengarnya sebelum Namjoon melangkah keluar rumah. Jujur, rasanya Namjoon sangat menyesal meninggalkan adik dan ibunya lagi.

"Hahh... baik. Kalian tidak bisa menghubungi Taehyung, begitu juga agensi. Sementara ini, lebih baik jangan menanggapi apapun ke publik, biar aku yang mengurusnya."

Kemudian keenamnya diijinkan keluar ruangan. Namun, mereka harus menginap di gedung agensi—tepatnya lantai 5—yang merupakan dorm cadangan. Mereka belum bisa menampakkan diri di hadapan ratusan wartawan, para fans, yang memenuhi jalan di depan gedung.

"Sial, apa sih yang dilakukan bocah itu? Apa dia tidak memikirkan dampaknya? Berkelahi di depan rumah tahanan? Melepas topi dan masker? Tsk, sudah gila memang."

Namjoon duduk di sofa, menghela napas mendengar Min Yoongi berbicara kentara kesalnya. Ia sendiri lebih memikirkan keadaan lelaki yang sudah dianggapnya adik itu ketimbang memikirkan bagaimana jadinya reputasi mereka.

"Apakah masih tidak bisa dihubungi?" Namjoon bertanya pada Jimin yang kemudian menggeleng lemah, menjauhkan handphone yang semula menempel pada telinganya, membuat Namjoon menghela napas lagi.

"Apakah perlu kita menjelajahi Daegu? Yoongi, kau berasal dari Daegu, kan?"

Yoongi menatap Seokjin, tatapannya seolah berkata hyeong-pasti-bercanda. "Ya, aku berasal dari sana, tapi, Daegu itu luas hyeong. Bagaimana kita menemukannya, eo? Apakah kita harus mengetuk setiap pintu dan bertanya 'apakah Kim Taehyung member BTS ada di sini?' begitu? Aish, anak itu membuat gila saja."

"Apakah handphone-nya tidak bisa dilacak?" Hoseok akhirnya bersuara.

"Sejin hyeong, sudah mencobanya. Handphone-nya mati." Namjoon memijit pelipisnya, tak tahu lagi harus bagaimana. Di keadaan seperti ini, ia merasa telah gagal menjadi pemimpin dari groupnya.

Hening untuk beberapa menit, kemudian terdengar isakan kecil. Sontak Hoseok bergerak memeluk Jungkook, yang lain hanya memejamkan mata, tidak tega mendengar adik kecil mereka menangis.

"Sudah, sudah. Hyeong, juga kita semua, berjanji akan menemukan Taehyung. Jangan menangis," Hoseok mengusap lembut rambut Jungkook, mengucapkan beberapa kali kata 'jangan-menangis' dan kata-kata menenangkan. Jungkook menangis karena melihat para hyeongnya frustasi, namun ia tak dapat melakukan apa-apa. Adik kecilnya itu tidak tega melihat wajah lelah kakak-kakaknya, katanya, padahal menurut Hoseok hal yang membuat mereka tidak tega adalah melihat adik mereka menangis.

Pelan-pelan, semua berdiri dan memeluk Jungkook, kecuali Yoongi yang hanya bisa berlutut di depan adiknya dan menepuk halus lututnya. Semuanya hanya diam, tak mengucapkan apapun karena mereka tak mampu, rasanya ingin sekali menangis juga.

Sementara di luar sana, mereka menutup telinga untuk makian dan hujatan, mereka menutup mata untuk melihat keadaan ricuh di luar gedung. Mereka bersembunyi, layaknya pengecut. Mereka jelas tak bisa menjelaskan apapun, sebab Taehyung sendiri tak tahu berada di mana, sedang apa, dan bagaimana keadaannya. Yang bisa mereka lakukan hanyalah berdoa dan saling menguatkan ikatan, yang sewaktu-waktu dapat digoyahkan oleh segala hal—termasuk masalah—seperti sekarang.

FATAMORGANAWhere stories live. Discover now