[7] Pesan Terakhir

3.4K 485 42
                                    

"Ibu sangat senang... tidak menyesal sama sekali... takdir telah mempertemukan Jungkook, dengan kalian. Jungkook pasti merepotkan ya..." suara serak nan lemah itu memecah hening setelah keenamnya berdiri mengitari brankar, menunggu tentang apa yang ingin dibicarakan.

"Oh, aniyo, Jungkook anak yang baik, eommonim. Dia juga penurut," Namjoon buru-buru menanggapi. Dia tidak mau Suhyun berpikiran jika Jungkook itu merepotkan. Bahkan mereka berenam bahagia punya adik bungsu seperti Jungkook.

Suhyun tersenyum lemah.

"Ibu bisa tenang... setidaknya, Jungkookie tidak sendirian lagi jika nanti ibu pergi,"

"Eo-eommonim, jangan berbicara seperti itu... Jungkook akan sedih,"

"Tidak, Hoseok-ah... Ada kalian disisinya... Dia pasti akan bahagia," Suhyun menghembuskan nafas, "penyakit ini... benar-benar terus mengajakku untuk pergi. Toh, tidak ada lagi yang dapat dilakukan."

Hening. Masing-masing dari mereka menahan sesak yang menyakitkan saat mendengar ucapan Suhyun, begitu pasrah.

"Tolong, aku... ingin sekali memberinya surat. Tanganku... terlalu lemas untuk menuliskannya. Apa kalian ingin membantuku? Aku sudah menyiapkan semua... dilaci, tolong."

Jimin sigap membuka laci nakas di sebelahnya, mengambil secarik kertas dan pulpen, ada pula sebuah foto kusam, tapi urung diambilnya. Matanya yang sudah digenangi air mata itu menatap buram pada kertas, siap menuliskan apapun yang dikatakan Suhyun.

Suhyun, secara pelan mengatakannya. Sesekali Seokjin membantu Jimin yang tampak kewalahan, tangannya bergetar hebat dan air matanya sudah jatuh. Seokjin dengan telaten mengulangi perkataan Suhyun. Taehyung yang di sampingnya berulang kali menepuk bahu Jimin, menguatkannya.

Hingga surat itu selesai dan diserahkan pada Suhyun. Ia tampak tersenyum puas, menyempatkan untuk memuji Jimin karena tulisannya yang rapi.

"Terimakasih banyak. Ibu benar-benar merepotkan kalian, ya..."

"Gwenchanayo, eommonim. Kami sama sekali tak merasa direpotkan,"

Suhyun menatap Namjoon yang barusan bicara. Lagi, ia melempar senyum yang dapat membuat air mata Namjoon jatuh saat itu juga.

"Tolong, jaga Jungkookie-ku, ya. Ibu sangat mencintainya."

Hoseok menunduk dalam, bahunya bergetar karena menangis, begitu juga Jimin, Seokjin, dan Taehyung. Yoongi menggigit bagian dalam bibirnya, mencoba sekuat mungkin tak menangis walau setetes lolos, dan Namjoon, mencengkram kuat-kuat pinggiran brankar, tak kuasa menahan tangis. Hatinya sakit, membayangkan kenyataan yang terlalu menyakitkan dari adik bungsu mereka.

.

Teruntuk, Jeon Jungkookie, anak tersayang ibu.

Namanya Jeon Jungkook. Laki-laki. Lahir hari Kamis, pukul 03.20 dini, 1 September 1997. Beratnya 2,7 kg.

Ibu sangat ingat suara tangismu kali pertama. Saat itu, ibu sangat bahagia melihatmu yang begitu mungil, sampai ibu tak bisa membendung air mata ini.

Ibu menangis lagi, begitu Jungkook diletakkan disebelah ibu. Ibu menyentuh pipimu yang tembam, kulitmu yang lembut, nafasmu yang tenang. Ibu membisikkan doa, semoga Jungkookie tumbuh menjadi laki-laki yang baik, tidak perlu menjadi hebat, sebab dimata ibu, Jungkookie adalah pahlawan ibu, yang selalu berhasil membuat ibu tersenyum, membuat hati ibu bahagia.

Umur 9 bulan, Jungkookie dapat memanggil ibu, walau hanya "mmma" namun ibu sangat bahagia mendengarnya.

Umur 1 lebih 3 bulan, ibu mengajarkanmu berjalan. Jungkookie terus jatuh, lalu menangis. Ibu sampai harus memelukmu, memukul darat yang menjadi pijakanmu, seolah menyalahkan daratan yang membuat lututmu sakit menghantamnya. Dengan begitu, Jungkookie akan diam dan meneruskan langkahnya.

Umur 4 tahun, Jungkookie menanyakan dimana ayah. Hatiku sakit mendengarnya. Bukan, bukan karena pertanyaan Jungkook yang membuat ibu sedih, namun kenyataan yang akan menamparmu jauh lebih sakit. Ibu tersenyum dan mengatakan jika ayah pergi jauh. Jungkook tanya, kapan ayah pulang? Maaf, Jungkookie, tapi... ayah tidak akan kembali. Saat menerima jawaban itu, kau menangis kencang. Ia sampai demam selama 3 hari dan memanggil ayah.

Maaf, Jungkookie. Maaf karena harus dilahirkan dari seorang ibu tanpa didampingi suaminya. Karena ibu, Jungkookie jadi diejek, tidak merasakan kehadiran ayah seperti teman-teman yang lain.

Namun, ibu mohon, tetaplah hidup bersama ibu, jangan pergi dari ibu. Sesungguhnya, ibumu ini sangat lemah tanpamu. Kamulah semangat ibu, Jungkook.

Diumur 11 tahun. Ada kenyataan pahit lagi yang kembali menyakitimu. Ibumu ini sakit. Sakit parah. Itu terjadi saat ibu diam-diam tranfusi darah untuk mendapat bayaran yang cukup mengobatimu yang saat itu terkena tipus. Maaf, saat itu ibu tidak berpikir banyak mengenai akibatnya. Ibu memang bodoh, ya. Namun, tidak apa, ibu tidak menyesal jika itu untukmu.

Umur ke-13. Jungkookie sudah mengetahui penyakit ibu. Dia sangat marah sampai membuat ibu takut. Ibu pantas mendapatkannya, sudah wajar kamu marah. Di umurmu ini juga, Jungkookie harus pergi. Menggapai mimpinya menjadi seorang penyanyi. Ibu sedih sekaligus bangga. Ibu sedih karena kamu harus membuang masa mudamu demi mengejar mimpi secepatnya, ibu sedih karena kamu harus berpisah dengan ibu. Namun, ibu bangga, Jungkookie bisa mengatasi semua.

Anak ibu, benar-benar sudah remaja sekarang. Dulu, melihatmu yang cengeng membuat ibu khawatir, bagaimana jika nanti ibu pergi? Siapa nanti yang memelukmu? Siapa nanti yang akan menghapus air matamu? Ibu takut sekali meninggalkan Jungkook. Ibu takut, Jungkook kesepian.

Namun, kekhawatiran ibu benar-benar hilang sekarang. Jungkook tidak lagi sendiri. Ada Namjoon, Seokjin, Yoongi, Hoseok, Jimin, dan Taehyung. Kamu sudah punya enam kakak yang akan menyayangimu, melindungimu, yang menghapus air matamu, dan memelukmu. Mereka sekarang adalah keluargamu, nak. Jungkookie jangan takut lagi.

Maaf, jika selama ibu hidup, ibu belum memberimu kebahagiaan sesungguhnya. Maaf, karena kamu harus terlahir dari ibu yang sakit-sakitan. Maaf, Jungkookie, karena ibu harus pergi. Benar-benar harus pergi.

Jangan nakal saat ibu pergi, jangan membantah nasihat kakak-kakakmu, jangan cengeng, dan bersikaplah yang baik dengan mereka.

Jangan membenci ibu, ya, Jungkookie. Ibu harus pergi.


Dari ibu yang sangat mencintaimu,
Peluk cium,

Suhyun.

.

Jungkook tersenyum dengan deraian air mata menetes, membasahi surat yang barusan dibacanya. Ia menatap sendu foto yang turut diselipkan dalam surat itu.

"Aku juga, bu. Maaf, belum bisa membahagiakan ibu. Aku mencintaimu, sangat."

.

.

.


TBC

Ini benar-benar ketik ngebut di HP. Maaf kalo ga feel sama sekali :")
Huwee aku bakalan rindu sama kalian, readers😭. Aku bakalan rindu notif vote dan komen walau ga seberapa banyak, tapi aku seneng banget rasanya ada yang baca FF ini dan udah vote.

Oke, ini masih bersambung. Sekali lagi, hiatus sampe seluruh ujian masuk universitas (sbmptn/pts, um, utul) selesai semua. Makasih banyak udah mengikuti sampe disini.

ILY so much💕

FATAMORGANAWhere stories live. Discover now