[9] Dibalik sebuah akting

3K 411 35
                                    


5 Februari 2015


Lelaki itu mengenakan kemeja putih dan celana pendek hitam, duduk termenung, ditangannya menangkupkan sesuatu. Enam kelopak bunga. Ia menatap sebentar, sebelum tiga sekon berikutnya berjalan ke tengah ruangan dan meletakkan enam kelopak itu ke lantai. Ia berlutut, mematikkan api ke enam kelopak itu, lalu memandangnya yang terbakar pelan-pelan, seiring air matanya menuruni pipinya.

Kemudian ia berdiri, mundur teratur hingga punggungnya bersentuhan dinding. Suasana mendadak gelap, bak proyektor, sebuah cahaya muncul dan menghantam dada kirinya. Ia menatap enam kelopak yang seolah tergambar dalam kemejanya, satu tangannya terangkat guna menyentuhnya. Enam kelopak bunga. Satu mewakili satu sahabatnya yang telah pergi. Satu terbakar, maka satu penyesalan ia tanggung. Dan ia menanggung semua penyesalan itu.

"Mianhae," ia berbisik, sangat lirih seraya matanya memejam.


"Okay, CUT!" teriakan itu mengintrupsi, lalu ruangan kembali terang seperti semula.

"Gamsahabnida!" Ia langsung membungkuk guna mengucapkan terima kasihnya. Mengatakan pada semua staff yang telah bekerja keras untuknya.

"Kerja bagus, Seokjin,"

"Gamsahabnida,"

Selesai sudah. Ini hari ketiganya syuting, dan ia selalu sendirian. Ia jadi jarang beraktivitas dengan membernya yang lain. Ia tidak seberuntung Hoseok, Jimin, Jungkook, dan Taehyung yang lokasi syutingnya dalam satu bangunan, lalu Namjoon dan Yoongi yang berdekatan, setidaknya mereka masih bisa  bercengkrama. Ia merasa kesepian. 

"Selamat, Seokjin, syuting individu-mu sudah selesai. Kita tunggu yang lain, kemudian kalian akan berkumpul untuk syuting bersama, okay?"

"Ne, gamsahabnida PDnim," Seokjin membungkuk sekali lagi pada PD yang mengatur seluruh pengambilan gambarnya. Pria paruh baya itu menepuk bahunya pelan, lalu mempersilahkannya untuk istirahat.

Ia gunakan waktu luang itu untuk menghubungi satu membernya. Rasa-rasanya, ia rindu berbincang dengan mereka, entahlah, mereka seolah sudah terbiasa hidup bersama dan melewati hari demi hari bersama. Jadi, wajar jika Seokjin merindukan suasana itu. 

Yaampun, padahal baru hari ketiga. Bagaimana jika nanti mereka telah sukses dan diperbolehkan pulang? Bagaimana dengannya? Apa ia akan pulang ke rumah dan menemui ayahnya?

"Yeoboseyo, Seokjin hyeong?"

Seokjin berkedip, suara di seberang telah menariknya kembali ke dunia nyata. Ia tersenyum, padahal tau jika orang di sana tak akan melihatnya.

"Oh, Namjoon-ah,"


~~~


"Tenggelamkan dirimu, tiga detik,"

Lelaki yang terendam dalam bathup itu mengangguk. Ia bernapas dulu, sebelum menyelamkan perlahan seluruh tubuhnya dalam bathup. Berakting seolah ia melakukan sebuah percobaan bunuh diri.

"CUT!"

Kepalanya segera naik, meraup udara, mengusap wajahnya yang basah. Ia tersenyum cerah, turun dari bathup dan langsung disambut salah satu staff yang memberinya berlapis-lapis handuk.

"Ya, wajahmu benar-benar serius, kau melakukannya seolah memang berniat. Aku tak tahan untuk tidak tertawa," Hoseok menghampiri, menepuk Jimin dengan iringan tawa.

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang