Park Jimin

4.1K 634 18
                                    


Umurnya terpaut 1 tahun lebih muda dari Hoseok. Matanya sipit, dan pipinya yang chubby. Ia menggemaskan, walau berusaha bertingkah sok dewasa. Ia baik, dan kebiasaannya berucap 'terimakasih' atau 'maaf' sudah melekat padanya. Ia sering memuji, tapi jarang dipuji.

Park Jimin.

Siapa sangka dia anak sebaik dia hanya punya 2 teman di kelas?

Jimin adalah orang yang pemalu, sangat. Dia seperti harus berpikir sebelum melakukan perkenalan. Dia seperti harus membuat topik sebelum bicara. Padahal, ia punya suara yang indah, dan hanya Hoseok yang pernah mendengarnya.

Oh, soal Jung Hoseok, dia adalah kakak angkatnya.

"Lalu, apa keputusanmu, Jimin?"

Suara itu seketika menariknya kembali dari lamunan. Ia yang tadi menunduk, perlahan mengangkat kepalanya. Mata teduhnya bertubrukan langsung dengan lelaki yang berseragam sama, kakak kelasnya.

"Em..." lagi-lagi hanya gumaman keluar. Jimin diam-diam menautkan jemarinya, ia sedang dilanda bingung.

"Aku sudah memberimu waktu 3 hari untuk berpikir, apa tidak cukup juga?"

"Aku... belum menanyakannya pada Hoseok hyeong,"

"Ini adalah keputusanmu, kenapa membawa nama Hoseok?"

Jimin melipat bibirnya, "Aku tidak bisa mengatakannya."

Kakak kelasnya menghela nafas kasar, seraya menyisir rambut ia mengendalikan kekesalannya. Selalu saja Jimin berbelit-belit saat disuruh membuat keputusan.

"Besok. Jika kau tidak memberikan keputusanmu, aku dengan berat hati, menggantikanmu."

"Ne, Hongki hyeong,"

"Ingat. Apapun itu perkataan orang, kau harus percaya diri. Percayalah padaku, kau lebih baik dibanding mereka."

Jimin mengangguk pelan, ia sama sekali tak terlihat mempertimbangkan ucapan Hongki. Ia cuma sekedar mendengarkan.

Ia kemudian berdiri, membungkuk sebentar lalu berbalik meninggalkan ruangan. Disana dituliskan, ruang vocal.

'Bagaimana bisa orang sepertinya diterima kelas vocal?'

'Hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk ke sana.'

'Noona-ku bilang, suaranya sangat indah.'

'Benarkah? Park Jimin akan mewakili sekolah kita?'

Ia sudah biasa mendengarnya. Disepanjang lorong, di kelas, di kantin. Jimin yang pemalu tapi malah menjadi bahan pembicaraan.

Ya, ia adalah murid kelas vocal, yang katanya dipenuhi orang bersuara indah, dan harus diseleksi untuk bisa mengikuti kegiatannya. Memang, hanya kelas ekstrakulikuler, tapi terkenal dengan sistim ketatnya. Jimin dipilih untuk mewakili sekolahnya, untuk kontes bernyanyi. Namun, ia belum memutuskannya. Ia ingin, tapi sebagian dirinya seperti menolak keras.

Ketakutannya, adalah pendapat orang lain. Pendapat orang asing yang baru ditemuinya. Pendapat teman-teman yang tak begitu mengenalnya.

Oh, satu lagi.

Jangan pernah memberinya sebuah pilihan.

Karena Park Jimin tidak bisa menentukan keputusannya sendiri.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

FATAMORGANADove le storie prendono vita. Scoprilo ora