[23] Hoseok dan Masa Lalunya

2.2K 343 18
                                    


Lampu-lampu jalan yang temaram menembus kaca mobil. Memperlihatkan siluet keduanya yang tengah duduk di kursi kemudi dan sebelahnya. Tidak ada percakapan. Namun, benak mereka selalu bertanya-tanya tentang apa yang telah mereka lalui.

Mengapa semua menjadi seperti ini?

Sejak kapan mereka masing-masing membangun dinding tak terlihat dan tampak menjaga jarak?

Sejak kapan mereka tinggal dalam keheningan menyakitkan sebab salah satu memutuskan pergi?

Jung Hoseok—yang terus mencoba fokus ke jalan depannya walaupun kepalanya agak pening—menoleh, menatap sekilas adiknya yang tidur lelap, efek mabuk. Sebenarnya, tindakannya saat ini sangat berbahaya, andai saja manajer mereka tau jika mereka pergi diam-diam di jam 02.00 dini, mungkin keduanya bisa terkena amukannya, apalagi Hoseok dan Jimin pergi ke bar, sedikit bersenang-senang dengan meminum minuman memabukkan.

Kentara sekali ingin melupakan sejenak masalah yang berkecamuk dan menyiksanya tiap hari.

Hoseok minum beberapa gelas saja, ia takut jika terlalu mabuk dan takkan ada yang membawa mereka pulang ke dorm. Sedangkan Jimin, adiknya yang biasa tak terlalu suka mabuk itu kini malah jauh dari kesadarannya. Sampai Hoseok harus membawanya ke punggung karena Jimin hilang kesadaran di meja bar, setelah berceloteh isi hatinya dan terisak.

Aku muak dengan kehidupan idol, hyeong.

S-seharusnya... seharusnya Ayah mengijinkanku untuk menjadi pianis saja.

Hyeong, tahu tidak... aku ini... tidak suka menjadi diriku yang sekarang. Aku mencintai penggemar kita, memang, tapi... tapi aku tidak bisa... mencintai diriku sendiri.

Sekelebat suara Jimin saat sebelum tak sadarkan diri tiba-tiba muncul dibenaknya. Hatinya berdenyut tak enak, sakit sekali, melihat adiknya itu terisak dan berkali-kali mengatakan muak pada dirinya yang sekarang. Kenyataan menamparnya begitu kuat bahwa Park Jimin, adiknya yang terus tersenyum dan berkata baik-baik saja itu, tidak sepenuhnya berada di jalannya. Tidak sepenuhnya mencintai pekerjaannya. Jimin masih ingin menjadi pianis, sementara yang ia tahu, sang Ayah tidak menyetujui mimpinya itu.

Faktanya, Jimin telah berbohong sejauh ini.

Jimin berbohong dengan mengatakan sangat mencintai dirinya dan fans mereka. Padahal ia hanya mencintai fans, sementara dirinya mengalami perang batin.

Kenapa Jimin bisa bertahan dengan semua kebohongan itu?

Hoseok hampir lupa, seharusnya Bangtan bukan hanya sebagai boyband, mungkin mereka juga akan sukses jika menjadi actor—karena semua membernya pintar sekali menyembunyikan perasaan sebenarnya, dan berakting baik-baik saja.

Apa Hoseok juga begitu? Rasa-rasanya, Hoseok terlalu terbuka dengan mereka semuanya, sementara yang lain masih memilih mana yang diceritakan, mana yang tidak.

Kenapa aku merasa dikhianati?

Tiba-tiba perasaan sesak menyelumbungi hatinya. Hoseok menahan napas saat jalan yang dilihatnya mendadak buram dan kepalanya lagi-lagi pening, isi perutnya bergejolak memaksa ingin dikeluarkan. Dia tidak mungkin nekad terus mengemudi, takut malah mencelakakan adiknya dan dirinya sendiri, jadi ia menepikan mobil saat matanya menemukan pendar cahaya dari minimarket 24 jm.

Hoseok melepas seatbeltnya, buru-buru keluar mobil dan berlari masuk ke minimarket. Ia berjalan cepat ke toilet, kemudian masuk ke satu bilik dan memuntahkan isi perutnya. Ia terbatuk menyakitkan, terus mengeluarkan makanan yang belum sempat dicerna hingga mualnya hilang. Untuk beberapa waktu, Hoseok memilih duduk di lantai toilet, tidak mempedulikan betapa joroknya berdiam di dekat kloset duduk.

FATAMORGANAWhere stories live. Discover now