Bunda Pulang

328 81 76
                                    

Jumat 6 Mei 2000

Hore!!! Bunda pulang, Bunda pulang. Hari ini, Bunda pulang pas aku makan siang. Terus Bunda datang sama Ayah ke rumah nenek. Aku senaaaaaanggg sekali, cuman aku sedih liat Bunda pake kursi roda. Tangan Bunda juga masih di inpus.

Pas aku tanya kenapa Bunda cuman jawab katanya masih sakit tapi pengen liat Asya. Berarti, asya bisa dengar Bunda cerita lagi, bisa makan masakan Bunda lagi (ayam goreng Nenek asin, aku lebih suka Bunda punya) dan banyak lagi. Pengen jalan-jalan sama Bunda lagi. Kak, Aku seneng banget hari ini! sampai gak bisa tidur terlalu senang.

Catatan : kemarin gak bisa cerita sama Kakak, kepala Asya pusing gak tidur siang :(

***

"Apa Bunda gak apa-apa? Pulang sekarang? ayah masih bisa temani kok," kata Ardi dengan tersenyum. Meski begitu, ia selalu ingin hal ini terjadi, melihat cerah senyum istrinya di rumah kecil yang ia bangun bersama.

"Gak apa-apa, Bunda pengen liat Asya, pengen liat rumah, sama-sama Ayah lagi, ya kan?"

"Iya dah, tapi kalau ada sesuatu, langsung bilang ke ayah," ucap Ardi dengan muka sedikit khawatir. Dalam lubuk hatinya ia ingin keluar dari rumah sakit, yang menjadi saksi bisu kematian orang tuanya dahulu.

"Janji, yuk langsung pulang."

Ardi mendorong istrinya yang kini memakai kursi roda. Halimah dengan tekad baja untuk pulang dapat mengalahkan dokter, meski dengan syarat harus check-up beberapa kali lagi.

Pasangan itu kini melewati lorong putih yang kini mulai ramai. Meski siang ini para pasien harus berstirahat, namun para pengunjung silih berganti berdatangan. Dan itulah yang dialami Halimah selama dua minggu ini.

Dari kejauhan Mas Jabir melambaikan tangan. Dibelakangnya telah siap mobil sedan putih milik mertuanya.

"Kak, jemput Asya di rumah ibu ya," ucap halimah pada kakaknya yang duduk di kursi depan, Ardi kini sibuk memasangkan sabuk pengaman padanya.

"Siap dik, mau beli makan dulu gak?"

"Langsung aja."

Genggaman pada tangan dingin Halimah makin rapat. Ardi seakan merasakan hawa dingin rumah sakit yang masih tertinggal dalam baju panjang istrinya.

"Sudah tenang saja, bunda sudah sembuh kok." perempuan itu menyandarkan kepalanya di bahu Ardi.

"Tapi Bun, tanganmu dingin."

"Sudah mas Ardi, istrimu pulang kok gak seneng, temanin saja. Kalau ada apa-apa langsung telpon saya, sip?

Ardi masih pesimistis dengan perkataan itu."ya dah mas."

Asya yang makan siang berlari ke arah mobil, baru tiba dan terpakir di halaman rumah neneknya. Dengan riang berlari disambut lengan terbuka dari ayah dan bundanya. Meski ia sedikit terkejut dengan barang bawaan dari rumah sakit.

"Bunda pake kursi roda? Bunda masih sakit?" tanyanya pelan, persis dengan pertanyaan ayah tadi.

"Bunda sehat, Nenek mana? Asya dah makan?" jawab Halimah dengan tersenyum. Pertanyaan yang sama dengan nada sangat peduli dari dua orang yang sangat dicintainya.

"Sudah bunda." ia berbisik, mendekatkan mulutnya dengan tertutup ke arah bunda."ayam goreng nenek asin, bunda punya lebih enak." halimah tertawa diikuti Ardi yang ikut mendengarnya.

***

Malam berangsur tiba. Setelah memastikan Asya terlelap, Ardi beranjak ke kamar, bunda sedang melakukan kesehariannya ketika menjelang tidur, menulis diary. Ia duduk di kamar dengan lampu belajar di atas meja, botol dan selang infus sejak sore tadi telah dilepas.

Ia sendiri telah tau Asya juga melakukan hal yang sama, bahkan ia bisa mendengar putrinya yang mengeja tulisan seakan mengobrol dengan seseorang. Ardi tidak ingin mengganggu, biarlah itu menjadi cerita yang menarik untuk kelak dibaca.

"Gak tidur Bunda?" katanya mendekat sembari memegang pelan bahu istrinya.

"Iya Ayah, ini sudah selesai kok," balasnya, melepas kaca mata kecil." gendong ke kasur,"ucapnya, meminta seperti anak kecil.

Ardi menggendongnya mesra, dengan beberapa putaran ia membawa Halimah dalam pangkuan lengan kuatnya, tertawa kecil menemani remang-remang lampu kamar.

"Ayah, apa yang membuat kamu senang di dunia ini?"

Lelaki disampingnya bergumam seakan mengira-ngira jawaban, "apa ya?" Ia mengelus kepala halimah."Aku senang kamu bisa pulang, Aku senang senyum kamu ada di rumah ini, aku senang akan asya yang memeluk kita pulang, Aku senang kita bisa ngobrol dengan kamu lagi."

"Aku juga senang yah, plus cinta," halimah menyandarkan kepalanya ke bahu ardi, menatap langit-langit kamar mereka dan melanjutkan obrolan dengan cekikikan, serasa pengantin baru.

Halimah tertidur lebih dulu, tetap tersandar memegang badan Ardi. Lelaki itu menyelimutinya. "Aku rindu bunda," ucapnya pelan, mencium kening bunda yang tersenyum lebar membawa kalimat itu ke dalam mimpinya.

Dalam diary-nya sang Bunda menulis mutiara singkat.

"Yang paling hangat di dunia ini adalah keluarga,
Yang paling nyaman di dunia ini adalah pelukan suamiku,
Yang paling indah adalah senyum putri kecilku,
Dan yang paling kuingat adalah perkenalanku dengan Ardi
So memorable,
For my honey, my husband."

Asya's DiaryWhere stories live. Discover now