Day three

9.3K 598 25
                                    

Daun tidak gugur ketika musim hujan turun tak terkira, padahal tangkainya begitu mudah dipatahkan oleh kuasa tuhan.

Dewa selalu tahu mengapa, karena Tuhan tahu kapan waktu yang tepat untuk menggugurkannnya.

Maka, dia hanya perlu berusaha agar Tuhan tahu perjuangannya dan menjaganya.

Dewa perlu berjuang untuk membahagiakan Ben, abangnya.

Dia tahu abangnya sedang merasa tertekan dengan keadaannya, makanya dia harus mengurangi beban abangnya itu.

Makanya, dia menerima semua treatment dengan sabar dan kuat, walau yang dia jalani sekarang adalah jenis Khemo yang cukup berat.

Tace, jangan tanya Dewa apa itu. Otaknya gak bakal kuat, jangan tanya Ben juga, dia gak bakal inget artinya.

Beruntung bukan Ben yang menanganinya, jadi dia bisa bernafas lega. Banyu tersenyum ke arahnya "Mau ditungguin Ben, apa mau sendiri".

Sebenarnya, Dewa merasa takut jika harus dibius sendirian. "Nunggu Abang, takut di culik suster Dian".

"Huss, kalo ngomong."

"Abisnya, kalo aku ke sini suster Dian suka caper, aku tu takut". Ujarnya dengan nada manja yang dibuat-buat.

Banyu bertingkah seolah ingin muntah, lalu melihat kateter yang tadi dia pasang di dada Dewa. "Gue kira kalo alay gak bakal nular".

Dewa mendelik kesal, salah satu hal yang paling tidak dia sukai adalah disamakan dengan Ben, meski kadang dia merasa begitu mirip soal berperilaku, dia selalu merasa kalau Dewa lebih baik dari Ben.

Ben datang dengan segelas americano yang tadi dia beli untuk membunuh rasa haus selama menemani bocah ajaibnya menjalani tace, "Lah belum mulai?".

"Belum, adek lo mau ditemenin lo. Katanya takut diculik".

"Bagus dong kalo ada yang nyulik, makannya banyak. Gue hampir bangkrut nih".

"Bangke!".

"Ambekan sih adek gue, Nyu." Tunjuk Ben dengan dagunya.

Sahabat sejawatnya itu tersenyum tipis, "Beruntung sih, kan gue gak punya adik".

"Adopsi gue lah, bang. Bosen punya abang tonggos, maunya abang manis cem abang" Ujar Dewa sambil menaik-naikkan alisnya.

"Jangan mau" Ben mengibas-ngibaskan tangannya mengisyaratkan agar Banyu menolak.

Tapi Dewa malah tersenyum lebar, "Cie gak mau gue tinggalin" ledeknya dengan senyum lebar penuh kemenangan.

Ben tidak menjawab, dia kemudian duduk di sebelah Dewa dan menatap adiknya itu sebentat. "Elu di anestesi dan di bius total, yakin gak apa-apa?".

"Enggak lah, lumayan tidur. Panan tadi malem gue gk tidur".

"Lo mau apa? Nanti gue beliin". Ben menatap Dewa yang mulai menerima injeksi bius yang menandakan bahwa TACEnya akan segera dilakukan.

Dan Dewa tentu tahu, kakaknya sedang memperlakukan dia dengan baik sekarang, mungkin karena perasaan cemas yang bisa Dewa lihat dikedua mata Ben. Tapi anak itu tersenyum jahil, semenjak sakit ada sesuatu hal yang tidak lagi Ben ijinkan. "Kalau gue udah mendingan, ijinin gue ngeband ama anak-anak weekend ini".

Ben melotot kaget, Dewa benar-benar menggunakan kesempatan dengan baik, padahal dia tadi hanya mempersiapkan untuk menyediakan makanan atau minuman yang diinginkan Dewa saja.

"Kalau gak mau juga gak papa, Bang" Dewa berbalik, berpura-pura kecewa dengan Abangnya. Padahal, dia sedang berusaha keras menahan cengengesannya.

TodayWhere stories live. Discover now