Day Twenty-two

6K 499 92
                                    

Makin berat aja nih

Dewa kadang merindukan wangi mawar yang dibawa Naya entah dari siapa, dia juga merindukan wangi kopi hitam abangnya, terlebih dia merindukan wangi Lea juga..

Dia sadar, tak seharusnya dia merindukan Lea. Karena nyatanya, dia bukan pacarnya. Tapi tetap saja, rasa sayangnya pada gadis itu.

"Udah bang, abang kalau galau gitu makin jelek" Raka terkikik ketika Dewa menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Elu orang ketiga yang ngomong gue jelek! Orang lagi berobat banyak banget ya, godaannya!" Padahal Dewa setiap hari ngaca, gak ada bedanya muka dia dengan waktu sehat, cuman lingkar mata ama kulit yang lebih kuning, ditambah bibir kering dan mata pandanya saja kok.

"Becanda bang" Anak muda itu tertawa terbahak.

Hari ini Raka ada jadwal khemo, tapi karena bentrok dengan banyak pasien, dia jadi harus menunggu. Oleh karena itu, dia memilih untuk menunggu di kamar Dewa.

Dewa sendiri juga akan khemo, keadaannya lebih baik setiap hari, makanya anak itu bisa melaksanakan khemo seperti biasanya.

"Abang mikirin pacar, ya?" Goda Raka lagi, sepertinya menggoda si muka manja tatoan kek abang Dewa jadi hobby barunya.

"Gak main pacar-pacaran gue. Maunya langsung dinikahin, tapi"

Dewa menjeda ucapannya untuk beberapa saat, membuat Raka sedikit penasaran dengan kelanjutan cerita Dewa. "Tapi, apa? Pacarnya gak mau sama abang?".

Dewa memberikan deathglarenya pada Raka, bagaimana ada wanita yang tidak mau pada dirinya, kegantengannya sudah dijamin asuransi begini, "Emangnya elu, ditinggalin pacar! Gue mah enggak".

"Iya udah kali bang, gak usah dibahas".

Hari ini Dewa melamunkan Lea juga kan karena curhatan si Raka, gara-gara si Raka bilang, diputusin ceweknya cuman karena sakit, lah Lea malah nawarin cuti kuliah buat nemenin Dewa perawatan. Tapikan, "Gue gak tega kalau misalnya ceweknya harus berkorban buat gue, gue ngerepotin gini!"

"Bukannya abang bilang, kalau berjuang itu harus bareng-bareng. Kalau cuman berjuang sendiri, yang ada kita kalah".

"Iya, tapi si cewek bukan siapa-siapa gue. Gue gak bisa ngejamin bakal bisa balas budi, intinya gue gak mau ada yang gue repotin lagi selain abang gue. Beban gue makin berat!"

Raka menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Gue gak faham sih bang, kalau lo nolak uluran tangan dia, lo tuh nyakitin diri sendiri dan dia juga. Lo tuh selamanya ada di ketakutan gak bisa bahagian dia, sedangkan dia selamanya ada dalam penyesalan karena gak bisa ngulurin tangan dia pas lo jatuh".

Dewa seperti tertampar mendengarkannya, tapi dia tidak menyahuti lagi, memilih mendengarkan kata selanjutnya yang akan anak itu katakan.

"Lo beruntung bang, dia sayang ama lo ampe masih nerima lo walau keadaannya kek gini. Liat gue! Tau gue sakit, langsung diputusin".

Dewa mendengus mendengarnya, dia seolah mendengarkan curhatan colongan lagi dari Raka. "Jangan curhat mulu, lo! Nanti gue kenalin cewek baru lah".

"Siapa?"

"Adek gue".

"Busuk banget bang, gue tau lo gak punya adek" Ujar Raka percaya diri.

"Idih, gak percaya dia."
🌿🌿🌿

Seluruh tubuhnya rasanya terbakar, tapi seluruh permukaan kulitnya malah dingin, semua organ tubuhnya rasanya kebas, terkalahkan oleh rasa sakit dibagian dalam tubuhnya.

Bahkan elusan dan genggaman Ben tidak terasa dikulit tangan Dewa.

Dewa ingin menjerit, tapi suaranya tertahan di kerongkongan. Setiap tetes obat yang masuk ke dalam tubuhnya sungguh menyakitinya, dia sudah tidak kuat, tapi dia harus berjuang kembali.

TodayWhere stories live. Discover now