Day Twenty

5.8K 480 106
                                    

Ben belum menerima jawaban dari Gema ketika dokter berkerudung itu melakukan pemeriksaan intensif, bahkan sekarang Dewa sudah memejamkan matanya, tapi keringat masih bercucuran deras dari kening dan tubuhnya.

Tentu Ben panik, dia tidak tahu harus berbuat apa ketika Gema membuka baju rumah sakit Dewa dan memompa dada adiknya itu pelan, "Jantungnya lemah, siapkan oksigen."

Dian sudah menyuntikkan cairan ke lengan Dewa, dan Ben tidak sempat melihat apa yang suster itu suntikkan, "Adek gue gak papa, kan?" tanyanya dengan nada khawatir.

Sekarang pukul duabelas malam, sejam sudah keadaan belum membaik, bahkan Gema sudah melakukan berbagai hal untuk membuat Dewa lebih baik.

Sesaat kemudian, Gema menghentikan penanganan terhadap jantung Dewa. Dia kembali memeriksa nadi Dewa di dada dengan stetoskopnya, dia menghela nafas lega. "Udah normal lagi, sampai besok dia pake oksigen dulu. Dia kesulitan bernafas, jadi berimbas pada kerja jantungnya. Kalau besok parunya normal, kita bisa lepas oksigen".

Ben mengangguk, meski demikian dia tidak melepas wajah tegangnya.

"Yang kuat, Ben. Adek lo lagi perlu lo banget" Gema menepuk pundak Ben, lalu kembali ke ruangannya.

Beruntung hari ini dia jaga malam, sehingga bisa menangani pasiennya dengan cepat.

Setelah Gema keluar, Naya masuk dan menepuk punggung Ben pelan. "Gak papa, dia kuat kok".

Ben tidak menjawab, dia memeluk Naya dan menumpahkan segala ketakutan di ceruk leher Naya.

Dengan sabar, Naya menepuk punggung Ben, berharap dengan begitu lelaki itu bisa lebih tenang.
🌿🌿🌿

Gema menggeleng setelah melihat hasil USG dr paru Dewa, tadi pagi sesegera mungkin dia melakukan pemeriksaan dan menemukan anak itu sudah kehilangan fungsi parunya.
Ben tegang melihat ekspressi Gema, dia ingin bertanya tapi takut.

"Mulai sekarang, kita pakai selang buat nafas dia. Lo tau, kan alasannya?".

Mendadak, Ben benci pekerjaannya. Pekerjaan yang membuatnya tidak bisa pura-pura tidak tahu, dia tahu ketika Kanker menyebar ke paru, maka fungsi pernafasan adiknya akan mengalami ini.

"Gue tahu ini berat, cepat atau lambat, bahkan Dewa perlu.."

"Gue tahu," Ben cepat memotongnya, dia merasa ketakutan mendengarnya secara langsung, "Gue cuman belum siap mendengarnya langsung dari lo,".

"Maaf, Ben"
🌿🌿🌿

Life must go on

Ben harus kembali bekerja dan membiarkan adiknya tertidur di ruangannya sendiri. Pekerjaannya terintrupsi ketika Anwar masuk dan mengatakan bahwa Ben memiliki tamu.

"Om Dodi?" Ben segera bangkit dan menyalami omnya itu. "Om apa kabar?".

"Kamu yang apa kabar? Kenapa gk ke Bandung sih? Dikira om gak kangen ama badungnya Dewa?".

Ben tersenyum malu, dia dan Dewa memang sangat sibuk sampai tidak sempat ke Bandung untuk menengok omnya ini. "Dokter kalo libur berapa lama sih om?".

"Adek kamu mana? Suruhlah kesini, Om udah kangen".

"Disini kok, mau aku anterin?". Ben segera mengajak Omnya untuk keluar dari ruangannya dan menuju ke kamar Dewa.

"Loh? Adek kamu kerja disini? Bukannya dia lulusan hukum?" Tanya pria dewasa itu heran.

Ben mengerutkan keningnya, dia lupa apa sudah memberitahu omnya atau belum, "Om, jangan bilang kalau aku gak ngasih tau om?!".

"Apa?".

"Dewa sakit, kanker hati" Jawab Ben dengan suara pelan, dia sebenarnya takut kalau itu benar-benar terjadi, kalau dia lupa memberi tahu omnya.

"Astagfirullah, Ben! Kenapa gak bilang?"
🌿🌿🌿

Dodi dan Ben sudah sampai ke kamar Dewa, anak itu sedang tertidur.  Mungkin bahkan Dewa belum bangun dari serangan tadi malam.

"Kamu udah ngabarin Papa kamu?" Tanya Dodi sambil mengelus kepala Dewa pelan.

Ben menunduk takut, nyatanya dia dan Dewa sepakat tidak mengatakan pada orang tua mereka, "Belum".

"Om masih ngerti kalau kamu gak ngasih tau om, tapi papa kamu? Dia sering nanyain kabar kalian ke om, sekarang bayangin dia. Empat tahun Dewa sakit, kalian gak ngasih kesempatan buat dia?".

Ben menelan ludahnya sendiri, dia memang menyadari selama ini hanya memikirkan perasaannya sendiri dan tidak memikirkan papanya, saat ke singapore bahkan dia tidak pamit dan langsung pulang, seolah tidak memiliki keluarga disana.

"Kasih tau dia! Om juga bakal kasih tau Mama kamu".

Ben mengangkat wajahnya ketika mendengar kata mama, "Om, aku gak mau ganggu keluarga mama.".

"Om gak mau dibantah, Ben!" Potongnya cepat.
🌿🌿🌿

Menjelang malam, Dewa terbangun dan dia menemukan Dodi tersenyum hangat menyambutnya.

"Om kapan datang?" Tanya Dewa ketika anak itu bangun, "Ini aku bangun kecepetan, atau gimana?".

"Kamu tidurnya kelamaan, om dateng tadi siang" Dodi menjawab sambil mengasongkan segelas air yang diterima dengan senang hati oleh Dewa, "Jangan dilepas, kata abang kamu".

Dewa yang tadinya ingin melepas selang di hidungnya langsung menurunkan tangannya, dia kemudian sadar, apa yang terjadi pada dirinya.

"Maaf ya om, baru dateng langsung tinggal di rumah sakit".

"Enggak papa, Om juga kan kangen ponakan om yang manja".

Dewa berdecak kesal, perasaan dia sudah lama tidak manja, lagi pula dia sudah berumur duapuluh empat tahun.

"Abang kamu ke rumah pacarnya, katanya mau ngambil tim ati kamu".

Dewa berdecak mendengar tim ati, kemaren dia bilang enak karena tidak enak kalau bilang kurang suka atas masakan umi, tapi kalau disuruh makan lagi, Dewa sangsi akan rasa mual setiap suapannya.

Dodi tersenyum, mengelus kepala Dewa lagi dengan pelan, "Abang kamu Om suruh ngasih tau Papa kamu,".

"What?" Dewa kaget bukan main, seingatnya dia dan sang abang sudah sepakat untuk tidak bilang kepada kedua orang tua mereka

"Om juga bakal ngehubungin Mama kamu".

"Om, Serius itu gak perlu. Aku cukup seneng ada Om doang juga, aku gak perlu mereka".

"Wa, kamu harus ngerti mereka. Jangan sampai mereka nyesel belakangan".

"Mereka pantas nyesel, om! Dewa gak kenal siapa mereka, Dewa gak peduli" Dewa menaikkan nada bicaranya, hal yang sangat jarang dia lakukan sebenarnya, tapi dia benar-benar kesal sekarang.

"Wa?".

Dewa memekik, dadanya tiba-tiba sakit, "Om, Sakit!".
🌿🌿🌿

Ben kembali ke rumah sakit setelah mendengar kabar Dewa kembali colapse, meski kata Gema anak itu hanya tertekan, Ben tahu alasannya kenapa.

"Aku udah bilang sama Om, Dewa lagi gak bisa dipaksa".

"Tapi om tahu, anak itu perlu kedua orang tuanya".

Ben mengusap wajahnya keras, "Om, Aku tahu maksud om. Tapi aku juga gak bisa maksa Dewa buat ada di situasi ini.".

"Ben, dia mungkin menolak bukan karena gak mau, dia takut akan ditolak. Tapi kamu tahukan, bagaimana Papa kalian berusaha mendapatkan kalian lagi? Dan juga, mungkin kita cuman gak tahu, kalau mama kamu, merindukan kalian".

Ben terdiam, dia tidak tahu apa yang sedang dia hadapi, yang dia tahu, dia sedang dilema sekarang".
🌿To Be Continued🌿

Seminggu dua kali?

Ini sehari dua kali 😂 tapi kepotong mati lampu, jadi sinyal jg ikutan lenyap 😂😁

TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang